10 Negara Ini Punya Rasio Utang Terbesar, No 1 Tak Terduga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Krisis utang menjadi ancaman serius yang sering dibicarakan, terlebih saat Pandemi Covid-19 melanda dunia pada 2020 lalu. Sejak saat itu utang negara terus bertambah sebagai kebutuhan menangani ancaman kondisi keuangan global dan penanganan Covid-19, setidaknya ada 10 negara dengan rasio utang terbesar terhadap PDB.
Utang global sempat meningkat ke rekor tertinggi USD300 triliun, menyiratkan leverage 349% pada Produk Domestik Bruto (PDB). Utang federal yang dipegang oleh publik telah meningkat sama agresifnya, dimana Congregational Budget Office (CBO) memperkirakan utang tersebut mencapai 118% dari PDB pada tahun 2033.
Mengurangi utang yang menggantung di tengah inflasi yang membengkak dan perlambatan pertumbuhan ekonomi akan sangat menyakitkan bagi perekonomian.
Sementara itu dolar AS (USD) tampil dengan gagah seiring kenaikan suku bunga, membuatnya semakin mahal untuk mengumpulkan uang dan membayar utang. Selama periode ini, belanja wajib dan kenaikan biaya akan terus melebihi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
Akibatnya, beberapa lusin ekonomi kemungkinan akan terdorong ke krisis, sementara banyak lagi yang sudah masuk di dalamnya. Penurunan ekonomi global yang didorong oleh pandemi global 2020, sebagian besar menjadi biang kerok yang harus disalahkan atas lonjakan utang pemerintah yang tinggi selama beberapa dekade.
Selain itu karena inflasi terus meningkat, harga impor makanan dan energi melonjak dan bencana alam menjadi lebih sering, utang akan terus menjerumuskan ekonomi lebih jauh ke dalam guncangan utang.
Negara Asia-Pasifik pertama yang gagal bayar adalah Sri Lanka untuk pertama kalinya pada tahun 2022. Menanggung beban utang luar negeri sebesar USD52 miliar per Desember 2022, para ekonom dan pemimpin di seluruh dunia mendesak pemberi pinjaman Sri Lanka untuk memberikan keringanan. Dana talangan sebesar USD2,9 miliar dinegosiasikan dengan IMF.
Lalu Negara Ukraina yang dilanda perang juga mengalami kesulitan utang yang parah, dan membutuhkan sekitar USD750 miliar untuk rekonstruksi. Negara lain yang menghadapi krisis adalah Pakistan. Utang luar negeri negara tersebut telah melonjak sebesar 38% karena inflasi yang tinggi, berkurangnya cadangan devisa, jatuhnya mata uang, dan krisis neraca pembayaran yang parah.
Pemerintah telah gagal mematuhi persyaratan IMF terkait dengan jaminan pembiayaan eksternal, oleh karena itu konsensus dengan IMF mengenai paket bailout belum tercapai. Sementara itu, negara-negara miskin dalam kesulitan utang juga termasuk Republik Kongo, Malawi, Grenada, Zimbabwe, dan Zambia. Namun negara-negara lain, seperti Afghanistan, Ethiopia, Dominika, Ghana, dan lain-lain juga berisiko tinggi mengalami hal serupa.
Utang global sempat meningkat ke rekor tertinggi USD300 triliun, menyiratkan leverage 349% pada Produk Domestik Bruto (PDB). Utang federal yang dipegang oleh publik telah meningkat sama agresifnya, dimana Congregational Budget Office (CBO) memperkirakan utang tersebut mencapai 118% dari PDB pada tahun 2033.
Mengurangi utang yang menggantung di tengah inflasi yang membengkak dan perlambatan pertumbuhan ekonomi akan sangat menyakitkan bagi perekonomian.
Sementara itu dolar AS (USD) tampil dengan gagah seiring kenaikan suku bunga, membuatnya semakin mahal untuk mengumpulkan uang dan membayar utang. Selama periode ini, belanja wajib dan kenaikan biaya akan terus melebihi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
Akibatnya, beberapa lusin ekonomi kemungkinan akan terdorong ke krisis, sementara banyak lagi yang sudah masuk di dalamnya. Penurunan ekonomi global yang didorong oleh pandemi global 2020, sebagian besar menjadi biang kerok yang harus disalahkan atas lonjakan utang pemerintah yang tinggi selama beberapa dekade.
Selain itu karena inflasi terus meningkat, harga impor makanan dan energi melonjak dan bencana alam menjadi lebih sering, utang akan terus menjerumuskan ekonomi lebih jauh ke dalam guncangan utang.
Negara Asia-Pasifik pertama yang gagal bayar adalah Sri Lanka untuk pertama kalinya pada tahun 2022. Menanggung beban utang luar negeri sebesar USD52 miliar per Desember 2022, para ekonom dan pemimpin di seluruh dunia mendesak pemberi pinjaman Sri Lanka untuk memberikan keringanan. Dana talangan sebesar USD2,9 miliar dinegosiasikan dengan IMF.
Lalu Negara Ukraina yang dilanda perang juga mengalami kesulitan utang yang parah, dan membutuhkan sekitar USD750 miliar untuk rekonstruksi. Negara lain yang menghadapi krisis adalah Pakistan. Utang luar negeri negara tersebut telah melonjak sebesar 38% karena inflasi yang tinggi, berkurangnya cadangan devisa, jatuhnya mata uang, dan krisis neraca pembayaran yang parah.
Pemerintah telah gagal mematuhi persyaratan IMF terkait dengan jaminan pembiayaan eksternal, oleh karena itu konsensus dengan IMF mengenai paket bailout belum tercapai. Sementara itu, negara-negara miskin dalam kesulitan utang juga termasuk Republik Kongo, Malawi, Grenada, Zimbabwe, dan Zambia. Namun negara-negara lain, seperti Afghanistan, Ethiopia, Dominika, Ghana, dan lain-lain juga berisiko tinggi mengalami hal serupa.