BI Harus Persiapkan Instrumen Selamatkan Industri Keuangan Nasional

Selasa, 28 April 2020 - 23:13 WIB
loading...
BI Harus Persiapkan...
Bank Indonesia (BI) dinilai harus menyiapkan instrumen yang tepat untuk menyelamatkan kinerja industri keuangan nasional yang terancam terutama perbankan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Chief Economist Tanamduit Ferry Latuhihin mengatakan tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan saat ini dialami oleh semua negara. Lantaran hal itu menurutnya Bank Indonesia (BI) harus menyiapkan instrumen yang tepat untuk menyelamatkan kinerja industri keuangan nasional yang terancam terutama perbankan.

"Opsi yang terbaik untuk menyelamatkan bank menurut saya dengan Asset Backed Securities (ABS). Strateginya pemerintah mengeluarkan SBN kemudian dibeli oleh BI. Uangnya untuk membeli ABS bank yang mengalami masalah likuid,itas," ujar Ferry di Jakarta, Selasa (28/4/2020).

Lebih lanjut terang dia, perbankan yang mengalami kredit macet bisa mengeluarkan Asset Back Securities (ABS) dan dibeli oleh pemerintah. Uang Pemerintah tentu harus dari BI lewat SUN yang dikeluarkan pemerintah dan dibeli oleh BI.

Dengan strategi tersebut hal yang paling penting ialah menyelamatkan bank dengan ABS. Meskipun belum mendesak di saat ini, tapi instrumennya harus disiapkan dari sekarang. "Lebih baik disiapkan dari sekarang karena semester dua nanti diperkirakan kondisinya akan berat bagi dunia usaha dan memukul bank," ujarnya.

Strategi ABS ini penting untuk bank BUKU 1 dan 2. Debiturnya juga bisa mendapatkan relaksasi bagi cicilan utang pokoknya dan bunganya supaya masih bisa beroperasi. Kalau perlu diberikan suntikan likuiditas untuk biaya overhead. Menurutnya biaya dengan quantitative easing atau QE jauh lebih murah dibandingkan opsi pandemic bond.

"Covid-19 ini kasus yang luar biasa. Tapi pendek umurnya. Jadi yang paling tepat adalah QE. Bukan bank membeli SUN lalu itu bisa direpo ke BI. Itu tidak tepat," ujarnya.

Sementara Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudhistira menilai beberapa indikator menunjukkan krisis ekonomi akan berlangsung sepanjang tahun 2020. Artinya di semester 2 perlu diwaspadai tekanan besar pada sektor keuangan. Fluktuasi nilai tukar rupiah diperkirakan puncaknya pada kuartal III dan IV.

Sedangkan kebutuhan perusahaan untuk melakukan pembayaran utang jangka pendek relatif besar, namun pendapatan anjlok. Ada resiko mismatch currency sehingga ability to pay perusahaan dalam membayar utang valas rendah. BI juga harus ambil langkah seperti segera turunkan bunga acuan 25-50 bps. Bunga yang lebih rendah bisa membantu swasta untuk meminjam lebih murah," ujar Bhima.

Jika pertumbuhan ekonomi minus 2% tahun ini maka gelombang gagal bayar utang swasta bisa ancam perekonomian. Di sisi lain stimulus pemerintah kecil sekali 2,5% dari PDB jadi tidak mampu untuk bendung anjloknya kinerja sektor industri besar dan UMKM.

"Stimulus harus ditambah. Masih banyak anggaran yang bisa dipangkas, seperti proyek infrastruktur, pembubaran lembaga yang boros seperti BPIP, memangkas jumlah stafsus serta pangkas gaji dan tunjangan DPR," jelasnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1876 seconds (0.1#10.140)