Rupiah Hari Ini Ditutup Melemah ke Rp15.329 Menanti Kebijakan Fed
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali ditutup fluktuatif pada perdagangan Senin (11/9/2023), melemah tipis 2 poin di level Rp15.329 dari penutupan sebelumnya di Rp15.327.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, meskipun mengalami penurunan pada hari Senin, dolar masih tetap berada di dekat level tertinggi dalam enam bulan, dibantu oleh serangkaian data ekonomi yang tangguh baru-baru ini yang mengangkat ekspektasi bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve mungkin akan segera terjadi.
"Fokus minggu ini adalah pada data inflasi konsumen AS, yang akan dirilis pada hari Rabu, serta harga produsen pada hari Kamis, akan dipelajari dengan cermat untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai kebijakan moneter dan jalur suku bunga," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (11/9/2023).
Federal Reserve diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan minggu depan. Data menunjukkan inflasi tetap stabil ada potensi kenaikan lagi akhir tahun ini.
Selain itu, pertemuan kebijakan ECB akan menjadi hal yang penting, karena para pedagang mempersiapkan pertemuan penetapan kebijakan Bank Sentral Eropa pada hari Kamis. Ada banyak ketidakpastian mengenai keputusan suku bunga ECB karena tekanan harga tetap tinggi
Sementara, data menunjukkan aktivitas ekonomi kini melambat tajam. Bank Sentral Eropa telah menaikkan suku bunga pada sembilan pertemuan terakhirnya dan para pembuat kebijakan kini sedang memperdebatkan apakah akan menaikkan suku bunga deposito lagi, menjadi 4%, atau berhenti sejenak.
Kemudian, data yang dirilis pada akhir pekan menunjukkan bahwa inflasi konsumen Tiongkok kembali ke wilayah positif pada bulan Agustus, sementara inflasi harga produsen juga turun lebih lambat dibandingkan yang terlihat pada awal tahun ini.
Data tersebut, ditambah dengan langkah Beijing yang lebih mendukung sektor properti, membantu menumbuhkan optimisme terhadap pemulihan ekonomi di negara importir tembaga terbesar di dunia ini. Namun data lain pada bulan Agustus masih memberikan gambaran beragam mengenai perekonomian Tiongkok, yang sedang berjuang menghadapi perlambatan pemulihan pasca-COVID.
Dari sentimen internal, pelaku pasar memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed baru akan menaikkan suku bunga acuannya pada kuartal keempat 2023. The Fed akan mengumumkan keputusan kebijakan suku bunga (Fed Fund Rate/FFR) pada 20 September 2023.
The Fed ke depannya masih akan memberikan tekanan pada pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Karena suku bunga The Fed masih akan berpotensi meningkat hingga 6 persen. Bahkan juga ada probabilitas akan naik dua kali lipat karena Inflasi masih tinggi dan ekonomi masih kuat.
Selain itu, ekonomi dipengaruhi perekonomian yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat. Sedangkan, inflasi di negara berkembang telah menurun seperti indonesia yang berada di level 3,08 persen di Juli 2023. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi AS lebih baik dari prakiraan semula dipengaruhi konsumsi yang membaik ditopang kenaikan upah dan pemanfaatan tabungan yang tinggi (excess saving).
Walaupun kondisi ekonomi AS terus membaik dan the fed masih akan menaikan suku bunga acuan di kuartal keempat 2023, namun stabilitas nilai tukar rupiah diperkirakan tetap terjaga sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, inflasi yang rendah. Begitu juga dengan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.
Apalagi Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, efektivitas implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023, serta penerbitan instrumen operasi moneter (OM) yang proarket untuk mendukung pendalaman pasar uang dan mendorong masuknya aliran portofolio asing.
Berdasarkan sentimen diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan selanjutnya diprediksi bergerak fluktuatif cenderung ditutup menguat di rentang Rp15.290 - Rp15.370.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, meskipun mengalami penurunan pada hari Senin, dolar masih tetap berada di dekat level tertinggi dalam enam bulan, dibantu oleh serangkaian data ekonomi yang tangguh baru-baru ini yang mengangkat ekspektasi bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve mungkin akan segera terjadi.
"Fokus minggu ini adalah pada data inflasi konsumen AS, yang akan dirilis pada hari Rabu, serta harga produsen pada hari Kamis, akan dipelajari dengan cermat untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai kebijakan moneter dan jalur suku bunga," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (11/9/2023).
Federal Reserve diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan minggu depan. Data menunjukkan inflasi tetap stabil ada potensi kenaikan lagi akhir tahun ini.
Selain itu, pertemuan kebijakan ECB akan menjadi hal yang penting, karena para pedagang mempersiapkan pertemuan penetapan kebijakan Bank Sentral Eropa pada hari Kamis. Ada banyak ketidakpastian mengenai keputusan suku bunga ECB karena tekanan harga tetap tinggi
Sementara, data menunjukkan aktivitas ekonomi kini melambat tajam. Bank Sentral Eropa telah menaikkan suku bunga pada sembilan pertemuan terakhirnya dan para pembuat kebijakan kini sedang memperdebatkan apakah akan menaikkan suku bunga deposito lagi, menjadi 4%, atau berhenti sejenak.
Kemudian, data yang dirilis pada akhir pekan menunjukkan bahwa inflasi konsumen Tiongkok kembali ke wilayah positif pada bulan Agustus, sementara inflasi harga produsen juga turun lebih lambat dibandingkan yang terlihat pada awal tahun ini.
Data tersebut, ditambah dengan langkah Beijing yang lebih mendukung sektor properti, membantu menumbuhkan optimisme terhadap pemulihan ekonomi di negara importir tembaga terbesar di dunia ini. Namun data lain pada bulan Agustus masih memberikan gambaran beragam mengenai perekonomian Tiongkok, yang sedang berjuang menghadapi perlambatan pemulihan pasca-COVID.
Dari sentimen internal, pelaku pasar memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed baru akan menaikkan suku bunga acuannya pada kuartal keempat 2023. The Fed akan mengumumkan keputusan kebijakan suku bunga (Fed Fund Rate/FFR) pada 20 September 2023.
The Fed ke depannya masih akan memberikan tekanan pada pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Karena suku bunga The Fed masih akan berpotensi meningkat hingga 6 persen. Bahkan juga ada probabilitas akan naik dua kali lipat karena Inflasi masih tinggi dan ekonomi masih kuat.
Selain itu, ekonomi dipengaruhi perekonomian yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat. Sedangkan, inflasi di negara berkembang telah menurun seperti indonesia yang berada di level 3,08 persen di Juli 2023. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi AS lebih baik dari prakiraan semula dipengaruhi konsumsi yang membaik ditopang kenaikan upah dan pemanfaatan tabungan yang tinggi (excess saving).
Walaupun kondisi ekonomi AS terus membaik dan the fed masih akan menaikan suku bunga acuan di kuartal keempat 2023, namun stabilitas nilai tukar rupiah diperkirakan tetap terjaga sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, inflasi yang rendah. Begitu juga dengan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.
Apalagi Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, efektivitas implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023, serta penerbitan instrumen operasi moneter (OM) yang proarket untuk mendukung pendalaman pasar uang dan mendorong masuknya aliran portofolio asing.
Berdasarkan sentimen diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan selanjutnya diprediksi bergerak fluktuatif cenderung ditutup menguat di rentang Rp15.290 - Rp15.370.
(nng)