Elon Musk Sebut Jerman Buat Kesalahan Berbahaya Usai Tutup 3 Pembangkit Tenaga Nuklir

Kamis, 20 April 2023 - 05:57 WIB
loading...
Elon Musk Sebut Jerman Buat Kesalahan Berbahaya Usai Tutup 3 Pembangkit Tenaga Nuklir
Elon Musk mengomentari keputusan Jerman yang mengucapkan selamat tinggal kepada tiga reaktor nuklir terakhirnya pada 15 April 2023, lalu yang menurutnya sebagai kegilaan total dan sangat berbahaya. Foto/Dok
A A A
BERLIN - Miliarder dan CEO Tesla (TSLA), Elon Musk mengomentari keputusan Jerman yang mengucapkan selamat tinggal kepada tiga reaktor nuklir terakhirnya pada 15 April 2023, lalu. Hal itu merupakan puncak dari janji lama Jerman yang kontroversial.



Elon Musk dikenal memang sering menyoroti isu-isu yang memiliki dampak besar pada dunia, salah satunya adalah pemanasan global. Tidak seperti aktivis lingkungan, yang menstigmatisasi para pendukung bahan bakar fosil, Musk percaya bahwa kuncinya adalah meyakinkan dengan menunjukkan kepada mereka bahwa ekonomi energi berkelanjutan bisa diwujudkan.



Memakai logika tersebut, miliarder teknologi itu baru saja mengkritik akhir dari tenaga nuklir di Jerman. Baginya keluar dari atom adalah kesalahan monumental, terutama bagi negara yang tidak memiliki kemandirian energi.

Jerman mengakhiri 10 tahun penundaan pada 15 April, dengan menutup pembangkit listrik tenaga nuklir Isar 2, Neckarwestheim dan Emsland dari jaringan listrik negara itu. Keputusan itu menandai berakhirnya sebuah era, karena ini adalah pembangkit listrik tenaga nuklir yang tersisa di negara itu yang beroperasi.

Kegilaan Total

"Waktunya tidak bisa lebih buruk," tulis Musk mengecam dalam sebuah tweet-nya pada 15 April, lalu. Perusahaan Tesla-nya diketahui memiliki pabrik di dekat Berlin. Postingannya sebagai tanggapan atas wawancara Musk sebelumnya yang diposting oleh pengguna Twitter.

Dalam wawancara setahun lalu kepada Mathias Döpfner, CEO Axel Springer, miliarder itu telah melangkah lebih jauh. "Jerman seharusnya tidak hanya tidak menutup pembangkit listrik tenaga nuklir, tetapi juga harus membuka kembali pembangkit listrik yang ditutup," katanya kepada eksekutif media.

"Ini gila menutup pembangkit listrik tenaga nuklir. Tolong jangan menutup pembangkit listrik tenaga nuklir, dan tolong buka kembali yang telah ditutup."

Dia menyebut keputusan Jerman "kegilaan total," karena "ini adalah risiko keamanan nasional."

"Dengarkan. Waktu bermain sudah berakhir. Oke? Jelas, waktu bermain sudah berakhir. Ini adalah risiko keamanan nasional untuk menutup hal-hal ini ... Saya kira masyarakat perlu paham, PLTU batu bara karena emisinya, menyebabkan sejumlah kematian setiap tahun, jauh lebih berbahaya dibandingkan PLTN," tegasnya.

Jerman sebagai penghasil CO2 terbesar di Uni Eropa, saat ini masih sangat bergantung pada batubara. Pada tahun 2022, tiga reaktor nuklir terakhir menyediakan 6% dari energi yang diproduksi di negara ini, dibandingkan dengan 33% untuk batu bara, yang bahkan meningkat 8% tahun lalu karena krisis gas.

Gas Rusia

Awalnya penutupan tiga pembangkit listrik tenaga nuklir direncanakan pada 31 Desember 2022, namun dikesampingkan karena adanya krisis energi terkait dengan perang di Ukraina dan kekurangan gas Rusia.

Konsensus tentang masalah energi yang telah berlaku di Jerman selama 10 tahun terakhir adalah bahwa gas Rusia yang murah, lebih sedikit polusi daripada batu bara, dan yang pasokannya dianggap sangat aman, adalah cara ideal untuk mendukung transisi ke energi terbarukan.

Keputusan ini dilatarbelakangi setelah terjadinya bencana Fukushima di Jepang pada tahun 2011. Jerman akhirnya telah memutuskan untuk menghapus tenaga nuklir. Angela Merkel, kanselir pada saat itu telah menetapkan kapan harus keluar.

Tetapi ketika Presiden Rusia Vladimir Putin memutuskan tahun lalu untuk secara signifikan mengurangi pengiriman gas Rusia ke Eropa menyusul sanksi Uni Eropa. Jerman, seperti banyak negara Eropa, mendapati dirinya dalam posisi yang sangat buruk. Harga listrik telah meningkat tajam dan langkah-langkah penjatahan energi telah diberlakukan.

Ekonomi terbesar di Eropa tersebut sangat bergantung pada Rusia untuk hampir setengah dari pasokan gasnya. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa perang gas ini telah menimbulkan pertanyaan tentang kemandirian energi Jerman, yang merupakan rumah bagi perusahaan multinasional seperti Mercedes-Benz, Volkswagen dan Siemens.

Banyak pendukung anti-nuklir berubah pikiran ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa lagi mengandalkan gas Rusia untuk meninggalkan nuklir dan mempromosikan energi terbarukan.

Menurut survei terbaru dari saluran TV ARD, 59% dari mereka yang ditanyai percaya bahwa dalam konteks ini, menutup pembangkit listrik tenaga nuklir bukanlah ide yang baik.

Dalam pernyataan bersama pada 13 April, para menteri Lingkungan Hidup dan Ekonomi mengatakan bahwa ketersediaan pasokan energi di Jerman tetap "terjamin,". Mereka juga menambahkan bahwa reservoir gas negara itu 64,5% penuh, berkat impor besar-besaran gas alam cair (LNG).

Jerman telah mengambil keputusan menghadapi tantangan, menyusul keputusan melepaskan diri dari bahan bakar fosil, menetapkan tujuan untuk menutupi 80% kebutuhan listriknya dengan energi terbarukan pada tahun 2030. Ini juga bermaksud untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2045. Tetapi, tanpa tenaga nuklir, apakah tujuan ini mungkin? beberapa ahli mempertanyakannya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1234 seconds (0.1#10.140)