Investasi PLTS Masih Menarik bagi Industri, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Investasi pemasangan solar panel untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) masih menarik bagi investor saat menjalankan operasional industri energi.
Margin dari industri tersebut dinilai masih memiliki keekonomian yang menguntungkan, mengingat Indonesia memiliki energi surya yang melimpah sepanjang tahun.
CEO PT Sumber Energi Surya Nusantara (Sesna), Rico Syah Alam, mengatakan, kepastian industri energi baru terbarukan (EBT) dalam dunia usaha masih menjanjikan dengan berbagai skema, baik untuk pemerintah maupun sektor swasta.
“Pemerintah sendiri menawarkan beberapa skema bisnis bagi pelaku usaha di energi baru terbarukan, di antaranya adalah Power Purchase Agrement (PPA) di mana hasil listrik akan dibeli oleh PLN dengan margin yang sudah diperhitungkan dan oleh PLN akan didistribusikan kepada end user seperti pabrik atau rumahan," ujarnya melalui keterangan pers, Selasa (21/3/2023).
Kerja sama pembangkitan listrik energi surya dengan PLN, lanjut dia, memiliki nilai kontrak jangka panjang. Dengan demikian, kepastian investasi bisa diperhitungkan dengan rentang waktu yang lama tanpa harus khawatir adanya kendala ketidakpastian usaha.
Sesna selaku perusahaan pengembang proyek PLTS asal Indonesia yang berfokus pada penyediaan EBT melalui jasa pengembangan dan investasi PLTS, optimistis usahanya bisa berkembang di Tanah Air, mengingat usaha serupa di kawasan ASEAN telah berkembang pesat.
Terkait wacana aturan pembatasan 15% penggunaan maksimum PLTS oleh PLN, Sesna mengaku tidak terkendala dengan adanya wacana tersebut.
“Menurut kami secara teknologi dan finansial, hal tersebut tidak mengganggu operasional usaha bisnis dari penyediaan listrik EBT,” ungkapnya.
Rico memandang, dengan kepastian program dan peraturan pemerintah, investasi industri EBT akan tetap menarik, sebab dapat membantu pemerintah mencapai target pemenuhan bauran energi.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Aturan itu menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018.
Meski aturan tersebut menyatakan kapasitas maksimum sistem PLTS atap mencapai 100% dari daya tersambung pelanggan PLN namun realisasinya pelaku industri masih belum bisa memasang sesuai dengan pernyataan tersebut dan hanya terbatas sampai 15%.
Sebagai perusahaan yang berfokus pada bidang energi khususnya energi surya, pada dasarnya Sesna menargetkan pasar tidak terbatas pada PLN saja, tetapi juga melebarkan peluang ke sektor swasta.
Oleh karena itu, Sesna berinisiasi mendirikan sebuah platform bernama Solar Warrior Indonesia dengan target pasar sektor swasta seperti industri manufaktur dan mining.
Solar Warrior Indonesia telah memiliki beragam pengalaman proyek di berbagai sektor, dengan proyek terbesar yaitu green mining dimana Solar Warrior bermitra dengan salah satu perusahaan tambang batu bara dan nikel di Indonesia.
Margin dari industri tersebut dinilai masih memiliki keekonomian yang menguntungkan, mengingat Indonesia memiliki energi surya yang melimpah sepanjang tahun.
CEO PT Sumber Energi Surya Nusantara (Sesna), Rico Syah Alam, mengatakan, kepastian industri energi baru terbarukan (EBT) dalam dunia usaha masih menjanjikan dengan berbagai skema, baik untuk pemerintah maupun sektor swasta.
“Pemerintah sendiri menawarkan beberapa skema bisnis bagi pelaku usaha di energi baru terbarukan, di antaranya adalah Power Purchase Agrement (PPA) di mana hasil listrik akan dibeli oleh PLN dengan margin yang sudah diperhitungkan dan oleh PLN akan didistribusikan kepada end user seperti pabrik atau rumahan," ujarnya melalui keterangan pers, Selasa (21/3/2023).
Kerja sama pembangkitan listrik energi surya dengan PLN, lanjut dia, memiliki nilai kontrak jangka panjang. Dengan demikian, kepastian investasi bisa diperhitungkan dengan rentang waktu yang lama tanpa harus khawatir adanya kendala ketidakpastian usaha.
Sesna selaku perusahaan pengembang proyek PLTS asal Indonesia yang berfokus pada penyediaan EBT melalui jasa pengembangan dan investasi PLTS, optimistis usahanya bisa berkembang di Tanah Air, mengingat usaha serupa di kawasan ASEAN telah berkembang pesat.
Terkait wacana aturan pembatasan 15% penggunaan maksimum PLTS oleh PLN, Sesna mengaku tidak terkendala dengan adanya wacana tersebut.
“Menurut kami secara teknologi dan finansial, hal tersebut tidak mengganggu operasional usaha bisnis dari penyediaan listrik EBT,” ungkapnya.
Rico memandang, dengan kepastian program dan peraturan pemerintah, investasi industri EBT akan tetap menarik, sebab dapat membantu pemerintah mencapai target pemenuhan bauran energi.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Aturan itu menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018.
Meski aturan tersebut menyatakan kapasitas maksimum sistem PLTS atap mencapai 100% dari daya tersambung pelanggan PLN namun realisasinya pelaku industri masih belum bisa memasang sesuai dengan pernyataan tersebut dan hanya terbatas sampai 15%.
Sebagai perusahaan yang berfokus pada bidang energi khususnya energi surya, pada dasarnya Sesna menargetkan pasar tidak terbatas pada PLN saja, tetapi juga melebarkan peluang ke sektor swasta.
Oleh karena itu, Sesna berinisiasi mendirikan sebuah platform bernama Solar Warrior Indonesia dengan target pasar sektor swasta seperti industri manufaktur dan mining.
Solar Warrior Indonesia telah memiliki beragam pengalaman proyek di berbagai sektor, dengan proyek terbesar yaitu green mining dimana Solar Warrior bermitra dengan salah satu perusahaan tambang batu bara dan nikel di Indonesia.
(ind)