Nilai Investasi di 11 Kawasan Ekonomi Khusus Tembus Rp221 Triliun

Kamis, 06 Juli 2017 - 17:27 WIB
Nilai Investasi di 11 Kawasan Ekonomi Khusus Tembus Rp221 Triliun
Nilai Investasi di 11 Kawasan Ekonomi Khusus Tembus Rp221 Triliun
A A A
JAKARTA - Minat investor untuk menanamkan modal ke dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) cukup tinggi. Hingga akhir Juni 2017, komitmen investasi ke dalam 11 KEK di seluruh Indonesia sudah mencapai Rp221 triliun.

Rinciannya, Rp161,7 triliun investasi di KEK Tanjung Api Api, Sumatera Selatan dengan kegiatan utama industri pengolahan karet, pengolahan kepala sawit, dan industri petrokimia. Komitmen investasi di KEK Pariwisata Mandalika (NTB) sebesar Rp16,2 triliun, KEK Tanjung Kelayang (Bangka Belitung) Rp13,8 triliun, KEK Sei Mangkei (Sumatera Utara) Rp10,8 triliun, KEK Tanjung Lesung (Banten) Rp8,2 triliun, KEK MBTK (Kalimantan Timur) sebesar Rp8 triliun, KEK Bitung (Sulawesi Utara) Rp2 triliun.

Kemudian KEK Morotai (Maluku Utara) Rp95 miliar, KEK Sorong (Papua Barat) Rp25 miliar, KEK Palu (Sulawesi Tengah) Rp328 miliar, KEK Arun Lhokseumawe (Aceh) Rp100 miliar. Di antara total komitmen investasi itu dibagi tiga kategori. Yaitu komitmen investasi yang sudah mendapat izin investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sudah menandatangani perjanjian kerjasama, dan menandatangani MoU.

”Sekretariat Dewan Nasional KEK terus memantau komitmen investasi di KEK agar semuanya dapat segera terealisasi tanpa ada hambatan,” ujar Sekretaris Dewan Nasional KEK, Enoh Suharto Pranoto pada acara Media Gathering bertema Implementasi Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah di Senayan, Jakarta, Kamis (6/7/2017).

Enoh melanjutkan, Sekretariat Dewan Nasional KEK juga secara berkala mengevaluasi 11 KEK yang sudah mendapatkan penetapan dari pemerintah. Hingga akhir Juni 2017, sudah ada 2 KEK yang resmi beroperasi yaitu KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara dan KEK Tanjung Lesung di Banten. Tiga KEK baru ditetapkan yaitu KEK Arun Lhokseumawe, KEK Tanjung Kelayang, dan KEK Sorong.

”Kami optimistis ketiga KEK yang baru ditetapkan ini sudah bisa beroperasi tahun 2018. Karena minat investor cukup tinggi untuk menanamkan modal di sana,” ujar Enoh.

Kemudian enam KEK lainnya dalam proses evaluasi yaitu KEK Mandalika, KEK Tanjung Api Api, KEK MBTK, KEK Bitung, KEK Palu, dan KEK Morotai.

”Sudah dievaluasi yang 6 KEK ini, dan akan dirapatkan di Dewan Nasional KEK. Satu KEK yaitu KEK Mandalika sudah siap dideklarasikan beroperasi. Tinggal proses administrasi dari Gubernur NTB. KEK MBTK dan Palu bisa dideklarasikan beroperasi tahun ini, tinggal menyelesaikan proses sertifikasi lahan di BPN. KEK Palu juga butuh waktu untuk penetapan Badan Usaha Pengelola,” jelas Enoh.

"Sedangkan tiga KEK lainnya akan dibahas khusus di Dewan Nasional KEK," lanjutnya.

Hingga 2019, pemerintah menargetkan jumlah KEK mencapai 25. Saat ini sudah ada 6 usulan KEK baru yang sudah dikaji secara serius. Yaitu Kuala Tanjung di Sumatera Utara dengan rencana investasi Rp 94 triliun, Pulau Asam Karimun (Kepulauan Riau) dengan rencana investasi Rp10 triliun, Merauke (Papua) rencana investasinya Rp926 miliar, Melolo di Nusa Tenggara Timur (NTT), Kawasan Pariwisata Pulau Bangka, dan Nongsa (Batam).

Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Ekonomi, Wahyu Utomo mengatakan, tidak mudah menarik investasi. Sebab negara tetangga juga gencar menarik investasi. Karena itulah, pemerintah menyediakan fasilitas dan kemudahan di KEK bagi investor.
Fasilitas yang diberikan pemerintah itu berupa fasilitas fiskal dan non fiskal. Fasilitas fiskal berupa PPh Badan, PPh Pasal 22 Impor tidak dipungut, PPN dan PPnBM tidak dipungut, pembebasan bea masuk, dan penangguhan bea masuk.

Fasilitas non fiskal di antaranya pemberlakuan DNI tidak diberlakukan bagi investasi di KEK, kemudahan perizinan keimigrasian, kemudahan perizinan pertanahan, kemudahan perizinan ketenagakerjaan, fasilitas lalu lintas barang, pemilikan properti bagi orang asing di KEK Pariwisata, dan kemudahan perizinan penanaman modal.

”Dengan pemberian fasilitas insentif ini, memang akan lost di depan. Tapi gain di belakang. Gain itu tidak hanya bentuk uang, tapi bentuknya lebih luas secara ekonomi,” jelas Wahyu Utomo, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4833 seconds (0.1#10.140)