Uni Eropa Kesulitan Menyita Aset Rusia Senilai Rp5,2 Kuadriliun

Selasa, 28 Maret 2023 - 11:23 WIB
loading...
Uni Eropa Kesulitan...
Uni Eropa (UE) mengakui tidak mudah menyita aset Rusia senilai USD350 miliar yang setara Rp5,2 kuadriliun yang tersebar setelah perang Rusia Ukraina pecah. Foto/Dok
A A A
BRUSSELS - Uni Eropa (UE) mengakui tidak mudah menyita aset Rusia yang tersebar setelah perang Rusia Ukraina pecah pada Februari 2022, lalu. Hal ini disampaikan oleh kepala gugus tugas UE kepada AFP, yang memprioritaskan aset Rusia senilai USD350 miliar yang setara Rp5,2 kuadriliun atau tepatnya Rp5.259 triliun (Kurs Rp15,027 per USD).



"Tidak ada yang sederhana" ketika datang aset dalam jumlah besar untuk dialihkan membayar rekonstruksi Ukraina, seperti disampaikan diplomat karir Swedia, Anders Ahnlid dalam sebuah wawancara di Stockholm.

"Tetapi Eropa berencana untuk menjadi lebih inovatif," katanya.



Dari kapal pesiar oligarki hingga cadangan devisa bank sentral Rusia, ada segunung kekayaan yang bisa dimiliki, tetapi merebutnya dengan cara hukum lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

"Menjadi tantangan untuk menemukan jalur hukum yang dapat diterima," kata Ahnlid, seminggu setelah pertemuan pertama kelompok kerja UE.

Banyak warga Rusia yang menjadi sasaran sanksi telah menggugat mereka di pengadilan. Contoh salah satu kasus yang terkenal yakni, Pengadilan Umum Uni Eropa pada awal Maret mengeluarkan perintah sementara yang menangguhkan sebagian sanksi terhadap pembalap Formula Satu Rusia, Nikita Mazepin.

Dia adalah putra pemilik dan kepala eksekutif produsen produk kimia Uralchem. "Ini hanya menunjukkan bahwa Uni Eropa merupakan persatuan yang dibangun di atas supremasi hukum," kata Ahnlid.

No Timeline

Ini adalah pertama kalinya UE berencana untuk tidak hanya membekukan aset tetapi juga menyitanya dan mendistribusikan kembali modal -atau setidaknya bunganya. "Preseden yang jarang terjadi bahkan di tingkat global, selain dari aset Irak yang disita oleh Amerika Serikat pada akhir rezim Saddam Hussein," kata Ahnlid.

Ditunjuk bulan lalu, Ahnlid belum mengetahui kapan Kyiv bisa melihat cek pertamanya yang dibuat dari dana Rusia. "Mudah-mudahan, kami dapat mencapai hasil selama kepresidenan (Uni Eropa) Swedia" yang berakhir pada Juni," katanya.

"Tapi ini masalah yang rumit. Akan ada aspek jangka pendek dan jangka panjang dari apa yang kami lakukan," bebernya.

Ahnlid sebagai direktur jenderal Dewan Perdagangan Nasional Swedia, memang memiliki pengalaman di bidang ini. Dia sebelumnya bekerja untuk paket sanksi yang dijatuhkan pada Moskow setelah aneksasi Krimea pada 2014.

Gugus tugas harus "sedikit inovatif untuk bergerak maju," katanya.

Pakar hukum membuat perbedaan antara aset pribadi yang dibekukan oleh pemerintah Barat -kapal pesiar oligarki, misalnya - dan properti negara, seperti cadangan mata uang asing bank sentral Rusia.

Aset negara biasanya lebih besar -cadangan mata uang asing Rusia saja berjumlah hampir USD300 miliar yang jika dirupiahkan menjadi Rp4.508 triliun, menurut UE - dan lebih mudah disita secara legal.

Agresor Harus Membayar

Dalam kasus aset pribadi, perlindungan hukum berarti negara-negara Barat dapat menyitanya secara permanen hanya dalam kondisi tertentu yang sangat terbatas -- biasanya ketika mereka dapat dibuktikan sebagai hasil kejahatan.

Di Amerika Serikat, Kongres telah mengelar dengar pendapat tentang cara-cara di mana hukum AS dapat diubah untuk memungkinkan penyitaan permanen, meskipun pemerintahan Presiden Joe Biden telah secara terbuka berhati-hati tentang gagasan tersebut.

Salah satu opsinya, Ahnlid menjelaskan, dengan tidak menyita aset secara permanen dan hanya menyita pendapatan atau bunga atas modal tersebut.

Satuan tugas Uni Eropa sementara itu, masih berusaha mengidentifikasi aset Rusia dan berharap dapat membuat kemajuan terkait hal itu pada bulan Mei. "Aset mana yang kita bicarakan dan di mana mereka? Gambaran itu belum sejelas yang seharusnya," kata Ahnlid.

Sementara itu aset pribadi sering dilindungi oleh perusahaan tiruan, membuatnya lebih sulit untuk disita. Namun terlepas dari kesulitannya, Ahnlid mengatakan "wajar jika agresor ini harus membayar dan menebus kehancuran brutal Ukraina yang sedang terjadi."
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1039 seconds (0.1#10.140)