Pemberdayaan Pondok Pesantren sebagai Arus Baru Perekonomian
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus mendorong peningkatan inklusi keuangan syariah, sebagai bagian dari program inklusi keuangan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pasalnya berdasarkan hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di 2019, tingkat inklusi keuangan syariah di Indonesia hanya sekitar 9% dan tingkat literasi keuangan syariah baru mencapai 8,93%.
Hal tersebut dirasakan belum optimal, mengingat 87,18% dari total penduduk 232,5 juta jiwa penduduk Indonesia adalah muslim. Maka itu, potensi untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah secara nasional masih terbuka lebar. Apalagi didukung dari keberadaan pondok pesantren yang berjumlah 28.194 (data Kementerian Agama RI) di seluruh Indonesia.
Sebanyak 44,2% atau 12.469 pondok pesantren memiliki potensi ekonomi, baik pada sektor agribisnis, peternakan, perkebunan, dan sektor lainnya. Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pondok pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan, dakwah, hingga pemberdayaan masyarakat.
(Baca Juga: Laporan BI: KPR Kini jadi Andalan Bank Syariah )
Implementasi ekosistem pengembangan ekonomi dan keuangan syariah berbasiskan pondok pesantren terdiri dari beberapa kegiatan. Seperti edukasi dan literasi keuangan syariah, pembiayaan syariah bagi usaha kecil dan mikro (UKM) sekitar pondok pesantren serta UKM binaan pondok pesantren. Lalu pembukaan rekening syariah, program tabungan emas, serta Kemandirian ekonomi pesantren terintegrasi keuangan syariah yang mendukung halal value chain.
Terdapat pula ekosistem pendukungnya meliputi yang pertama, terbentuknya di lingkungan pondok pesantren Unit Layanan Keuangan Syariah (ULKS) yang terdiri dari Agen Bank Syariah, Agen Pegadaian Syariah, Agen Fintech Syariah, yang terintegrasi dengan Unit Pengumpul Zakat (UPZ), dan Halal Centre Pondok Pesantren.
Kedua, terciptanya sistem pembayaran syariah terintegrasi pada pondok pesantren, mendukung pembayaran SPP santri/santriwati, payroll gaji guru/pengurus pondok pesantren, serta elektronifikasi sistem pembayaran di pondok pesantren dan lingkungan masyarakat di sekitarnya untuk mendukung inklusi keuangan syariah berbasiskan digital. Contohnya, penerapan kartu santri digital, dan metode pembayaran menggunakan QRIS pada kios digital di pondok pesantren.
(Baca Juga: Sri Mulyani Wanti-wanti, OJK Sebut Bank Syariah Lebih Baik dari Bank Umum )
Ketiga, adanya pembiayaan yang berasal dari Bank Wakaf Mikro (BWM) dan KUR Syariah untuk revitalisasi dan mendirikan usaha warung/kios/toko/koperasi pada pondok pesantren.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, implementasi kartu santri digital dan QRIS yang mendukung cashless society di pondok pesantren.
"Serta edukasi dan literasi keuangan syariah secara daring bagi civitas pondok pesantren dan masyarakat sekitar pondok pesantren, merupakan salah satu contoh adaptasi kebiasaan baru dalam pandemi Covid-19,” ujar dia di Jakarta, Selasa (28/7/2020).
Pada implementasi ekosistem juga terdapat pemberdayaan ekonomi pesantren pada sektor riil yang diintegrasikan dengan keuangan syariah dalam rangka mendukung halal value chain.
"Pemberdayaan ekonomi pesantren sebagai arus baru perekonomian menjadi salah satu upaya pemulihan perekonomian pada masa pandemi Covid-19, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku,” ungkap dia.
Sebagai lokasi pilot project dipilih Pondok Pesantren Kyai Haji Aqiel Siradj (KHAS) Kempek Kabupaten Cirebon. Saat ini implementasi ekosistem telah berjalan optimal di sana sejak dimulai pada 17 Desember 2019. Selain itu, juga terlaksana pada Pondok Pesantren Al Qur’aniyy Az-Zayadiyy Kota Surakarta.
Ke depannya, keberhasilan pilot project itu akan direplikasi pada 170 pondok pesantren binaan BRI Syariah. Sehingga, pada 2024, ditargetkan implementasi ekosistem ini dapat terlaksana pada sekitar 3.300 pondok pesantren di seluruh Indonesia.
“Untuk ke depannya, Kemenko Perekonomian mengharapkan terwujudnya optimalisasi sinergi program lintas sektor dan daerah dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di seluruh wilayah Indonesia secara terintegrasi. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden RI kepada Wakil Presiden RI untuk pengembangan ekonomi syariah dan pemberdayaan ekonomi masyarakat,” pungkasnya.
Hal tersebut dirasakan belum optimal, mengingat 87,18% dari total penduduk 232,5 juta jiwa penduduk Indonesia adalah muslim. Maka itu, potensi untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah secara nasional masih terbuka lebar. Apalagi didukung dari keberadaan pondok pesantren yang berjumlah 28.194 (data Kementerian Agama RI) di seluruh Indonesia.
Sebanyak 44,2% atau 12.469 pondok pesantren memiliki potensi ekonomi, baik pada sektor agribisnis, peternakan, perkebunan, dan sektor lainnya. Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pondok pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan, dakwah, hingga pemberdayaan masyarakat.
(Baca Juga: Laporan BI: KPR Kini jadi Andalan Bank Syariah )
Implementasi ekosistem pengembangan ekonomi dan keuangan syariah berbasiskan pondok pesantren terdiri dari beberapa kegiatan. Seperti edukasi dan literasi keuangan syariah, pembiayaan syariah bagi usaha kecil dan mikro (UKM) sekitar pondok pesantren serta UKM binaan pondok pesantren. Lalu pembukaan rekening syariah, program tabungan emas, serta Kemandirian ekonomi pesantren terintegrasi keuangan syariah yang mendukung halal value chain.
Terdapat pula ekosistem pendukungnya meliputi yang pertama, terbentuknya di lingkungan pondok pesantren Unit Layanan Keuangan Syariah (ULKS) yang terdiri dari Agen Bank Syariah, Agen Pegadaian Syariah, Agen Fintech Syariah, yang terintegrasi dengan Unit Pengumpul Zakat (UPZ), dan Halal Centre Pondok Pesantren.
Kedua, terciptanya sistem pembayaran syariah terintegrasi pada pondok pesantren, mendukung pembayaran SPP santri/santriwati, payroll gaji guru/pengurus pondok pesantren, serta elektronifikasi sistem pembayaran di pondok pesantren dan lingkungan masyarakat di sekitarnya untuk mendukung inklusi keuangan syariah berbasiskan digital. Contohnya, penerapan kartu santri digital, dan metode pembayaran menggunakan QRIS pada kios digital di pondok pesantren.
(Baca Juga: Sri Mulyani Wanti-wanti, OJK Sebut Bank Syariah Lebih Baik dari Bank Umum )
Ketiga, adanya pembiayaan yang berasal dari Bank Wakaf Mikro (BWM) dan KUR Syariah untuk revitalisasi dan mendirikan usaha warung/kios/toko/koperasi pada pondok pesantren.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, implementasi kartu santri digital dan QRIS yang mendukung cashless society di pondok pesantren.
"Serta edukasi dan literasi keuangan syariah secara daring bagi civitas pondok pesantren dan masyarakat sekitar pondok pesantren, merupakan salah satu contoh adaptasi kebiasaan baru dalam pandemi Covid-19,” ujar dia di Jakarta, Selasa (28/7/2020).
Pada implementasi ekosistem juga terdapat pemberdayaan ekonomi pesantren pada sektor riil yang diintegrasikan dengan keuangan syariah dalam rangka mendukung halal value chain.
"Pemberdayaan ekonomi pesantren sebagai arus baru perekonomian menjadi salah satu upaya pemulihan perekonomian pada masa pandemi Covid-19, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku,” ungkap dia.
Sebagai lokasi pilot project dipilih Pondok Pesantren Kyai Haji Aqiel Siradj (KHAS) Kempek Kabupaten Cirebon. Saat ini implementasi ekosistem telah berjalan optimal di sana sejak dimulai pada 17 Desember 2019. Selain itu, juga terlaksana pada Pondok Pesantren Al Qur’aniyy Az-Zayadiyy Kota Surakarta.
Ke depannya, keberhasilan pilot project itu akan direplikasi pada 170 pondok pesantren binaan BRI Syariah. Sehingga, pada 2024, ditargetkan implementasi ekosistem ini dapat terlaksana pada sekitar 3.300 pondok pesantren di seluruh Indonesia.
“Untuk ke depannya, Kemenko Perekonomian mengharapkan terwujudnya optimalisasi sinergi program lintas sektor dan daerah dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di seluruh wilayah Indonesia secara terintegrasi. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden RI kepada Wakil Presiden RI untuk pengembangan ekonomi syariah dan pemberdayaan ekonomi masyarakat,” pungkasnya.
(akr)