Menimbang Untung-Rugi Bagi Indonesia Jika Gabung ke BRICS
loading...
A
A
A
Situasi ini patut menjadi pertimbangan bagi Indonesia, lantaran bisa mempengaruhi hubungan bilateral dengan dengan AS, maupun negara-negara Eropa. "Bisa jadi masuknya Indonesia akan mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia dengan negara barat terutama AS dan Eropa," ujar Nailul.
Kesetaraan
Sementara itu, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, BRICS dengan bank pembangunan barunya, New Development Bank bisa menawarkan alternatif pembiayaan dengan bunga terjangkau sehingga menjadi opsi misalnya untuk pembiayaan infrastruktur atau transisi energi.
Bahkan Indonesia menurutnya bisa ambil kesempatan mengikuti debt forgiveness atau penghapusan utang misalnya dari China. "Utang Indonesia kan banyak ya dengan China termasuk utang BUMN," ucap Bhima.
Seperti diketahui selain New Development Bank (NDB), BRICS juga mengembangkan inisiatif seperti Cadangan Kontingensi Keuangan (CRA) guna mendukung pembangunan infrastruktur dan memperkuat stabilitas keuangan di negara-negara anggotanya.
BRICS terus berusaha memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, dan memperluas peran mereka dalam pengambilan keputusan global. Menurut Bhima, dengan Indonesia bergabung ke BRICS, potensi kerjasama ekspor ke negara seperti India, China dan Brazil juga bisa lebih ekspansif.
"BRICS ini kan blok kekuatan ekonomi dimana negara yang tergabung di dalamnya adalah mitra dagang potensial Indonesia selama ini," terang Bhima
Meski demikian, Bhima menyebut ada beberapa hal yang perlu dicermati, sebab jika Indonesia bergabung dengan BRICS maka akan dianggap pro China-Rusia. "Ini cukup problematis, karena ada konsekuensi juga terhadap renggangnya hubungan ekonomi investasi dengan negara Barat," jelas Bhima.
Oleh karena itu, Bhima menghimbau pemerintah untuk tetap menjaga politik bebas aktif. Apalagi perang Ukraina dengan Rusia masih berlanjut. Dikhawatirkan akan ada hambatan dagang yang dibebankan ke Indonesia dari negara seperti AS dan Eropa.
"Selain itu sebenarnya negara BRICS juga sudah ada di forum G20, kemudian ada ASEAN plus plus juga, dan FORA lainnya. Buat apa terlalu banyak platform kerjasama multilateral, sekarang era nya kerjasama bilateral. Indonesia punya kepentingan dengan China ya tinggal negosiasi langsung ke China tidak perlu lewat BRICS. Jadi perlu ditimbang matang-matang," pungkasnya.
Kesetaraan
Sementara itu, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, BRICS dengan bank pembangunan barunya, New Development Bank bisa menawarkan alternatif pembiayaan dengan bunga terjangkau sehingga menjadi opsi misalnya untuk pembiayaan infrastruktur atau transisi energi.
Bahkan Indonesia menurutnya bisa ambil kesempatan mengikuti debt forgiveness atau penghapusan utang misalnya dari China. "Utang Indonesia kan banyak ya dengan China termasuk utang BUMN," ucap Bhima.
Seperti diketahui selain New Development Bank (NDB), BRICS juga mengembangkan inisiatif seperti Cadangan Kontingensi Keuangan (CRA) guna mendukung pembangunan infrastruktur dan memperkuat stabilitas keuangan di negara-negara anggotanya.
BRICS terus berusaha memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, dan memperluas peran mereka dalam pengambilan keputusan global. Menurut Bhima, dengan Indonesia bergabung ke BRICS, potensi kerjasama ekspor ke negara seperti India, China dan Brazil juga bisa lebih ekspansif.
"BRICS ini kan blok kekuatan ekonomi dimana negara yang tergabung di dalamnya adalah mitra dagang potensial Indonesia selama ini," terang Bhima
Meski demikian, Bhima menyebut ada beberapa hal yang perlu dicermati, sebab jika Indonesia bergabung dengan BRICS maka akan dianggap pro China-Rusia. "Ini cukup problematis, karena ada konsekuensi juga terhadap renggangnya hubungan ekonomi investasi dengan negara Barat," jelas Bhima.
Oleh karena itu, Bhima menghimbau pemerintah untuk tetap menjaga politik bebas aktif. Apalagi perang Ukraina dengan Rusia masih berlanjut. Dikhawatirkan akan ada hambatan dagang yang dibebankan ke Indonesia dari negara seperti AS dan Eropa.
"Selain itu sebenarnya negara BRICS juga sudah ada di forum G20, kemudian ada ASEAN plus plus juga, dan FORA lainnya. Buat apa terlalu banyak platform kerjasama multilateral, sekarang era nya kerjasama bilateral. Indonesia punya kepentingan dengan China ya tinggal negosiasi langsung ke China tidak perlu lewat BRICS. Jadi perlu ditimbang matang-matang," pungkasnya.