Subsidi BBM Dicabut, Sri Mulyani Tegaskan Pemerintah Pro Rakyat

Selasa, 25 Oktober 2016 - 16:23 WIB
Subsidi BBM Dicabut, Sri Mulyani Tegaskan Pemerintah Pro Rakyat
Subsidi BBM Dicabut, Sri Mulyani Tegaskan Pemerintah Pro Rakyat
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada akhir 2014 tidak membuat keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat miskin menjadi kendor.

Dia menegaskan, pemerintah tetap akan berpihak kepada masyarakat miskin, meski tanpa menyubsidi bahan bakar yang digunakan masyarakat. Pencabutan subsidi BBM dilakukan karena selama ini subsidi tersebut tidak tepat sasaran dan pemerintah berniat menggeser dengan kegiatan lebih produktif dan bermanfaat untuk masyarakat.

"Saya sedikit berikan catatan bahwa seolah olah subsidi (BBM) kurang, maka pemihakan pemerintah ke masyarakat berkurang? Pertama, subsidi yang sifatnya distortif, konsumtif memang berkurang, namun pemihakan pemerintah ke kelompok miskin justru bertambah," katanya dalam konferensi pers Dua Tahun Jokowi-JK di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (25/10/2016).

Mantan Menkeu era Presiden SBY ini membeberkan bukti bahwa saat ini pemerintah masih berpihak ke masyarakat miskin. Di antaranya, jumlah penerima program keluarga harapan (PKH) naik dari 3,5 juta kartu keluarga (KK) menjadi 6 juta KK, penerima bantuan iuran yang sebelumnya 88,2 juta orang naik menjadi 92,4 juta orang, dan iuran naik dari Rp11.000 menjadi Rp23.000.

"Pemerintah juga melakukan peningkatan sangat ekspansif dari KUR, yang tadinya untuk subsidi bunga dari Rp30 triliun KUR sekarang dinaikkan jadi Rp100 triliun sampai Rp120 triliun untuk 2016," imbuh dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menambahkan, bukti keberpihakan pemerintah juga terlihat dari naiknya jumlah dana desa yang dikucurkan ke masyarakat di pedesaan dari Rp20 triliun pada 2015 menjadi Rp47 triliun pada 2016.

Menurutnya, kebijakan APBN pemerintahan Jokowi-JK adalah membuat sisi belanja lebih tepat sasaran dan langsung menyelesaikan masalah intinya, yaitu kemiskinan dan peningkatan investasi. Karena itu, pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran pun dikurangi.

"Jadi, kalau volume belanja kita Rp2.000 triliun namun belanjanya kurang startegis, maka Rp2.000 habis saja dalam perekonomian. Namun kalau itu digunakan membangun fondasi untuk pertumbuhan ekonomi ke depan dan selesaikan kemiskinan secara langsung maka dampaknya akan jauh lebih panjang dan bertahan lama," tandasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8033 seconds (0.1#10.140)