Jalani Fit and Proper Test, Calon Anggota BPK Singgung Soal Temuan Rp18,73 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) RI, Slamet Edy Purnomo, menjalani fit and proper test yang digelar oleh Komisi XI DPR pada pagi ini (31/5/2023). Dalam paparannya dia menyoroti permasalahan governance yang ada di lembaga auditor negara itu.
Berdasarkan hasil laporan pemeriksaan hingga semester I-2022 tercatat masih tingginya persentase rekomendasi temuan laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang belum sepenuhnya ditindaklanjuti oleh auditee, baik di kantor pusat maupun di pemerintah daerah, dengan posisi terakhir mencapai 52,82%.
"Dari 771 LHP selama semester I-2022, disajikan adanya 9.158 temuan dan pengungkapan sebanyak 15.674 permasalahan dengan nilai ekonomi sebesar Rp18,73 triliun," ungkap Slamet di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Dilihat dari faktor penyebabnya, sebanyak 51,8% lebih karena ketidakpatuhan auditee, dalam hal ini adalah pemerintah daerah karena terkait dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ada 8.116 masalah dengan nilai ekonomi sekitar Rp17,3 triliun, dan sebagian besar adalah masalah yang berada di BUMN.
"Sebanyak 44,8% lebih karena kelemahan sistem pengendalian internal, sebanyak 7.020 masalah," sambung Slamet.
Permasalahan di atas, sebut dia, merupakan governance outcome yang tidak terlepas dari permasalahan governance structure dan governance process yang ada di BPK. Masih belum ada keleluasaan dalam mengelola anggaran SDM, BPK juga dianggap belum independen dari sisi anggaran dan pengelolaan SDM.
"Hal ini memengaruhi kualitas dan kuantitas dari pemeriksaan," kata Slamet.
Dia mengatakan, dukungan teknologi informasi (e-audit) dalam pemeriksaan belum berjalan optimal dan belum terdapat standardisasi data-data unstructured, sehingga kebanyakan proses pengolahan data masih berjalan manual. Kondisi itu berimbas pada integritas data yang digunakan dalam rangka identifikasi risiko dan permasalahan, menganalisa gejala-gejala atau indikasi awal dari root cause permasalahan, penetapan sampling, maupun alokasi waktu pemeriksaan dan waktu SDM.
"Selain itu, dari sisi governance process, proses perencanaan strategis dan operasional belum mempertimbangkan stakeholders, ditambah fungsi pengendalian pemeriksaan dan quality assurance belum optimal. Hal ini karena span of control yang semakin luas dengan SDM yang terbatas," jelasnya.
Berdasarkan hasil laporan pemeriksaan hingga semester I-2022 tercatat masih tingginya persentase rekomendasi temuan laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang belum sepenuhnya ditindaklanjuti oleh auditee, baik di kantor pusat maupun di pemerintah daerah, dengan posisi terakhir mencapai 52,82%.
"Dari 771 LHP selama semester I-2022, disajikan adanya 9.158 temuan dan pengungkapan sebanyak 15.674 permasalahan dengan nilai ekonomi sebesar Rp18,73 triliun," ungkap Slamet di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Dilihat dari faktor penyebabnya, sebanyak 51,8% lebih karena ketidakpatuhan auditee, dalam hal ini adalah pemerintah daerah karena terkait dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ada 8.116 masalah dengan nilai ekonomi sekitar Rp17,3 triliun, dan sebagian besar adalah masalah yang berada di BUMN.
"Sebanyak 44,8% lebih karena kelemahan sistem pengendalian internal, sebanyak 7.020 masalah," sambung Slamet.
Permasalahan di atas, sebut dia, merupakan governance outcome yang tidak terlepas dari permasalahan governance structure dan governance process yang ada di BPK. Masih belum ada keleluasaan dalam mengelola anggaran SDM, BPK juga dianggap belum independen dari sisi anggaran dan pengelolaan SDM.
"Hal ini memengaruhi kualitas dan kuantitas dari pemeriksaan," kata Slamet.
Dia mengatakan, dukungan teknologi informasi (e-audit) dalam pemeriksaan belum berjalan optimal dan belum terdapat standardisasi data-data unstructured, sehingga kebanyakan proses pengolahan data masih berjalan manual. Kondisi itu berimbas pada integritas data yang digunakan dalam rangka identifikasi risiko dan permasalahan, menganalisa gejala-gejala atau indikasi awal dari root cause permasalahan, penetapan sampling, maupun alokasi waktu pemeriksaan dan waktu SDM.
"Selain itu, dari sisi governance process, proses perencanaan strategis dan operasional belum mempertimbangkan stakeholders, ditambah fungsi pengendalian pemeriksaan dan quality assurance belum optimal. Hal ini karena span of control yang semakin luas dengan SDM yang terbatas," jelasnya.