Startup Menolak Tumbang
loading...
A
A
A
Menghadapi pukulan telak pandemi korona saat ini, hampir 50% perusahaan rintisan khususnya yang berbasis digital optimistis bisa bertahan hingga lebih dari satu tahun ke depan. Sebanyak 21% startup optimistis mampu bertahan hingga kuartal 1 2021. Riset Katadata Insight Center menyebutkan, sejumlah cara yang dilakukan startup digital untuk bisa bertahan di tengah pandemi. Sebagian besar melakukan pengurangan biaya operasional, melakukan pengurangan biaya promosi, dan mengurangi biaya produksi.
Survei yang dilakukan terhadap 139 eksekutif perusahaan startup digital pada Mei-Juni 2020 menunjukkan bahwa startup cenderung tidak melakukan banyak perubahan strategi pada masa pandemi. Perubahan yang dilakukan kebanyakan terkait jumlah dan jenis produk atau layanan. Hal ini dilakukan karena perubahan preferensi masyarakat yang cenderung mencari barang kebutuhan pokok dan yang terkait dengan kesehatan.
Survei terhadap jajaran eksekutif startup dari berbagai sektor ini juga menunjukkan bahwa sektor pariwisata, sektor ekosistem pendukung digitalisasi dan maritim paling terpukul. Adapun sektor sistem pembayaran, logistik, pertanian, kesehatan, teknologi informasi dan sektor pendidikan meski terkena dampak, kondisi perusahaan masih cukup baik. (Baca juga: Youtuber Cantik Aduhai Asal Batam Ini Diciduk Polisi)
Berbagai cara dilakukan pemilik usaha rintisan agar tetap bertahan. Misalnya membuat produk baru dengan berbeda segmen pasar dari yang biasa. Seperti yang dilakukan Mira Nur Gandaniati, pemilik tas kulit Zola. Biasanya menjual tas wanita dengan kulit yang harganya lebih dari Rp500.000. Kini, Mira memproduksi tas dengan kulit sintesis dengan brand baru bernama Hody.
"Model tas lebih kasual dan harga kurang dari Rp200.000. Meskipun menggunakan kulit sintesis, saya pilihkan yang premium sehingga kualitas tetap terjaga," kata Mira.
Mira menyadari, saat pandemi ini perilaku konsumen berubah. Kegiatan belanja banyak dilakukan ke sistem belanja online. Juga terjadi perubahan daya beli masyarakat yang sebelumnya biasa belanja mahal, kini memilih produk yang lebih murah. (Lihat videonya: Pemulung Bawa Uang Rp7 Juta Hasil Jual Bansos Covid-19)
"Kalau owner-nya saja sudah menyerah, pasti bisnisnya akan tutup. Kasihan para pekerja. Sebisa mungkin para pemilik bisnis untuk memutar otak dengan cepat jika sudah ada tanda-tanda penurunan penjualan," katanya.
Alhasil, seluruh karyawan beserta penjahit yang bekerja untuknya tidak ada yang dirumahkan, bahkan gaji dibayar tepat waktu beserta bonus sesuai prestasi. (Ananda Nararya/Aprilia S Andyna)
Lihat Juga: Lewat Program UMKM BISA Ekspor, Kemendag Dorong Ekspansi Pasar Global bagi UMKM Indonesia
Survei yang dilakukan terhadap 139 eksekutif perusahaan startup digital pada Mei-Juni 2020 menunjukkan bahwa startup cenderung tidak melakukan banyak perubahan strategi pada masa pandemi. Perubahan yang dilakukan kebanyakan terkait jumlah dan jenis produk atau layanan. Hal ini dilakukan karena perubahan preferensi masyarakat yang cenderung mencari barang kebutuhan pokok dan yang terkait dengan kesehatan.
Survei terhadap jajaran eksekutif startup dari berbagai sektor ini juga menunjukkan bahwa sektor pariwisata, sektor ekosistem pendukung digitalisasi dan maritim paling terpukul. Adapun sektor sistem pembayaran, logistik, pertanian, kesehatan, teknologi informasi dan sektor pendidikan meski terkena dampak, kondisi perusahaan masih cukup baik. (Baca juga: Youtuber Cantik Aduhai Asal Batam Ini Diciduk Polisi)
Berbagai cara dilakukan pemilik usaha rintisan agar tetap bertahan. Misalnya membuat produk baru dengan berbeda segmen pasar dari yang biasa. Seperti yang dilakukan Mira Nur Gandaniati, pemilik tas kulit Zola. Biasanya menjual tas wanita dengan kulit yang harganya lebih dari Rp500.000. Kini, Mira memproduksi tas dengan kulit sintesis dengan brand baru bernama Hody.
"Model tas lebih kasual dan harga kurang dari Rp200.000. Meskipun menggunakan kulit sintesis, saya pilihkan yang premium sehingga kualitas tetap terjaga," kata Mira.
Mira menyadari, saat pandemi ini perilaku konsumen berubah. Kegiatan belanja banyak dilakukan ke sistem belanja online. Juga terjadi perubahan daya beli masyarakat yang sebelumnya biasa belanja mahal, kini memilih produk yang lebih murah. (Lihat videonya: Pemulung Bawa Uang Rp7 Juta Hasil Jual Bansos Covid-19)
"Kalau owner-nya saja sudah menyerah, pasti bisnisnya akan tutup. Kasihan para pekerja. Sebisa mungkin para pemilik bisnis untuk memutar otak dengan cepat jika sudah ada tanda-tanda penurunan penjualan," katanya.
Alhasil, seluruh karyawan beserta penjahit yang bekerja untuknya tidak ada yang dirumahkan, bahkan gaji dibayar tepat waktu beserta bonus sesuai prestasi. (Ananda Nararya/Aprilia S Andyna)
Lihat Juga: Lewat Program UMKM BISA Ekspor, Kemendag Dorong Ekspansi Pasar Global bagi UMKM Indonesia
(ysw)