Siasat Predatory Pricing Barang Impor China Kini Bisa Ditangkal

Senin, 25 September 2023 - 23:20 WIB
loading...
Siasat Predatory Pricing Barang Impor China Kini Bisa Ditangkal
Revisi Permendag No.50 Tahun 2020 diharapkan bisa menekan predatory pricing produk impor. Foto/ilsutrasi
A A A
JAKARTA - Pemerintah terus melindungi produk-produk usaha mikro, kecil, dan menengah ( UMKM ) dari serbuan barang-barang impor , terutama dari China yang dijual lewat Tiktok Shop dengan harga super miring, alias murah. Salah satu upaya itu lewat revisi Permendag No. 50 Tahun 2020 yang akan segera diteken.



Beleid itu akan menjadi aturan main baru buat e-commerce yang beroperasi di Tanah Air. Dalam aturan itu ditegaskan bahwa barang impor yang boleh masuk ke Indonesia dan dijual di e-commerce wajib di atas USD100 atau sekitar Rp1,5 juta. Artinya, barang-barang yang harganya di bawah itu haram dijual di ecommerce di Indonesia

"Arus barang sudah diatur gak boleh lagi di bawah USD100," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, usai melakukan rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023).

Tak hanya itu, serbuan barang impor dari China juga akan ditangkal lewat aturan positive list. Jadi, barang-barang yang boleh diimpor akan didaftar, sehingga produk yang tak masuk daftar tak boleh diimpor.

Pendataan barang yang boleh atau tidak, berdasarkan kemampuan UMKM memproduksinya. Batik misalnya, yang bisa diproduksi di dalam negeri oleh UMKM dan pelaku usaha lokal tak akan boleh diimpor dari negara lain.

"Di sini banyak kok, ngapain impor batik," tegas Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

Upaya-upaya itu nantinya diharapkan bisa mencegah aksi predatory pricing atau jual rugi yang menyebabkan terpukulnya industri dalam negeri, terutama tekstil. Selama ini, menurut Teten, barang-barang impor, terutama dari China, yang menggunakan siasat predatory pricing dijual secara daring hingga membuat produk dalam negeri tak bisa bersaing.

"Saya mendapatkan masukan banyaknya barang impor yang masuk, utamanya dari China dengan harga yang sangat murah. Nah harga yang murah ini, predatory pricing, dijual di online kemudian memukul pedagang offline dan efeknya yang terpukul sektor produksi juga," kata Teten di Bandung dikutip dari Antara, Minggu (24/9/2023).

Menurut Teten, praktik predatory pricing tersebut secara nyata mulai dirasakan khususnya oleh para pelaku usaha tekstil yang mengalami turunnya permintaan sehingga menekan omzet bahkan lebih lanjut berdampak pada penurunan produksi dan pemutusan hubungan kerja (PHK) di UMKM.

"Ada penurunan yang cukup drastis karena pelaku UMKM yang memproduksi pakaian muslim, kerudung, pakaian jadi yang dijual di pasar grosir seperti Tanah Abang, ITC Kebon Kelapa, Pasar Andir terpantau anjlok. Akibatnya permintaan terhadap pakaian, kain, dan tekstil menurun drastis," ucap Teten.

Teten menambahkan, kondisi itu terjadi juga karena didorong adanya aturan safe guard yang tidak berjalan dengan semestinya. Safeguard adalah upaya pencegahan sehubungan dengan peningkatan impor produk tertentu, yang telah menyebabkan atau mengancam dapat menyebabkan kerugian serius pada industri dalam negeri.

Nah dengan revisi Permendag No. 50 Tahun 2020, siasat predatory pricing bisa dilawan. Sebab ya itu tadi, larangan impor barang di bawah Rp1,5 juta dan sudah diproduksi di dalam negeri.



Jika predatory pricing tak dilawan, maka industri dalam negeri akan ambruk lantaran UMKM dan industri dalam negeri tak cukup modal untuk melawan harga yang sangat miring. Untuk mensubsidi harga yang miring butuh modal yang sangat besar.

(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2411 seconds (0.1#10.140)