GAPPRI Tolak RPP Pengamanan Zat Adiktif Tembakau
loading...
A
A
A
"IHT juga menjadi tempat bergantung bagi jutaan masyarakat Indonesia mulai petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik, peritel, pekerja periklanan, pekerja logistik dan transportasi, hingga usaha-usaha pendukung lainnya yang tumbuh dari bisnis pertembakauan. Kalau ekosistem tembakau dimatikan, apakah sudah siap dengan konsekuensinya?” tegas Henry.
Sebagai jalan tengah, GAPPRI mengusulkan agar pasal-pasal terkait produk tembakau yang bernuansa pelarangan diubah menjadi pengendalian. Pasalnya, dengan model pengaturan sebagaimana dalam dokumen draf RPP akan berdampak bagi iklim usaha dan investasi yang tidak kondusif mengingat saat ini IHT tidak sedang baik-baik saja.
Merujuk kajian GAPPRI, peraturan yang dibuat pemerintah saat ini sudah cukup memberatkan. Akibatnya, pabrik rokok jumlahnya turun dari 4.669 unit usaha di tahun 2007 menjadi 1.100 di tahun 2022. "Produksi juga terus menurun dimana di tahun 2013 sebesar 346 miliar batang menjadi 324 miliar batang pada tahun 2022," katanya.
Kajian GAPPRI juga menyebutkan bahwa turunnya kontribusi IHT terhadap PDB. Tahun 2018 sebesar 5,05% menjadi 4,18% di tahun 2022. Sementara, pada triwulan 2023 turun lagi menjadi 4,05%. Bahwa IHT telah berkontribusi terhadap penerimaan negara cukup besar antara lain dari pendapatan cukai tahun 2022 sebesar Rp. 218,6 triliun.
"Karena itu, Perkumpulan GAPPRI berharap pengaturan terhadap IHT sebagaimana dalam dokumen draf RPP harus mencerminkan diantaranya asas kemanusiaan, kebangsaan, kenusantaraan, keadilan yang memberikan kepastian usaha bagi IHT kretek nasional," pungkas Henry.
Sebagai jalan tengah, GAPPRI mengusulkan agar pasal-pasal terkait produk tembakau yang bernuansa pelarangan diubah menjadi pengendalian. Pasalnya, dengan model pengaturan sebagaimana dalam dokumen draf RPP akan berdampak bagi iklim usaha dan investasi yang tidak kondusif mengingat saat ini IHT tidak sedang baik-baik saja.
Merujuk kajian GAPPRI, peraturan yang dibuat pemerintah saat ini sudah cukup memberatkan. Akibatnya, pabrik rokok jumlahnya turun dari 4.669 unit usaha di tahun 2007 menjadi 1.100 di tahun 2022. "Produksi juga terus menurun dimana di tahun 2013 sebesar 346 miliar batang menjadi 324 miliar batang pada tahun 2022," katanya.
Kajian GAPPRI juga menyebutkan bahwa turunnya kontribusi IHT terhadap PDB. Tahun 2018 sebesar 5,05% menjadi 4,18% di tahun 2022. Sementara, pada triwulan 2023 turun lagi menjadi 4,05%. Bahwa IHT telah berkontribusi terhadap penerimaan negara cukup besar antara lain dari pendapatan cukai tahun 2022 sebesar Rp. 218,6 triliun.
"Karena itu, Perkumpulan GAPPRI berharap pengaturan terhadap IHT sebagaimana dalam dokumen draf RPP harus mencerminkan diantaranya asas kemanusiaan, kebangsaan, kenusantaraan, keadilan yang memberikan kepastian usaha bagi IHT kretek nasional," pungkas Henry.
(nng)