Jebakan Utang China: Penjarahan Aset Negara Miskin, Bahayakan Keamanan AS

Kamis, 01 Juni 2023 - 12:36 WIB
loading...
Jebakan Utang China: Penjarahan Aset Negara Miskin, Bahayakan Keamanan AS
Jebakan utang China merampas aset negara miskin dan membahayakan keamanan AS. FOTO/Reuters
A A A
JAKARTA - Pinjaman China dengan persyaratan rahasia dan tak kenal ampun bisa melumpuhkan banyak negara miskin dan berkembang yang implikasinya bisa mengancam keamanan Amerika Serikat (AS).

"Strategi Partai Komunis China untuk memperluas pengaruhnya di seluruh Pasifik adalah dengan memaksa dan membuat kesepakatan," ujar Joel Rubin, pejabat senior Departemen Luar Negeri Administrasi Pemerintahan Obama, seperti dikutip Fox News, Kamis (1/6/2023).

"China menargetkan negara-negara yang memiliki kepentingan strategis untuk angkatan laut khususnya pangkalan," sambungnya.



Komentar Rubin muncul ketika kekhawatiran tumbuh atas dampak pinjaman China ke negara-negara berkembang, terutama di lokasi di mana China telah memanfaatkan posisinya untuk mengambil alih pelabuhan dan sumber daya alam negara berkembang.

Fortune melaporkan sejumlah negara mengalami ketidakstabilan ekonomi atau keruntuhan di bawah beban pinjaman yang mereka terima dari China, termasuk Pakistan, Kenya, Zambia, Laos dan Mongolia.

Negara-negara tersebut jebakan utang China telah merenggut lebih besar dari penerimaan pajak sehingga memaksa negara negara tersebut mengambil pilihan sulit. Lebih buruk lagi, negara-negara yang berhutang ke China seringkali tidak dapat meminta keringanan dari pemberi pinjaman lain sebagai akibat dari persyaratan rahasia atas pinjaman mereka dengan China.

Hasilnya adalah apa yang oleh banyak analis disebut sebagai perangkap utang China, dengan beberapa teori bahwa persyaratan pinjaman hampir tidak mungkin untuk dilunasi sehingga memaksa negara-negara untuk menyerahkan aset strategis di bawah kendali China.

Mungkin contoh paling terkenal dari jebakan utang China adalah Pelabuhan Internasional Hambantota di Sri Lanka. Dibuka pada tahun 2010, 70% saham kendali pelabuhan akhirnya dijual ke perusahaan China China Merchants Port untuk melunasi utang negara yang tidak terkait dengan pembangunan atau pengoperasian pelabuhan.

Sebagai bagian dari kesepakatan, sewa 99 tahun ditandatangani yang memberikan kendali atas pelabuhan ke China meskipun ada keberatan dari mereka yang merasa kesepakatan itu mengikis kedaulatan Sri Lanka.

Kesepakatan itu datang hanya beberapa tahun sebelum Sri Lanka gagal membayar utangnya. Fortune memperkirakan 50% pinjaman luar negeri itu berasal dari China dan sepertiga dari pendapatan pemerintah digunakan untuk melunasi utang luar negeri.



Menurut laporan Financial Times, tak lama setelah kesepakatan, pengambilalihan pelabuhan oleh China merupakan langkah lain dalam proyek One Belt One Road" yang berusaha menantang AS. memposisikan diri sebagai negara adikuasa maritim yang dominan dan membentuk "Jalur Sutra baru" dari rute perdagangan yang menghubungkan negara tersebut ke Asia, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa.

Sementara seruan agar AS turun tangan tidak menyelamatkan negara-negara dari jebakan utang China. Bahkan terus meningkat dalm dekade terakhir. Rubin berpendapat bahwa strategi semacam itu tidak akan banyak membantu meningkatkan kepentingan AS.

AS harus merubah strategi agar jebakan utang China tidak mengancam negara miskin dan keamanaan AS dengan tidak secara terus menerus hanya mengandalkan dolar AS. Rubin menunjuk ke arah mempromosikan ikatan ekonomi sebagai cara untuk meningkatkan keamanan AS, termasuk bantuan membantu menumbuhkan ekonomi negara-negara berkembang sambil mengembangkan hubungan yang juga menguntungkan AS.

Contohnya, upaya untuk memperkuat hubungan ekonomi melalui Kemitraan Trans-Pasifik, atau TPP, perjanjian perdagangan yang diusulkan antara AS dan Australia, Brunei, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.
(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3411 seconds (0.1#10.140)