Relasi dan Narasi Baik Menjadi Aset Mitigasi Krisis di Instansi Pemerintahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Investasi kepercayaan publik menjadi hal pokok yang harus dilakukan di era post-truth saat ini. Untuk itu, komunikasi menjadi hal penting yang harus menjadi perhatian.
Tak hanya di korporasi, lembaga pemerintah juga semestinya mengelola komunikasi dengan baik demi penjagaan citra maupun reputasi sebuah instansi.
"Saya setuju dengan apa yang disampaikan Bapak Ernadhi Sudarmanto, Sekretaris Utama BPKP, bahwa menabung narasi, menabung relasi itu bagian dari investasi," kata CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication, Firsan Nova, dalam Focus Group Discussion (FGD) Pembahasan Tindak Lanjut Pengukuran Indeks Reputasi BPKP Tahun 2022, Selasa (21/3/2023). "Saya juga setuju bahwa komunikasi itu aset dan investasi," imbuh salah satu penulis buku PR Crisis itu.
Seperti halnya lebih baik mencegah daripada mengobati, ungkap Firsan, penjagaan citra dan reputasi melalui narasi positif harus terus dikomunikasikan sebagai bentuk mitigasi dari kemunculan krisis.
"Orang itu membeli narasi dan relasi. Keduanya harus disiapkan untuk menjadi tabungan. Maka memang sudah sewajarnya ada cost yang dikeluarkan untuk membangun narasi,” tuturnya.
Dalam FGD yang dihadiri para Ketua Satgas, Ketua Tim Teknis Proteksi dan Branding Pengelolaan Reputasi BPKP di seluruh unit kerja BPKP ini, Firsan juga menyampaikan bahwa komunikasi pemerintah adalah communication of hope. "Artinya, dibutuhkan adanya komitmen dan keseriusan. Oleh karena itu, kuncinya adalah berikan janji dan buktikan,” tandasnya.
Menurut dia, ketika kepercayaan masyarakat sudah dibangun, akan muncul adanya peluang. "Ketika ada opportunity dan ada capability, itu bagus. Akan tetapi, ketika ada peluang dan tidak diambil. Maka kita akan kehilangan profitability bahkan bisa memunculkan sebuah ancaman," tukasnya.
Capability missmatch muncul ketika ada perbedaan hal yang terjadi di luar dengan apa yang terjadi di dalam. Adapun salah satu solusi dari gap itu adalah merekrut pihak ketiga, semisal konsultan. Ketika gap-nya tertutup, maka nilai bisnis menjadi baik.
"Cara menutupi capability missmatch adalah dengan berpikir strategis. Untuk menutup gap yang ada, diperlukan kesadaran dan tanggup jawab institusi,” tegasnya.
Lebih lanjut Firsan menambahkan, jika tidak ingin masuk ke situasi krisis, maka risk management harus dilakukan. “Kalau kita abai dengan risk management, kita akan masuk ke tahap awal krisis,” ujarnya.
"Krisis yang baik adalah krisis yang bisa dilewati. Dalam krisis, orang bisa dikatakan cerdas apabila dia bisa menerima krisis dan langsung bangkit dari krisisnya," pungkasnya.
Tak hanya di korporasi, lembaga pemerintah juga semestinya mengelola komunikasi dengan baik demi penjagaan citra maupun reputasi sebuah instansi.
"Saya setuju dengan apa yang disampaikan Bapak Ernadhi Sudarmanto, Sekretaris Utama BPKP, bahwa menabung narasi, menabung relasi itu bagian dari investasi," kata CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication, Firsan Nova, dalam Focus Group Discussion (FGD) Pembahasan Tindak Lanjut Pengukuran Indeks Reputasi BPKP Tahun 2022, Selasa (21/3/2023). "Saya juga setuju bahwa komunikasi itu aset dan investasi," imbuh salah satu penulis buku PR Crisis itu.
Seperti halnya lebih baik mencegah daripada mengobati, ungkap Firsan, penjagaan citra dan reputasi melalui narasi positif harus terus dikomunikasikan sebagai bentuk mitigasi dari kemunculan krisis.
"Orang itu membeli narasi dan relasi. Keduanya harus disiapkan untuk menjadi tabungan. Maka memang sudah sewajarnya ada cost yang dikeluarkan untuk membangun narasi,” tuturnya.
Dalam FGD yang dihadiri para Ketua Satgas, Ketua Tim Teknis Proteksi dan Branding Pengelolaan Reputasi BPKP di seluruh unit kerja BPKP ini, Firsan juga menyampaikan bahwa komunikasi pemerintah adalah communication of hope. "Artinya, dibutuhkan adanya komitmen dan keseriusan. Oleh karena itu, kuncinya adalah berikan janji dan buktikan,” tandasnya.
Menurut dia, ketika kepercayaan masyarakat sudah dibangun, akan muncul adanya peluang. "Ketika ada opportunity dan ada capability, itu bagus. Akan tetapi, ketika ada peluang dan tidak diambil. Maka kita akan kehilangan profitability bahkan bisa memunculkan sebuah ancaman," tukasnya.
Baca Juga
Capability missmatch muncul ketika ada perbedaan hal yang terjadi di luar dengan apa yang terjadi di dalam. Adapun salah satu solusi dari gap itu adalah merekrut pihak ketiga, semisal konsultan. Ketika gap-nya tertutup, maka nilai bisnis menjadi baik.
"Cara menutupi capability missmatch adalah dengan berpikir strategis. Untuk menutup gap yang ada, diperlukan kesadaran dan tanggup jawab institusi,” tegasnya.
Lebih lanjut Firsan menambahkan, jika tidak ingin masuk ke situasi krisis, maka risk management harus dilakukan. “Kalau kita abai dengan risk management, kita akan masuk ke tahap awal krisis,” ujarnya.
"Krisis yang baik adalah krisis yang bisa dilewati. Dalam krisis, orang bisa dikatakan cerdas apabila dia bisa menerima krisis dan langsung bangkit dari krisisnya," pungkasnya.
(ind)