Gapki Sebut Kebijakan Baru Uni Eropa Bakal Keringkan Ekspor Minyak Sawit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia ( Gapki ) menyatakan, kebijakan Undang-undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation (EUDR) akan berdampak buruk terhadap ekspor sawit Indonesia. Kebijakan tersebut akan diterapkan setidaknya 18 bulan ke depan, sehingga nantinya komoditas yang dinilai melakukan deforestasi atau pembabatan hutan bakal dilarang masuk ke pasar Uni Eropa.
"Pertama tentang EUDR ini merupakan regulasi yang akan membuat perubahan signifikan dalam perdagangan atau ekspor sawit kita ke Eropa," kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Gapki M. Fadhil Hasan Fadhil dalam sebuah diskusi, Rabu (14/6/2023).
Menurutnya, larangan ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa sudah ada sebelumnya. Namun larangan itu hanya membatasi penggunaan sawit untuk kebutuhan bahan bakar. Lewat kebijakan EUDR, Uni Eropa memperketat penjualan sawit ke negaranya dan tidak membatasi spesifik penggunaan kelapa sawit.
"Sebelumnya sudah ada berbagai hambatan, misalnya RED2 yang direvisi, itu menghambat konsumsi sawit untuk sektor energi atau bio fuel. Dengan EUDR ini bukan hanya sektor energi terbarukan yang akan terdampak, tapi juga sektor pangan, karena peraturan ini tidak spesifik mengatur sawit untuk sektor tertentu, tetapi ini semua sektor, baik pangan, fuel, dan industri," lanjut Fadhil.
Lewat kebijakan EUDR sawit Indonesia berpotensi tidak bisa dijual sama sekali di pasar Uni Eropa. Kondisi itu yang yang membuat kebijakan EUDR akan berdampak signifikan terhadap ekspor sawit di Indonesia.
"Sebelum EUDR diterbitkan, kita memang melihat sejak 2017 itu ekspor sawit Indonesia ke Eropa mengalami penurunan yang signifikan. Kita pernah mencapai total 5,5 juta ton, tapi sekarang ini hanya 3,75 juta ton tahun 2022," sambungnya.
Di samping itu, menurutnya kebutuhan minyak nabati Uni Eropa setiap tahun mengalami pertumbuhan sebesar 4,3%. Sehingga menurut Fadhil adanya kebijakan EUDR ini memang sengaja untuk membatasi produk sawit agar minyak biji bunga matahari yang mereka produksi sendiri bisa menguasai pasar Uni Eropa.
"Jadi yang terjadi di EU adalah adanya pergeseran. Mereka sebelumnya banyak menggunakan sawit, tetapi kemudian karena sawit ini dihambat, akhirnya mereka begeser ke minyak nabati lainnya yang diproduksi oleh mereka sendiri, seperti minyak bunga matahari, rapeseed, dan soybean (kedelai), jadi ada pergeseran itu," pungkasnya.
Sekedar informasi tambahan, kebijakan EUDR tersebut mengatur spesifik beberapa komoditas yang dilarang berjualan di pasar Eropa karena dinilai memiliki kontribusi terhadap pembabatan hutan. Komoditas tersebut seperti CPO, kopi, kakau, karet, furniture, dan sapi.
"Pertama tentang EUDR ini merupakan regulasi yang akan membuat perubahan signifikan dalam perdagangan atau ekspor sawit kita ke Eropa," kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Gapki M. Fadhil Hasan Fadhil dalam sebuah diskusi, Rabu (14/6/2023).
Menurutnya, larangan ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa sudah ada sebelumnya. Namun larangan itu hanya membatasi penggunaan sawit untuk kebutuhan bahan bakar. Lewat kebijakan EUDR, Uni Eropa memperketat penjualan sawit ke negaranya dan tidak membatasi spesifik penggunaan kelapa sawit.
"Sebelumnya sudah ada berbagai hambatan, misalnya RED2 yang direvisi, itu menghambat konsumsi sawit untuk sektor energi atau bio fuel. Dengan EUDR ini bukan hanya sektor energi terbarukan yang akan terdampak, tapi juga sektor pangan, karena peraturan ini tidak spesifik mengatur sawit untuk sektor tertentu, tetapi ini semua sektor, baik pangan, fuel, dan industri," lanjut Fadhil.
Lewat kebijakan EUDR sawit Indonesia berpotensi tidak bisa dijual sama sekali di pasar Uni Eropa. Kondisi itu yang yang membuat kebijakan EUDR akan berdampak signifikan terhadap ekspor sawit di Indonesia.
"Sebelum EUDR diterbitkan, kita memang melihat sejak 2017 itu ekspor sawit Indonesia ke Eropa mengalami penurunan yang signifikan. Kita pernah mencapai total 5,5 juta ton, tapi sekarang ini hanya 3,75 juta ton tahun 2022," sambungnya.
Di samping itu, menurutnya kebutuhan minyak nabati Uni Eropa setiap tahun mengalami pertumbuhan sebesar 4,3%. Sehingga menurut Fadhil adanya kebijakan EUDR ini memang sengaja untuk membatasi produk sawit agar minyak biji bunga matahari yang mereka produksi sendiri bisa menguasai pasar Uni Eropa.
"Jadi yang terjadi di EU adalah adanya pergeseran. Mereka sebelumnya banyak menggunakan sawit, tetapi kemudian karena sawit ini dihambat, akhirnya mereka begeser ke minyak nabati lainnya yang diproduksi oleh mereka sendiri, seperti minyak bunga matahari, rapeseed, dan soybean (kedelai), jadi ada pergeseran itu," pungkasnya.
Sekedar informasi tambahan, kebijakan EUDR tersebut mengatur spesifik beberapa komoditas yang dilarang berjualan di pasar Eropa karena dinilai memiliki kontribusi terhadap pembabatan hutan. Komoditas tersebut seperti CPO, kopi, kakau, karet, furniture, dan sapi.
(uka)