Lupakan Dulu BRICS! Keanggotaan Indonesia di OECD Sudah di Depan Mata
loading...
A
A
A
JAKARTA - Saat keinginan untuk bergabung dalam BRICS masih belum jelas, keanggotaan Indonesia di Organization of Economic Co-operation and Development ( OECD ) justru semakin dekat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, usulan Indonesia mendapat dukungan dari seluruh anggota OECD, namun keputusan formal akan diambil bulan depan.
"Tentunya Indonesia berbesar hati dengan dukungan dari para duta besar (perwakilan OECD), ini penting karena akan ada pertemuan di bulan September yang akan memutuskan apakah usulan Indonesia masuk menjadi anggota OECD, diterima oleh seluruh negara," kata Airlangga di Park Hyatt Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2023).
Saat ini OECD memiliki 38 anggota, dengan sejumlah negara mitra kunci atau key-partners. Indonesia merupakan salah satu key-partners OECD sejak 2007. Airlangga menilai Indonesia dapat mempercepat proses masuk menjadi anggota OECD menyusul pencapaian dalam beberapa hal, termasuk kesuksesan dalam memimpin G20.
"Belajar dari Chile yang prosesnya 7 tahun, tentu Indonesia berharap kita bisa berproses lebih cepat. Sekitar 3,5 tahun," papar Airlangga.
Apabila disetujui, maka Indonesia akan menjadi negara ketiga di Asia, setelah Jepang dan Korea Selatan. Jika usulan ini disepakati, maka Indonesia wajib memenuhi persyaratan yang perlu adanya penyesuaian.
Beberapa waktu lalu, OECD mengapresiasi kepemimpinan Presiden Jokowi dan kabinetnya dalam melakukan langkah-langkah reformasi terhadap sejumlah bidang, terutama memperkuat perekonomian nasional di tengah situasi ketidakpastian global. Upaya itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan OECD sudah berjalan cukup lama. Indonesia merupakan mitra kerja utama dari OECD, bahkan telah melakukan program seperti survei ekonomi dan penilaian terhadap kebijakan yang berlaku di Tanah Air.
"Indonesia melakukan asesmen terhadap kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan BUMN dan taxation, capital movement, public procurement, anti-corruption, dan environment," kata Sri Mulyani.
"Tentunya Indonesia berbesar hati dengan dukungan dari para duta besar (perwakilan OECD), ini penting karena akan ada pertemuan di bulan September yang akan memutuskan apakah usulan Indonesia masuk menjadi anggota OECD, diterima oleh seluruh negara," kata Airlangga di Park Hyatt Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2023).
Saat ini OECD memiliki 38 anggota, dengan sejumlah negara mitra kunci atau key-partners. Indonesia merupakan salah satu key-partners OECD sejak 2007. Airlangga menilai Indonesia dapat mempercepat proses masuk menjadi anggota OECD menyusul pencapaian dalam beberapa hal, termasuk kesuksesan dalam memimpin G20.
"Belajar dari Chile yang prosesnya 7 tahun, tentu Indonesia berharap kita bisa berproses lebih cepat. Sekitar 3,5 tahun," papar Airlangga.
Apabila disetujui, maka Indonesia akan menjadi negara ketiga di Asia, setelah Jepang dan Korea Selatan. Jika usulan ini disepakati, maka Indonesia wajib memenuhi persyaratan yang perlu adanya penyesuaian.
Beberapa waktu lalu, OECD mengapresiasi kepemimpinan Presiden Jokowi dan kabinetnya dalam melakukan langkah-langkah reformasi terhadap sejumlah bidang, terutama memperkuat perekonomian nasional di tengah situasi ketidakpastian global. Upaya itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan OECD sudah berjalan cukup lama. Indonesia merupakan mitra kerja utama dari OECD, bahkan telah melakukan program seperti survei ekonomi dan penilaian terhadap kebijakan yang berlaku di Tanah Air.
"Indonesia melakukan asesmen terhadap kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan BUMN dan taxation, capital movement, public procurement, anti-corruption, dan environment," kata Sri Mulyani.
(uka)