Industri Hasil Tembakau Warisan Nasional, Tolong Jangan Dimatikan
loading...
A
A
A
Kebijakan tersebut hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar asing. Padahal kewajiban pemerintah melindungi semua industri rokok baik sekala menengah, kecil termasuk para petani tembakau.
(Baca Juga: Dukung Kesejahteraan Petani Tembakau, Pemerintah Diminta Dorong Kemitraan )
“Dengan kebijakan 10 layer (penarikan cukai rokok) seperti saat ini saya kira itu sudah baik karena dinilai mampu mewadahi berbagai kelas pabrikan rokok dari yang besar, menengah dan kecil,“ ungkap anggota Komisi IV Fraksi PKB DPR RI Lulu Nur Hamida.
Sambung Ketua Bidang Luar Negeri Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB periode 2019-2024 ini memaparkan, berdasarkan hasil analisis pihaknya, kebijakan menerapkan simplifikasi dan kenaikan cukai rokok akan berdampak pada beberapa hal. Pertama pabrikan kecil tidak akan mampu bertahan apabila berhadapan dengan pabrikan besar secara langsung atau head to head.
“Dampak serius lainnya adalah pabrikan kretek yang merupakan produk yang sangat besar dan khas dari Indonesia, warisan nusantara, yang tinggal satu satunya, tidak akan mampu untuk bertahan,” tambah Lulu Nur Hamidah.
Diterangkan juga oleh Lulu Nur Hamdiah, saat ini ada sekitar 487 pabrikan rokok. 98% dari jumlah tersebut merupakan pabrikan menengah kecil. Jika simplifikasi ini diterapkan, dia yakin banyak pabrikan rokok kecil dan menengah akan gulung tikar. Sementara jutaan tenaga kerjanya akan kehilangan mata pencaharian.
Apabila PMK No. 077/02/2020 jadi diterapkan, otomatis serapan bahan baku yang dihasilkan para petani tembakau akan berkurang hingga 30%. Disamping itu, harga jual tembakau dari petani juga akan turun. Hal ini akan berpengaruh langsung terhadap tingkat kesejahteraan petani tembakau.
“ PMK No. 077/02/2020 ini akan menggerus dan bahkan membuat pabrikan rokok menengah kecil ini berguguran. Jutaan tenaga kerja atau buruh industri rokok khsususnya dari kalangan wanita akan kehilangan mata pencaharan. Jadi hal ini nanti akan menciptakan cycle atau lingkaran penderitaan yang berlapis lapis. Kenapa model simplifikasi cukai rokok colonial mau diterapkan?“ tanya Anggota Komisi IV DPR RI ini.
Dipaparkan anggota Komisi IV dari FPKB DPR RI ini, cukai rokok sudah dinaikan sebanyak 23 persen pada akhir tahun 2019 dan diberlakukan tahun 2020. Apabila tahun 2021 dinaikan kembali akan sangat memberatkan pelaku pabrikan menengah kecil serta petani tembakau lokal, saat semua sektor dan semua pelaku ekonomi sedang berjuang menghadapi resesi ekonomi akibat wabah Covid 19.
“ Kami dari komisi IV DPR RI dan Fraksi PKB akan segera mengambil tindakan untuk melakukan langkah langkah apa saja yang diperlukan untuk membatalkan PMK No. 77/02/2020 tersebut, “ Tegas Alumni Program Pasca Sarjana Sosiologi FISIP UI ini.
(Baca Juga: Dukung Kesejahteraan Petani Tembakau, Pemerintah Diminta Dorong Kemitraan )
“Dengan kebijakan 10 layer (penarikan cukai rokok) seperti saat ini saya kira itu sudah baik karena dinilai mampu mewadahi berbagai kelas pabrikan rokok dari yang besar, menengah dan kecil,“ ungkap anggota Komisi IV Fraksi PKB DPR RI Lulu Nur Hamida.
Sambung Ketua Bidang Luar Negeri Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB periode 2019-2024 ini memaparkan, berdasarkan hasil analisis pihaknya, kebijakan menerapkan simplifikasi dan kenaikan cukai rokok akan berdampak pada beberapa hal. Pertama pabrikan kecil tidak akan mampu bertahan apabila berhadapan dengan pabrikan besar secara langsung atau head to head.
“Dampak serius lainnya adalah pabrikan kretek yang merupakan produk yang sangat besar dan khas dari Indonesia, warisan nusantara, yang tinggal satu satunya, tidak akan mampu untuk bertahan,” tambah Lulu Nur Hamidah.
Diterangkan juga oleh Lulu Nur Hamdiah, saat ini ada sekitar 487 pabrikan rokok. 98% dari jumlah tersebut merupakan pabrikan menengah kecil. Jika simplifikasi ini diterapkan, dia yakin banyak pabrikan rokok kecil dan menengah akan gulung tikar. Sementara jutaan tenaga kerjanya akan kehilangan mata pencaharian.
Apabila PMK No. 077/02/2020 jadi diterapkan, otomatis serapan bahan baku yang dihasilkan para petani tembakau akan berkurang hingga 30%. Disamping itu, harga jual tembakau dari petani juga akan turun. Hal ini akan berpengaruh langsung terhadap tingkat kesejahteraan petani tembakau.
“ PMK No. 077/02/2020 ini akan menggerus dan bahkan membuat pabrikan rokok menengah kecil ini berguguran. Jutaan tenaga kerja atau buruh industri rokok khsususnya dari kalangan wanita akan kehilangan mata pencaharan. Jadi hal ini nanti akan menciptakan cycle atau lingkaran penderitaan yang berlapis lapis. Kenapa model simplifikasi cukai rokok colonial mau diterapkan?“ tanya Anggota Komisi IV DPR RI ini.
Dipaparkan anggota Komisi IV dari FPKB DPR RI ini, cukai rokok sudah dinaikan sebanyak 23 persen pada akhir tahun 2019 dan diberlakukan tahun 2020. Apabila tahun 2021 dinaikan kembali akan sangat memberatkan pelaku pabrikan menengah kecil serta petani tembakau lokal, saat semua sektor dan semua pelaku ekonomi sedang berjuang menghadapi resesi ekonomi akibat wabah Covid 19.
“ Kami dari komisi IV DPR RI dan Fraksi PKB akan segera mengambil tindakan untuk melakukan langkah langkah apa saja yang diperlukan untuk membatalkan PMK No. 77/02/2020 tersebut, “ Tegas Alumni Program Pasca Sarjana Sosiologi FISIP UI ini.