Pasal Tembakau dalam RUU Kesehatan Dinilai Berpotensi Mematikan Industri Rokok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jelang pembahasan RUU Kesehatan di Sidang Paripurna DPR, Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, meminta DPR memenuhi aspirasi tenaga kerja terhadap pasal tembakau. Nasib para pekerja dan lapangan kerjanya menjadi pertimbangan utama permintaan tersebut.
“Beberapa pasal di RUU Kesehatan, khususnya pasal 154 sampai 158, yang mengelompokkan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol serta perluasan wewenang pengaturan industri tembakau oleh Kementerian Kesehatan akan berimbas pada penurunan kesejahteraan para pekerja,” kata Sudarto, dalam keterangannya, Rabu (21/6/2023).
Ia melanjutkan pasal tembakau di RUU Kesehatan berpotensi mematikan usaha industri tembakau (IHT) yang padat karya dan telah menjadi sawah ladang penghidupan para anggotanya. Mereka umumnya memiliki pendidikan terbatas, namun dapat diserap oleh IHT.
"Di daerah, industri ini berperan dalam menggerakkan perekonomian daerah. Bekerja pada IHT merupakan kebanggaan para pekerja, karena merupakan sumber penghasilan yang halal dan legal,” tambahnya.
Selain itu, Sudarto menyatakan saat ini, di luar industri tembakau, belum ada lapangan kerja yang mampu menyerap ratusan ribu pekerja linting dengan pendidikan terbatas. Jika pasal tembakau di RUU Kesehatan diloloskan, maka dapat memberi tekanan besar pada industri yang berujung kepada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ia menegaskan bahwa FSP RTMM-SPSI bertanggung jawab terhadap nasib pekerja industri tembakau dari berbagai kebijakan pemerintah, sehingga pihaknya berhak untuk menyampaikan tuntunan terhadap pasal tembakau di RUU Kesehatan. Organisasi ini memiliki total jumlah anggota (pekerja) mencapai 226.549 orang yang terdiri dari 143.702 orang pekerja di industri rokok, 82.074 orang pekerja di industri makanan minuman, dan 773 orang pekerja di industri pendukung lainnya.
”Kami sampaikan bahwa pasal tembakau di RUU kesehatan akan mendegradasi hak-hak pekerja. Seharusnya, para pekerja itu dijamin keberlangungan pekerjaannya dan penghasilannya, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945,” terangnya.
Saat ini, RUU Kesehatan berencana akan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI mendatang. Keputusan tersebut diambil setelah rapat pengambilan keputusan tingkat I yang menunjukkan terdapat 7 fraksi yang menyetujui dan hanya 2 fraksi yang tidak sepakat terhadap beleid tersebut. Sampai saat ini, rancangan final dari UU Kesehatan yang dibahas di DPR RI pada hari Senin lalu belum dapat diakses oleh publik.
“Beberapa pasal di RUU Kesehatan, khususnya pasal 154 sampai 158, yang mengelompokkan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol serta perluasan wewenang pengaturan industri tembakau oleh Kementerian Kesehatan akan berimbas pada penurunan kesejahteraan para pekerja,” kata Sudarto, dalam keterangannya, Rabu (21/6/2023).
Ia melanjutkan pasal tembakau di RUU Kesehatan berpotensi mematikan usaha industri tembakau (IHT) yang padat karya dan telah menjadi sawah ladang penghidupan para anggotanya. Mereka umumnya memiliki pendidikan terbatas, namun dapat diserap oleh IHT.
"Di daerah, industri ini berperan dalam menggerakkan perekonomian daerah. Bekerja pada IHT merupakan kebanggaan para pekerja, karena merupakan sumber penghasilan yang halal dan legal,” tambahnya.
Selain itu, Sudarto menyatakan saat ini, di luar industri tembakau, belum ada lapangan kerja yang mampu menyerap ratusan ribu pekerja linting dengan pendidikan terbatas. Jika pasal tembakau di RUU Kesehatan diloloskan, maka dapat memberi tekanan besar pada industri yang berujung kepada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ia menegaskan bahwa FSP RTMM-SPSI bertanggung jawab terhadap nasib pekerja industri tembakau dari berbagai kebijakan pemerintah, sehingga pihaknya berhak untuk menyampaikan tuntunan terhadap pasal tembakau di RUU Kesehatan. Organisasi ini memiliki total jumlah anggota (pekerja) mencapai 226.549 orang yang terdiri dari 143.702 orang pekerja di industri rokok, 82.074 orang pekerja di industri makanan minuman, dan 773 orang pekerja di industri pendukung lainnya.
”Kami sampaikan bahwa pasal tembakau di RUU kesehatan akan mendegradasi hak-hak pekerja. Seharusnya, para pekerja itu dijamin keberlangungan pekerjaannya dan penghasilannya, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945,” terangnya.
Saat ini, RUU Kesehatan berencana akan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI mendatang. Keputusan tersebut diambil setelah rapat pengambilan keputusan tingkat I yang menunjukkan terdapat 7 fraksi yang menyetujui dan hanya 2 fraksi yang tidak sepakat terhadap beleid tersebut. Sampai saat ini, rancangan final dari UU Kesehatan yang dibahas di DPR RI pada hari Senin lalu belum dapat diakses oleh publik.
(uka)