Terdampak Perang Rusia-Ukraina, Ekonomi Terbesar Eropa Masuki Resesi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perekonomian Jerman memasuki resesi teknis pada kuartal pertama tahun ini seiring mengetatnya pengeluaran rumah tangga. Ekonomi terbesar Eropa itu berada di bawah tekanan yang signifikan, terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina dan keputusan selanjutnya dari para pemimpin Eropa untuk memutuskan hubungan dengan Moskow.
Data dari kantor statistik Jerman menunjukkan revisi ke bawah terhadap produk domestik bruto (PDB) dari nol menjadi -0,3% untuk tiga bulan pertama tahun ini. Ini terjadi setelah Jerman sebelumnya mencatat kontraksi 0,5% pada kuartal terakhir tahun 2022. Pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut itu memastikan terjadinya resesi teknis.
Menurut kantor statistik, rumah tangga Jerman menghabiskan jauh lebih sedikit pada kuartal pertama, dengan pengeluaran konsumsi akhir turun 1,2% selama periode tersebut, karena konsumen enggan membelanjakan uangnya untuk membeli pakaian, perabotan, mobil, dan sebagainya.
"Jerman memang jatuh ke dalam resesi pada akhir tahun lalu, karena guncangan harga energi membebani pengeluaran konsumen," kata Kepala Ekonom Zona Euro di Pantheon Macroeconomics, Claus Vistesen, dalam catatan kepada klien seperti dikutip CNBC, Kamis (25/5/2023).
Dia menambahkan bahwa PDB Jerman tidak mungkin terus turun di kuartal mendatang. Akan tetapi, kata dia, pihaknya juga tidak melihat pemulihan yang kuat. Ekonom senior Eropa di Capital Economics Franziska Palmas mengatakan, pihaknya memperkirakan pelemahan lebih lanjut dari sini.
"Perkembangan ekonomi terkini terjadi dengan latar belakang inflasi tinggi dan suku bunga tinggi di seluruh kawasan. Bank Sentral Eropa diperkirakan akan menaikkan suku bunga lagi pada pertemuan berikutnya pada 15 Juni," katanya.
Bank sentral telah menaikkan suku bunga sebesar 375 basis poin sejak Juli. Gubernur Bank Sentral Jerman Joachim Nagel mengatakan awal pekan ini bahwa ECB merencanakan "beberapa" kenaikan suku bunga lagi.
"Suku bunga yang lebih tinggi akan terus membebani konsumsi dan investasi dan ekspor mungkin juga menderita di tengah kelemahan ekonomi di pasar negara maju lainnya. Perkiraan kami adalah kontraksi lebih lanjut di kuartal ketiga dan keempat," tambah Palmas dari Capital Economics.
Data dari kantor statistik Jerman menunjukkan revisi ke bawah terhadap produk domestik bruto (PDB) dari nol menjadi -0,3% untuk tiga bulan pertama tahun ini. Ini terjadi setelah Jerman sebelumnya mencatat kontraksi 0,5% pada kuartal terakhir tahun 2022. Pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut itu memastikan terjadinya resesi teknis.
Menurut kantor statistik, rumah tangga Jerman menghabiskan jauh lebih sedikit pada kuartal pertama, dengan pengeluaran konsumsi akhir turun 1,2% selama periode tersebut, karena konsumen enggan membelanjakan uangnya untuk membeli pakaian, perabotan, mobil, dan sebagainya.
"Jerman memang jatuh ke dalam resesi pada akhir tahun lalu, karena guncangan harga energi membebani pengeluaran konsumen," kata Kepala Ekonom Zona Euro di Pantheon Macroeconomics, Claus Vistesen, dalam catatan kepada klien seperti dikutip CNBC, Kamis (25/5/2023).
Dia menambahkan bahwa PDB Jerman tidak mungkin terus turun di kuartal mendatang. Akan tetapi, kata dia, pihaknya juga tidak melihat pemulihan yang kuat. Ekonom senior Eropa di Capital Economics Franziska Palmas mengatakan, pihaknya memperkirakan pelemahan lebih lanjut dari sini.
"Perkembangan ekonomi terkini terjadi dengan latar belakang inflasi tinggi dan suku bunga tinggi di seluruh kawasan. Bank Sentral Eropa diperkirakan akan menaikkan suku bunga lagi pada pertemuan berikutnya pada 15 Juni," katanya.
Bank sentral telah menaikkan suku bunga sebesar 375 basis poin sejak Juli. Gubernur Bank Sentral Jerman Joachim Nagel mengatakan awal pekan ini bahwa ECB merencanakan "beberapa" kenaikan suku bunga lagi.
"Suku bunga yang lebih tinggi akan terus membebani konsumsi dan investasi dan ekspor mungkin juga menderita di tengah kelemahan ekonomi di pasar negara maju lainnya. Perkiraan kami adalah kontraksi lebih lanjut di kuartal ketiga dan keempat," tambah Palmas dari Capital Economics.
(fjo)