IMF: Ekonomi China Kehilangan Momentum, Pemulihan Rusia Semakin Cepat

Rabu, 26 Juli 2023 - 12:32 WIB
loading...
IMF: Ekonomi China Kehilangan Momentum, Pemulihan Rusia Semakin Cepat
Laporan terbaru Dana Moneter Internasional atau IMF menyebutkan, rebound ekonomi China pasca-pandemi Covid-19 telah kehilangan momentum. Sedangkan prospek pertumbuhan Rusia terlihat lebih cerah. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Laporan terbaru Dana Moneter Internasional atau IMF menyebutkan, rebound ekonomi China pasca-pandemi Covid-19 telah kehilangan momentum. Sedangkan prospek pertumbuhan Rusia terlihat lebih cerah di tengah invasi ke Ukraina.



Dilansir Bussiner Insider, Rabu (26/7/2023) proyeksi IMF untuk pertumbuhan ekonomi China tidak berubah pada level 5,2% untuk tahun ini, tetapi terdapat beberapa hambatan utama yang menahan ekonomi. "Setelah dorongan pembukaan kembali (setelah lockdown), pemulihan China kehilangan tenaga," kata IMF.

Yang pasti menurut pemberi pinjaman Internasional tersebut, China telah mencetak rebound untuk konsumsi manufaktur dan jasa pada awal tahun ini, setelah kebijakan nol-Covid berakhir akhir 2022. Tetapi kelemahan sektor real estate telah menekan investasi di negara Tirai Bambu -julukan China-.



Seiring hal itu permintaan barang juga menyusut serta munculnya lonjakan angka pengangguran kaum muda. "Data frekuensi tinggi hingga Juni mengkonfirmasi pelunakan momentum ke kuartal kedua 2023," tambah laporan itu.

Permintaan asing yang melemah telah memukul ekspor China, yang anjlok 12,4% pada Juni 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, permintaan domestik juga tertinggal, menempatkan China di puncak deflasi.

Menghadapi hal ini, kepemimpinan China bergulat dengan bagaimana memacu ekonominya kembali hidup, setelah memangkas suku bunga.

"Dukungan kebijakan yang lebih kuat di China daripada yang diperkirakan saat ini – terutama melalui bantuan ke rumah tangga – dapat lebih mempertahankan pemulihan dan menghasilkan spillover global yang positif," tulis IMF.

"Perkembangan seperti itu, bagaimanapun akan meningkatkan tekanan inflasi dan memerlukan sikap kebijakan moneter yang lebih ketat," bebernya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1223 seconds (0.1#10.140)