Bank Sentral AS Tekor Rp1.500 Triliun, Ini Biang Keroknya!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gara-gara urusan suku bunga , bank sentral Amerika Serikat ( The Ted ) tekor lebih dari USD100 miliar atau Rp1.500 triliun (kurs Rp15.000). Nilai kerugian itu terungkap dalam data yang rilis Kamis kemarin (16/9/2023).
Reuters melaporkan, oleh banyak pengamat, kerugian The Fed diperkirakan masih akan terus membengkak. William English, mantan staf bank sentral terkemuka yang kini bekerja di Universitas Yale, memperkirakan kerugian "puncak" The Fed sekitar USD200 miliar pada tahun 2025.
Sementara itu, Derek Tang dari perusahaan LH Meyer mengatakan kerugian tersebut kemungkinan besar berkisar antara USD150 miliar hingga USD200 miliar pada tahun depan.
Kerugian muncul akibat The Fed terus membayar lebih banyak biaya bunga dibandingkan dengan bunga yang diperoleh dari obligasi yang dimiliki dan dari jasa yang diberikannya kepada sektor keuangan. Meskipun ada banyak ketidakpastian mengenai situasi itu akan terjadi, beberapa pengamat percaya bahwa kerugian yang dialami The Fed, yang dimulai tahun lalu, pada akhirnya bisa mencapai dua kali lipat sebelum mereda.
The Fed mencatat kerugiannya sebagai aset yang ditangguhkan, suatu ukuran akuntansi yang menghitung jumlah kerugian yang harus ditanggungnya di masa depan sebelum dapat kembali ke praktik normalnya, yaitu mengembalikan keuntungan.
Sejatinya, kehilangan uang sangat jarang terjadi pada The Fed. Namun pada saat yang sama, bank sentral telah berkali-kali memperingatkan bahwa situasi ini sama sekali tidak mengganggu kemampuannya dalam menjalankan kebijakan moneter dan mencapai tujuannya.
Kerugian yang dialami The Fed bukanlah hal yang mengejutkan mengingat kampanye agresifnya untuk menaikkan suku bunga, yang telah mengubah suku bunga acuan overnight dari level mendekati nol pada Maret 2022 ke kisaran saat ini di 5,25%-5,50%. Dengan surutnya tekanan inflasi, diperkirakan The Fed akan selesai menaikkan suku bunganya.
Reuters melaporkan, oleh banyak pengamat, kerugian The Fed diperkirakan masih akan terus membengkak. William English, mantan staf bank sentral terkemuka yang kini bekerja di Universitas Yale, memperkirakan kerugian "puncak" The Fed sekitar USD200 miliar pada tahun 2025.
Sementara itu, Derek Tang dari perusahaan LH Meyer mengatakan kerugian tersebut kemungkinan besar berkisar antara USD150 miliar hingga USD200 miliar pada tahun depan.
Kerugian muncul akibat The Fed terus membayar lebih banyak biaya bunga dibandingkan dengan bunga yang diperoleh dari obligasi yang dimiliki dan dari jasa yang diberikannya kepada sektor keuangan. Meskipun ada banyak ketidakpastian mengenai situasi itu akan terjadi, beberapa pengamat percaya bahwa kerugian yang dialami The Fed, yang dimulai tahun lalu, pada akhirnya bisa mencapai dua kali lipat sebelum mereda.
The Fed mencatat kerugiannya sebagai aset yang ditangguhkan, suatu ukuran akuntansi yang menghitung jumlah kerugian yang harus ditanggungnya di masa depan sebelum dapat kembali ke praktik normalnya, yaitu mengembalikan keuntungan.
Sejatinya, kehilangan uang sangat jarang terjadi pada The Fed. Namun pada saat yang sama, bank sentral telah berkali-kali memperingatkan bahwa situasi ini sama sekali tidak mengganggu kemampuannya dalam menjalankan kebijakan moneter dan mencapai tujuannya.
Kerugian yang dialami The Fed bukanlah hal yang mengejutkan mengingat kampanye agresifnya untuk menaikkan suku bunga, yang telah mengubah suku bunga acuan overnight dari level mendekati nol pada Maret 2022 ke kisaran saat ini di 5,25%-5,50%. Dengan surutnya tekanan inflasi, diperkirakan The Fed akan selesai menaikkan suku bunganya.
(uka)