Diplomasi Kopi Bernilai Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia memiliki beragam jenis kopi dengan kekhasan masing-masing serta varian rasa dan aroma yang unik. Karenanya, Indonesia sering disebut sebagai salah satu negara penghasil kopi terbaik dunia. Apalagi produksi kopi dari Indonesia menduduki peringkat empat dunia.
Saat ini, kopi tak sekadar dinimati, tetapi sudah menjadi komoditas yang dijadikan alat diplomasi yang memiliki nilai ekonomi. Tentu hal itu tak berlebihan karena kopi merupakan komoditas kedua setelah minyak mentah (crude oil) yang banyak diperdagangkan di dunia.
Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menegaskan Indonesia harus memaksimalkan pendekatan menggunakan komoditas kopi untuk mengenalkan Indonesia kepada negara lainnya.
Tren perdagangan kopi dunia terus meningkat setiap tahun. Hal ini tidak hanya dilandasi karena faktor ekonomi saja, tetapi mengkonsumsi kopi sudah menjadi gaya hidup masyarakat dunia.
"Sekarang kopi bukan hanya sekadar konsumsi, tetapi juga menjadi gaya hidup. Produksinya pun akan bertambah,"jelas Daroe Handojo, wakil ketua Spetialty Coffe Association of Indonesia (SCAI) di Jakarta, kemarin.
Untuk menjadikan kopi sebagai komoditas diplomasi yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi, salah satu cara yang perlu dilakukan oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) di industr ini yakni harus ikut bertanggung jawab meningkatkan produktivitas kopi naional. (Baca: Enam Variasi Kopi Paling Aneh yang Ada di Dunia)
Menurut Daroe, dengan peran aktif para stekeholder yang berkecimpung dalam pengembangan kopi ini maka akan ada riset yang berkaitan dengan kopi juga membantu mensejahterakan petani.
"Para stakeholder harus ikut andil, karena jika tidak maka pangsa pasar kopi kita hanya berada di posisi itu saja, tidak berkembang,"tutur Daroe. Seiring dengan produki kopi tanah air yang meningkat, Daroe pun berharap ekspor kopi Indonesia terus bertumbuh.
Kopi asal Indonesia tidak hanya digemari oleh para pencinta kopi di dalam negeri, tetapi juga oleh masyarakat mancanegara termasuk di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Tidak disangka, kopi tradisional Indonesia seperti kopi Gayo, kopi Mandailing, kopi Lampung, kopi Bajawalah sangat populer di AS dan Eropa. Bahkan kenikmatannya mampu menandingi kopi dari Negara lain seperti Geisha Panama, Blue Mountain dan lainnya.
"Kontribusi ekportir kopi di Indonesia menyumbang devisa USD 1,01 miliar atau 3,95% dari total ekspor komoditas perkebunan. Beberapa negara tujuan ekspor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat 26,77% dari total ekspor USD 269,94 juta, dan berikutnya Jerman 8,94% dan Jepang 8,58%," ungkap Wakil Ketua Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Moelyono Soesilo. (Baca: Tentara Cina yang Ngumpet di Konsulat Beijing Ditangkap)
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) kopi Indonesia periode 2016-2019 mencapai ?kisaran 0,80 sampai 0,95. Artinya komoditas kopi Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar global.
Potensi sumberdaya untuk mengembangkan kopi Indonesia sangat besar. Terlebih, Indonesia memiliki ?10 provinsi penghasil kopi ternikmat, yakni Sumatra Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bengkulu, Aceh, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Beberapa sentra kopi di daerah tersebut telah berkontribusi hingga 87% dari produksi nasional. Sementara 24 provinsi lainnya menyumbang 13% produksi.
Selain ekspor, konsumi kopi di dalam negeri pun diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 200.000 ton dibandingkan tahun lalu yang berkisar 170.000 ton.
Pengamat komoditas kopi sekaligus General Manager di ABCD School of Coffe, Willyanto, produksi kopi tahun ini bisa mencapai 660.000 sampai 690.000 ton. Agar kopi Indonesia mendapatkan tempat tersendiri di mancanegara, diperlukan peran pemerintah untuk memudahkan para eksportir kopi ini terutama dalam hal permodalan dan pemenuhan pasar. (Baca juga: Foto Kajari Jaksel dengan Pengacara Djoko Tjadra, Kejagung: Masih Kami Cek)
Hal ini pun ditegaskan oleh anggota Komisi IV DPR RI, Hamid Noor Yasin, seiring meningkatnya konsumsi kopi dunia, tentunya para petani kopi memerlukan modal untuk bisa memanen kopinya. Biasanya, biaya yang diperlukan untuk oprasional hingga masa panen sekitar Rp 6 juta hingga Rp7 juta dengan luas lahan berbeda-beda.
"Terkadang persoalan modal muncul akibat konsistensi petani dalam menghasilkan kopi. Dengan bantuan kredit usaha rakyat (KUR), diharapkan mampu menggenjot produksi kopi nasional, asalkan sesuai prosedur dan peruntukan tanpa ada penyelewengan,"jelanya.
Sedangkan untuk bisa memenuhi pasar, para petani kopi saat ini cukup kesulitan memenuhi kebutuhan pasar. Berapa pun hasil panen kopi, ada peristiwa rebutan untuk membeli produk hasil panen kopi berkualitas. Harga yang bersaing, siapa yang berani menawar dengan harga tinggi tentunya menjadi kesempatan untuk para petani kopi ini melepakan hasil panennya.
"Di sini jelas terlihat bahwa peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk membantu mengembangkan komuditas kopi, baik secara jumlah maupun kualitas. Di berbagai negara menyiasatinya dengan memiliki varietas kopi yang dibedakan atas rasa dan aromanya,"tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan Indonesia juga harus memaksimalkan pendekatan menggunakan komoditas kopi untuk mengenalkan Indonesia kepada masyarakat negara dunia. Dari pengalamannya berkunjung ke banyak toko kopi di berbagai belahan dunia, selalu mencantumkan Indonesia sebagai negara asal kopi yang dihidangkan.
Karena itu Indonesia harus memiliki toko kopi yang khusus sehingga akan memperkuat citra Indonesia sebagai negara penghasil kopi. Indonesia disebutnya harus mencontoh Australia yang serius mengembangkan wisata minuman anggur atau wine. "Bahkan bisa mengalahkan Perancis yang sudah lama dikenal sebagai produsen wine," ujarnya. (Lihat videonya: Usai Memesan Minuman, Seorang Pengunjung Warkop Tiba-tiba Meninggal)
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio pernah menegaskan, dari pengalamannya berkunjung ke banyak toko kopi di berbagai belahan dunia, selalu mencantumkan Indonesia sebagai negara asal kopi yang dihidangkan.
Karena itu Indonesia harus memiliki toko kopi yang khusus sehingga akan memperkuat citra Indonesia sebagai negara penghasil kopi. Indonesia disebutnya harus mencontoh Australia yang serius mengembangkan wisata minuman anggur atau wine. "Bahkan bisa mengalahkan Perancis yang sudah lama dikenal sebagai produsen wine," ujarnya. (Aprilia S Andyna)
Saat ini, kopi tak sekadar dinimati, tetapi sudah menjadi komoditas yang dijadikan alat diplomasi yang memiliki nilai ekonomi. Tentu hal itu tak berlebihan karena kopi merupakan komoditas kedua setelah minyak mentah (crude oil) yang banyak diperdagangkan di dunia.
Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah menegaskan Indonesia harus memaksimalkan pendekatan menggunakan komoditas kopi untuk mengenalkan Indonesia kepada negara lainnya.
Tren perdagangan kopi dunia terus meningkat setiap tahun. Hal ini tidak hanya dilandasi karena faktor ekonomi saja, tetapi mengkonsumsi kopi sudah menjadi gaya hidup masyarakat dunia.
"Sekarang kopi bukan hanya sekadar konsumsi, tetapi juga menjadi gaya hidup. Produksinya pun akan bertambah,"jelas Daroe Handojo, wakil ketua Spetialty Coffe Association of Indonesia (SCAI) di Jakarta, kemarin.
Untuk menjadikan kopi sebagai komoditas diplomasi yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi, salah satu cara yang perlu dilakukan oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) di industr ini yakni harus ikut bertanggung jawab meningkatkan produktivitas kopi naional. (Baca: Enam Variasi Kopi Paling Aneh yang Ada di Dunia)
Menurut Daroe, dengan peran aktif para stekeholder yang berkecimpung dalam pengembangan kopi ini maka akan ada riset yang berkaitan dengan kopi juga membantu mensejahterakan petani.
"Para stakeholder harus ikut andil, karena jika tidak maka pangsa pasar kopi kita hanya berada di posisi itu saja, tidak berkembang,"tutur Daroe. Seiring dengan produki kopi tanah air yang meningkat, Daroe pun berharap ekspor kopi Indonesia terus bertumbuh.
Kopi asal Indonesia tidak hanya digemari oleh para pencinta kopi di dalam negeri, tetapi juga oleh masyarakat mancanegara termasuk di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Tidak disangka, kopi tradisional Indonesia seperti kopi Gayo, kopi Mandailing, kopi Lampung, kopi Bajawalah sangat populer di AS dan Eropa. Bahkan kenikmatannya mampu menandingi kopi dari Negara lain seperti Geisha Panama, Blue Mountain dan lainnya.
"Kontribusi ekportir kopi di Indonesia menyumbang devisa USD 1,01 miliar atau 3,95% dari total ekspor komoditas perkebunan. Beberapa negara tujuan ekspor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat 26,77% dari total ekspor USD 269,94 juta, dan berikutnya Jerman 8,94% dan Jepang 8,58%," ungkap Wakil Ketua Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Moelyono Soesilo. (Baca: Tentara Cina yang Ngumpet di Konsulat Beijing Ditangkap)
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) kopi Indonesia periode 2016-2019 mencapai ?kisaran 0,80 sampai 0,95. Artinya komoditas kopi Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar global.
Potensi sumberdaya untuk mengembangkan kopi Indonesia sangat besar. Terlebih, Indonesia memiliki ?10 provinsi penghasil kopi ternikmat, yakni Sumatra Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bengkulu, Aceh, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Beberapa sentra kopi di daerah tersebut telah berkontribusi hingga 87% dari produksi nasional. Sementara 24 provinsi lainnya menyumbang 13% produksi.
Selain ekspor, konsumi kopi di dalam negeri pun diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 200.000 ton dibandingkan tahun lalu yang berkisar 170.000 ton.
Pengamat komoditas kopi sekaligus General Manager di ABCD School of Coffe, Willyanto, produksi kopi tahun ini bisa mencapai 660.000 sampai 690.000 ton. Agar kopi Indonesia mendapatkan tempat tersendiri di mancanegara, diperlukan peran pemerintah untuk memudahkan para eksportir kopi ini terutama dalam hal permodalan dan pemenuhan pasar. (Baca juga: Foto Kajari Jaksel dengan Pengacara Djoko Tjadra, Kejagung: Masih Kami Cek)
Hal ini pun ditegaskan oleh anggota Komisi IV DPR RI, Hamid Noor Yasin, seiring meningkatnya konsumsi kopi dunia, tentunya para petani kopi memerlukan modal untuk bisa memanen kopinya. Biasanya, biaya yang diperlukan untuk oprasional hingga masa panen sekitar Rp 6 juta hingga Rp7 juta dengan luas lahan berbeda-beda.
"Terkadang persoalan modal muncul akibat konsistensi petani dalam menghasilkan kopi. Dengan bantuan kredit usaha rakyat (KUR), diharapkan mampu menggenjot produksi kopi nasional, asalkan sesuai prosedur dan peruntukan tanpa ada penyelewengan,"jelanya.
Sedangkan untuk bisa memenuhi pasar, para petani kopi saat ini cukup kesulitan memenuhi kebutuhan pasar. Berapa pun hasil panen kopi, ada peristiwa rebutan untuk membeli produk hasil panen kopi berkualitas. Harga yang bersaing, siapa yang berani menawar dengan harga tinggi tentunya menjadi kesempatan untuk para petani kopi ini melepakan hasil panennya.
"Di sini jelas terlihat bahwa peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk membantu mengembangkan komuditas kopi, baik secara jumlah maupun kualitas. Di berbagai negara menyiasatinya dengan memiliki varietas kopi yang dibedakan atas rasa dan aromanya,"tegasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan Indonesia juga harus memaksimalkan pendekatan menggunakan komoditas kopi untuk mengenalkan Indonesia kepada masyarakat negara dunia. Dari pengalamannya berkunjung ke banyak toko kopi di berbagai belahan dunia, selalu mencantumkan Indonesia sebagai negara asal kopi yang dihidangkan.
Karena itu Indonesia harus memiliki toko kopi yang khusus sehingga akan memperkuat citra Indonesia sebagai negara penghasil kopi. Indonesia disebutnya harus mencontoh Australia yang serius mengembangkan wisata minuman anggur atau wine. "Bahkan bisa mengalahkan Perancis yang sudah lama dikenal sebagai produsen wine," ujarnya. (Lihat videonya: Usai Memesan Minuman, Seorang Pengunjung Warkop Tiba-tiba Meninggal)
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio pernah menegaskan, dari pengalamannya berkunjung ke banyak toko kopi di berbagai belahan dunia, selalu mencantumkan Indonesia sebagai negara asal kopi yang dihidangkan.
Karena itu Indonesia harus memiliki toko kopi yang khusus sehingga akan memperkuat citra Indonesia sebagai negara penghasil kopi. Indonesia disebutnya harus mencontoh Australia yang serius mengembangkan wisata minuman anggur atau wine. "Bahkan bisa mengalahkan Perancis yang sudah lama dikenal sebagai produsen wine," ujarnya. (Aprilia S Andyna)
(ysw)