Malaysia Bakal Larang Ekspor Harta Karun yang Paling Diburu Dunia

Selasa, 12 September 2023 - 07:08 WIB
loading...
Malaysia Bakal Larang...
Anwar Ibrahim akan mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor logam tanah jarang. Foto/Reuters
A A A
JAKARTA - Dunia kini mulai dilanda "perang" kebijakan pembatasan atau larangan ekspor bahan logam untuk industri strategis, seperti chip atau militer. Mengikuti jejak China, Malaysia akan mengembangkan kebijakan yang melarang ekspor bahan mentah logam tanah jarang , salah satu logam yang paling diburu dunia.



Melansir Reuters, Selasa (12/9/2023), Perdana Menteri Anwar Ibrahim mengatakan, kebijakan Malaysia itu untuk menghindari eksploitasi dan hilangnya sumber daya paling berharga. Keputusan itu menjadikan Malaysia negara terbaru yang membatasi pengiriman mineral utama.

Menurut data Survei Geologi Amerika Serikat pada tahun 2019, Malaysia hanya memiliki sedikit cadangan logam tanah jarang, dengan perkiraan 30.000 metrik ton. China adalah negara yang memiliki sumber terbesar, dengan perkiraan 44 juta ton.

Langkah Malasyia menjadi keputusan yang telak karena diambil ketika dunia berupaya melakukan diversifikasi dari China. Selama ini logam tanah jarang asal China digunakan secara luas untuk industri chip, kendaraan listrik, dan peralatan militer.

Anwar mengatakan pemerintah akan mendukung pengembangan industri logam tanah jarang di Malaysia dan larangan tersebut akan "menjamin keuntungan maksimal bagi negara tersebut". Dia tidak mengatakan kapan usulan larangan itu akan mulai berlaku.

Di Parlemen, Anwar mengungkap, industri logam tanah jarang diperkirakan akan menyumbang sebesar USD2 miliar atau Rp30 triliun (kurs Rp15.000) terhadap produk domestik bruto negara itu pada tahun 2025 dan menciptakan hampir 7.000 lapangan kerja

“Pemetaan detail sumber unsur tanah jarang dan model bisnis komprehensif yang memadukan industri hulu, tengah, dan hilir akan dikembangkan untuk menjaga rantai nilai tanah jarang di Tanah Air,” ujarnya.

Larangan yang diterapkan Malaysia dapat memengaruhi penjualan ke China, yang mengimpor sekitar 8% bijih tanah jarang dari negeri Melayu itu antara bulan Januari dan Juli tahun ini, menurut data bea cukai China.

Awal tahun ini, China sendiri mengumumkan pembatasan ekspor beberapa logam yang digunakan secara luas di industri semikonduktor. Langkah itu dipandang sebagai tindakan pembalasan atas pembatasan AS terhadap penjualan teknologi ke China.

Pembatasan tersebut memicu kekhawatiran bahwa China juga dapat membatasi ekspor mineral penting lainnya termasuk logam tanah jarang.

Analis David Merriman di Project Blue mengatakan dampak pelarangan di Malaysia masih belum jelas karena kurangnya rincian. Namun pelarangan bijih tanah jarang dapat berdampak pada perusahaan China yang beroperasi di Malaysia.

“Undang-undang tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap potensi investasi di Malaysia dari pihak China, yang telah melirik negara-negara Asia lainnya untuk mendapatkan senyawa tanah jarang yang belum diproses atau dicampur sebagai bahan baku untuk fasilitas pengolahan di China selatan,” kata Merriman.

Lynas Rare Earths Ltd dari Australia, produsen logam tanah jarang terbesar di luar China, memiliki pabrik di Malaysia untuk memproses konsentrat yang diperolehnya di Australia. Tidak jelas apakah rencana larangan ekspor Malaysia akan berdampak pada Lynas, karena tidak segera menanggapi permintaan komentar.



Malaysia telah memberlakukan pembatasan pada beberapa operasi pemrosesan Lynas, dengan alasan kekhawatiran mengenai tingkat radiasi dari proses cracking dan leaching. Lynas membantah tuduhan tersebut dan mengatakan operasionalnya sesuai dengan peraturan.

(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Tutup Akses ke Logam...
Tutup Akses ke Logam Tanah Jarang jadi Cara China Menghukum Trump
Tetangga Indonesia Menolak...
Tetangga Indonesia Menolak Tawaran China untuk Gandengan Tangan Melawan Tarif AS
China Setop Ekspor Logam...
China Setop Ekspor Logam Tanah Jarang dan Mineral Kritis Gegara Tarif Baru Trump
Perang Dagang AS-China,...
Perang Dagang AS-China, Bos PTBA Cemas Bakal Ganggu Ekspor Batu Bara
Bakal Jadi Pesaing China,...
Bakal Jadi Pesaing China, Negara Ini Menemukan Deposit Logam Tanah Jarang 20 Juta Ton
Diancam AS Soal Perdagangan,...
Diancam AS Soal Perdagangan, Spanyol Pilih Merapat ke China
2 Senjata Pamungkas...
2 Senjata Pamungkas China Lawan Amerika dalam Perang Dagang
China Balas Dendam ke...
China Balas Dendam ke AS, Naikkan Tarif Impor Jadi 125%
Rencana Relaksasi TKDN,...
Rencana Relaksasi TKDN, Industri Nasional Waspadai Banjir Impor dari China
Rekomendasi
5 Manfaat Minum Air...
5 Manfaat Minum Air Rebusan Bawang Putih untuk Ginjal, Detoks Alami
IDI Investigasi Kasus...
IDI Investigasi Kasus Dokter Kandungan di Garut Lecehkan Pasien saat USG
Mahasiswi UB Diduga...
Mahasiswi UB Diduga Jadi Korban Pemerkosaan Mahasiswa UIN Malang, Begini Kronologinya
Berita Terkini
Kadin Indonesia dan...
Kadin Indonesia dan Rusia Perkuat Kerja Sama Dagang dan Investasi
39 menit yang lalu
Medela Potentia Resmi...
Medela Potentia Resmi Melantai di Bursa, Himpun Dana Rp685 Miliar
1 jam yang lalu
Harvard Tak Mau Tunduk...
Harvard Tak Mau Tunduk Ancaman Trump, Dana Hibah Rp37 Triliun Dicabut
1 jam yang lalu
Terus Dorong Akses Crypto...
Terus Dorong Akses Crypto untuk Semua
2 jam yang lalu
Pentingnya Biodiversity...
Pentingnya Biodiversity Credit untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
2 jam yang lalu
Hadapi Tarif AS, Indonesia...
Hadapi Tarif AS, Indonesia Ingin Negosiasi Konkret dan Menguntungkan
2 jam yang lalu
Infografis
5 Negara Muslim yang...
5 Negara Muslim yang Bakal Terseret jika Perang Dunia III Terjadi
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved