Ekonom Kritisi Anggaran Mobil Listrik PNS yang Nyaris Rp1 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggaran untuk pengadaan mobil listrik sebesar Rp966,8 juta atau nyaris Rp1 miliar per Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi sorotan. Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, pun mengkritisi hal ini.
"Apakah pantas misalnya kondisi ekonomi sedang begini kemudian budget platform untuk pembelian kendaraan listrik dinas itu sampai mendekati Rp1 Miliar?" tukasnya dalam acara Market Review, Selasa (23/5/2023).
Menurut dia, kendati Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa anggaran tersebut tidak serta merta langsung dialokasikan untuk pembelian mobil dinas listrik, namun dengan alokasi dana sebesar itu maka pengadaan barang juga akan memakan biaya yang tidak sedikit.
"Efeknya apa? Efeknya justru akan terjadi pembengkakan anggaran di pusat dan daerah, plus apakah mobil itu akan digunakan untuk perjalanan dinas ke luar kota karena ketersediaan daya pengisian listriknya juga belum tersedia," ujarnya.
Bhima juga berpendapat, jika memang rencana itu diimplementasikan maka akan adanya penumpukan kendaraan dinas instansi yang sejatinya tidak perlu.
"Terus gimana dengan kendaraan dinas yang ada itu akan menjadi penumpukan kendaraan instansi yang sebenarnya tidak perlu. Jadi, banyak yang harus di-review kembali," tandasnya.
Untuk diketahui, ketentuan terkait pembelian mobil dinas listrik ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024.
Anggaran kendaraan listrik berbasis baterai dibagi untuk empat kategori, yakni Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, kendaraan operasional kantor, hingga kendaraan roda dua.
Pejabat Eselon I mendapatkan alokasi dana kendaraan listrik berbasis baterai paling besar, yakni sebesar Rp966,8 juta. Kemudian, pejabat Eselon II mendapatkan alokasi sebesar Rp746,11 juta. Sementara kendaraan operasional kantor sebesar Rp430 juta dan kendaraan roda dua sebesar Rp28 juta.
"Khusus untuk pengadaan kendaraan dinas yang berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) belum termasuk biaya pengiriman dan pemasangan instalasi pengisian daya," jelas beleid PMK 49/2023.
"Apakah pantas misalnya kondisi ekonomi sedang begini kemudian budget platform untuk pembelian kendaraan listrik dinas itu sampai mendekati Rp1 Miliar?" tukasnya dalam acara Market Review, Selasa (23/5/2023).
Menurut dia, kendati Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa anggaran tersebut tidak serta merta langsung dialokasikan untuk pembelian mobil dinas listrik, namun dengan alokasi dana sebesar itu maka pengadaan barang juga akan memakan biaya yang tidak sedikit.
"Efeknya apa? Efeknya justru akan terjadi pembengkakan anggaran di pusat dan daerah, plus apakah mobil itu akan digunakan untuk perjalanan dinas ke luar kota karena ketersediaan daya pengisian listriknya juga belum tersedia," ujarnya.
Bhima juga berpendapat, jika memang rencana itu diimplementasikan maka akan adanya penumpukan kendaraan dinas instansi yang sejatinya tidak perlu.
"Terus gimana dengan kendaraan dinas yang ada itu akan menjadi penumpukan kendaraan instansi yang sebenarnya tidak perlu. Jadi, banyak yang harus di-review kembali," tandasnya.
Untuk diketahui, ketentuan terkait pembelian mobil dinas listrik ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024.
Anggaran kendaraan listrik berbasis baterai dibagi untuk empat kategori, yakni Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II, kendaraan operasional kantor, hingga kendaraan roda dua.
Pejabat Eselon I mendapatkan alokasi dana kendaraan listrik berbasis baterai paling besar, yakni sebesar Rp966,8 juta. Kemudian, pejabat Eselon II mendapatkan alokasi sebesar Rp746,11 juta. Sementara kendaraan operasional kantor sebesar Rp430 juta dan kendaraan roda dua sebesar Rp28 juta.
"Khusus untuk pengadaan kendaraan dinas yang berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) belum termasuk biaya pengiriman dan pemasangan instalasi pengisian daya," jelas beleid PMK 49/2023.
(ind)