Miliarder Rusia Berharta Rp38,5 T Sebut Sanksi Barat Tak Akan Hentikan Perang Ukraina
loading...
A
A
A
MOSKOW - Oligarki, Oleg Deripaska mengatakan, Rusia telah mampu melewati serangkaian sanksi Barat yang dijatuhkan sebagai respons atas invasi ke Ukraina. Miliarder asal Rusia itu juga memperingatkan, harapan Barat bahwa sanksi ekonomi bisa mengakhiri perang Ukraina atau memicu perubahan rezim dipastikan bakal gagal.
Presiden Rusia, Vladimir Putin menopang ekonomi USD2,1 triliun untuk perang Ukraina yang panjang dan telah berulang kali mengatakan bahwa Barat sudah gagal melumpuhkan Rusia. Dimana ekonomi Rusia diperkirakan akan tumbuh 2,8% tahun ini dan 2,3% untuk tahun depan.
Harapan Barat memicu krisis ekonomi Rusia disebut tidak tercapai, ketika eksportir minyak terbesar kedua di dunia itu tidak mengalami kesulitan menjual minyaknya di pasar global. Sementara perdagangan Moskow justru sedang booming dengan China, dan dengan beberapa negara lainnya.
"Saya terkejut bahwa bisnis swasta bisa sangat fleksibel. Saya kurang lebih yakin bahwa hingga 30 persen ekonomi akan runtuh, tetapi itu jauh lebih sedikit," kata Deripaska, seorang taipan berusia 55 tahun, kepada FT.
Alasan Rusia mampu bertahan dari sanksi Barat, menurut Deripaska yakni disebabkan oleh kekayaan sumber daya alam Rusia yang membuatnya terlalu menarik bagi banyak orang untuk ditinggalkan, termasuk China dan beberapa negara-negara lainnya.
Dikatakan juga oleh Deripaska, bahwa harapan Barat menggunakan sanksi untuk mengubah para pemimpin Rusia, tidak berjalan sesuai rencana.
Sejak invasi ke Ukraina dimulai pada 24 Februari, Deripaska sendiri telah dikenai sanksi oleh Inggris karena dugaan hubungannya dengan Putin. Sejak saat itu, Dia telah menempuh jalur hukum demi membatalkan sanksi.
"Percaya bahwa sanksi akan menghentikan (perang) atau menciptakan perubahan rezim atau entah bagaimana membuat kita lebih dekat dengan akhir konflik. . . Tidak akan berhasil. Kita perlu memiliki solusi lain," katanya seperti dikutip oleh FT.
Deripaska, yang belajar fisika di Universitas Moskow, kemudian beralih ke perdagangan logam ketika Uni Soviet runtuh, menghasilkan banyak uang dengan membeli saham di pabrik aluminium.
Dia mendirikan RUSAL, yang menyatukan industri aluminium Soviet menjadi satu holding, pada tahun 2000. Pada peringkat Forbes versi Rusia tahun ini, Deripaska menyandang gelar sebagai orang terkaya ke-54 Rusia dengan kekayaan diperkirakan mencapai USD2,5 miliar setara Rp38,5 triliun (Kurs Rp15.400 per USD).
Diketahui Deripaska masih memiliki sebagian Rusal melalui sahamnya di induk perusahaan yaitu En+ Group. Dia meragukan sanksi Barat, yang disebutnya sebagai alat abad ke-20, akan berfungsi sebagai senjata ajaib di dunia global.
"Saya selalu meragukan Wunderwaffe ini, seperti yang biasa dikatakan orang Jerman, tentang sanksi – mempersenjatai sistem keuangan sebagai semacam alat untuk bernegosiasi," kata Deripaska.
"Ya, ada pengeluaran perang dan semua subsidi semacam ini serta dukungan pemerintah, tetapi tetap saja perlambatan yang terjadi sangat rendah. Ekonomi swasta menemukan jalannya untuk tetap beroperasi dan melakukannya dengan sukses," bebernya.
Presiden Rusia, Vladimir Putin menopang ekonomi USD2,1 triliun untuk perang Ukraina yang panjang dan telah berulang kali mengatakan bahwa Barat sudah gagal melumpuhkan Rusia. Dimana ekonomi Rusia diperkirakan akan tumbuh 2,8% tahun ini dan 2,3% untuk tahun depan.
Harapan Barat memicu krisis ekonomi Rusia disebut tidak tercapai, ketika eksportir minyak terbesar kedua di dunia itu tidak mengalami kesulitan menjual minyaknya di pasar global. Sementara perdagangan Moskow justru sedang booming dengan China, dan dengan beberapa negara lainnya.
"Saya terkejut bahwa bisnis swasta bisa sangat fleksibel. Saya kurang lebih yakin bahwa hingga 30 persen ekonomi akan runtuh, tetapi itu jauh lebih sedikit," kata Deripaska, seorang taipan berusia 55 tahun, kepada FT.
Alasan Rusia mampu bertahan dari sanksi Barat, menurut Deripaska yakni disebabkan oleh kekayaan sumber daya alam Rusia yang membuatnya terlalu menarik bagi banyak orang untuk ditinggalkan, termasuk China dan beberapa negara-negara lainnya.
Dikatakan juga oleh Deripaska, bahwa harapan Barat menggunakan sanksi untuk mengubah para pemimpin Rusia, tidak berjalan sesuai rencana.
Sejak invasi ke Ukraina dimulai pada 24 Februari, Deripaska sendiri telah dikenai sanksi oleh Inggris karena dugaan hubungannya dengan Putin. Sejak saat itu, Dia telah menempuh jalur hukum demi membatalkan sanksi.
"Percaya bahwa sanksi akan menghentikan (perang) atau menciptakan perubahan rezim atau entah bagaimana membuat kita lebih dekat dengan akhir konflik. . . Tidak akan berhasil. Kita perlu memiliki solusi lain," katanya seperti dikutip oleh FT.
Deripaska, yang belajar fisika di Universitas Moskow, kemudian beralih ke perdagangan logam ketika Uni Soviet runtuh, menghasilkan banyak uang dengan membeli saham di pabrik aluminium.
Dia mendirikan RUSAL, yang menyatukan industri aluminium Soviet menjadi satu holding, pada tahun 2000. Pada peringkat Forbes versi Rusia tahun ini, Deripaska menyandang gelar sebagai orang terkaya ke-54 Rusia dengan kekayaan diperkirakan mencapai USD2,5 miliar setara Rp38,5 triliun (Kurs Rp15.400 per USD).
Diketahui Deripaska masih memiliki sebagian Rusal melalui sahamnya di induk perusahaan yaitu En+ Group. Dia meragukan sanksi Barat, yang disebutnya sebagai alat abad ke-20, akan berfungsi sebagai senjata ajaib di dunia global.
"Saya selalu meragukan Wunderwaffe ini, seperti yang biasa dikatakan orang Jerman, tentang sanksi – mempersenjatai sistem keuangan sebagai semacam alat untuk bernegosiasi," kata Deripaska.
"Ya, ada pengeluaran perang dan semua subsidi semacam ini serta dukungan pemerintah, tetapi tetap saja perlambatan yang terjadi sangat rendah. Ekonomi swasta menemukan jalannya untuk tetap beroperasi dan melakukannya dengan sukses," bebernya.
(akr)