Tak Gabung dengan BRICS, Indonesia Takut Dicap Anti-Barat?

Senin, 28 Agustus 2023 - 14:40 WIB
loading...
Tak Gabung dengan BRICS, Indonesia Takut Dicap Anti-Barat?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berbicara di KTT BRICS di Sandton Convention Center, Johannesburg, Afrika Selatan, Kamis (24/8/2023). Foto/Dok.
A A A
JAKARTA - Saat Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengumumkan perluasan BRICS dengan 6 anggota baru pada KTT BRICS Kamis (24/8) lalu, banyak pihak bertanya-tanya mengapa Indonesia tak termasuk di antaranya. Padahal, Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu calon kuat yang akan diundang masuk ke kelompok yang didirikan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan tersebut.

Faktanya, nama Indonesia tak ada di antara 6 anggota baru BRICS yang mencakup Argentina, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA). Keputusan Indonesia untuk tidak bergabung ke dalam BRICS, meskipun memiliki banyak kesamaan dengan negara-negara berkembang lainnya, dinilai para analis sebagai perwujudan kekhawatiran lama akan keterlibatan dalam aliansi geopolitik, serta ketidakpastian mengenai manfaat ekonomi yang akan diperoleh dari keanggotaan tersebut.

"Hal ini tidak terlalu mengejutkan, karena banyak analis dan mantan diplomat telah memperingatkan untuk tidak bergabung dengan BRICS dan manfaat ekonominya tidak jelas dan nyata, sedangkan dampak politik dan ekonomi akibat reaksi dari Barat sudah cukup pasti," kata Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra, seperti dilansir Al Jazeera, Senin (28/8/2023).



Menjelang KTT BRICS di Afrika Selatan pekan lalu, sekitar 40 negara disebut-sebut telah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan kelompok tersebut, termasuk Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menghadiri pertemuan di Johannesburg tersebut mengatakan bahwa dirinya mempertimbangkan Indonesia untuk menjadi anggota BRICS, namun tidak ingin "terburu-buru" dalam prosesnya.

Berbicara tentang keanggotaan Indonesia, Duta Besar Afrika Selatan untuk BRICS Anil Sookal mengatakan, Jakarta telah meminta penundaan untuk berkonsultasi dengan mitra-mitranya di ASEAN mengenai langkah tersebut. Menurut Dharmaputra, salah satu kekhawatiran Indonesia adalah citra yang terbentuk jika bergabung dengan negara-negara seperti China dan Rusia.

"Citra Indonesia yang dipandang sebagai bagian dari dunia China-Rusia akan menjadi masalah," ujarnya. "Apalagi Indonesia sangat mengedepankan kebijakan luar negerinya yang bebas-aktif. Bagaimana Anda bisa menjualnya ke negara lain, sementara berada di grup yang sama dengan China dan Rusia?"

Indonesia adalah salah satu anggota pendiri Gerakan Non-Blok selama Perang Dingin dan selama beberapa dekade telah menganut pendekatan "bebas-aktif", atau pendekatan kebijakan luar negeri yang independen dan aktif, termasuk mengambil peran dalam menengahi perdamaian di seluruh dunia, yang ditunjukkan ketika Presiden Jokowi mengunjungi Rusia dan Ukraina Juni tahun lalu.

Sementara, Dosen Hubungan Internasional di Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung Yohanes Sulaiman mengatakan, tidak ada manfaatnya bagi Indonesia untuk bergabung dengan BRICS. "Kami belum melihat hasil nyata apa pun dari BRICS selain sebagai kelompok untuk melawan Amerika Serikat dan tampaknya tidak ada kemajuan nyata yang dicapai," katanya kepada Al Jazeera.

Meskipun BRICS telah membentuk dirinya sebagai sebuah blok yang memperjuangkan negara-negara Selatan - dengan membentuk New Development Bank (NBD) sebagai alternatif dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, dan bahkan membuka kemungkinan mata uang baru - terdapat persepsi bahwa kelompok negara-negara ini merupakan aliansi anti-Barat. Persepsi yang berkembang itu dinilai dapat mempersulit hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2979 seconds (0.1#10.140)