Atasi Dampak Pandemi, Realisasi Investasi Langsung Perlu Digenjot

Rabu, 29 April 2020 - 07:42 WIB
loading...
Atasi Dampak Pandemi, Realisasi Investasi Langsung Perlu Digenjot
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Realisasi investasi sepanjang tahun ini diperkirakan tidak mencapai target akibat pandemi Covid-19. Pemerintah tidak boleh berpangku tangan menghadapi potensi penurunan realisasi investasi. Realisasi investasi langsung dinilai semakin mendesak sebagai salah satu solusi mengembalikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke jalurnya usai pandemi Covid-19 berakhir nanti.

Peneliti Senior Indef Enny Sri Hartati mengatakan, realisasi investasi menjadi semakin mendesak saat ini karena diharapkan dapat menjadi solusi atas peliknya dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan jutaan buruh terkena pemutusan hubungan kerja. “Kalau tidak ada investasi, mereka akan bekerja di mana?,” ungkap Enny di Jakarta baru-baru ini.

Menurut Enny, pemerintah harus jeli memanfaatkan momentum rencana sejumlah negara merelokasi investasinya keluar dari China ke negara-negara ASEAN akibat pandemi Covid-19. Kemunculan pandemi ini telah menyadarkan banyak pihak akan tingginya risiko bila menempatkan investasi terpusat di satu negara saja.

Meskipun sebagian pihak berpendapat rantai pasokan global menjadi lebih efisien, menempatkan investasi di satu negara akan mengakibatkan ketergantungan yang luar biasa. “Itu sebabnya, Jepang sudah memutuskan akan merelokasi investasi beberapa industri di China,” tambah Enny.

Relokasi investasi, lanjut dia, akan menjadi kecenderungan global. Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia agar tidak kehilangan momentum. Terlebih, dalam dua tahun terakhir, penanaman modal asing terus tumbuh negatif.

Rantai pasokan global yang terpusat di China dalam beberapa tahun terakhir telah mengakibatkan industri manufaktur kita terseok-seok karena kalah bersaing. Tak heran, investasi di sektor manufaktur dalam beberapa tahun terakhir sangat minim. Padahal, investasi di industri pengolahan sangat besar manfaatnya bagi perekonomian.

Selain menciptakan berbagai produk substitusi impor, sektor manufaktur sangat besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja. “Investasi di sektor manufaktur inilah yang selama ini diabaikan, padahal sangat dibutuhkan bagi perekonomian,” kata Enny.

Enny juga menyampaikan, selama ini komitmen investasi sebetulnya terus berdatangan. Namun, komitmen investasi tidak serta merta terealisasi karena kerap menghadapi berbagai hambatan, seperti tidak adanya kepastian berusaha dan kurang memadainya infrastruktur penunjang.

Oleh karena itu, pemerintah selayaknya harus bisa memberikan kepastian usaha terhadap investor melalui regulasi yang mendukung. Menurut Enny, investor selalu menginginkan kepastian secara terperinci sejak awal. Pemerintah juga perlu melakukan pendekatan kepada investor untuk mengetahui kebutuhan mereka. Pendekatan seperti itu akan jauh lebih efektif untuk mencapai titik temu.

Selain soal kepastian berusaha, persoalan lain yang menjadi kekhawatiran investor adalah infrastruktur. “Pemerintah harus menyiapkan infrastruktur yang memadai, seperti kawasan industri yang mampu menekan harga energi dan menyediakan konektivitas logistik yang efisien,” ujar Enny.

Seperti diketahui, sepanjang tiga bulan pertama tahun ini realisasi investasi di Indonesia dinyatakan masih tumbuh positif. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sebesar Rp210,7 triliun sepanjang kuartal I/2020 bersumber dari penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Jumlah tersebut setara dengan 23,8% dari total target investasi pada 2020 sebesar Rp886,1 triliun.

Meskipun realisasi investasi pada kuartal I/2020 terbilang bagus, Ketua BKPM Bahlil Lahadalia memperkirakan hasil yang sama akan sulit tercapai pada kuartal kedua dikarenakan dampak dari pandemi Covid-19 sehingga akan memengaruhi target investasi hingga akhir tahun. (Rakhmat Baihaqi)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1454 seconds (0.1#10.140)