Menperin Sebut Kawasan Berikat dan Pusat Logistik Jadi Pintu Masuk Impor Ilegal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian ( Menperin ) Agung Gumiwang Kartasasmita menyebutkan, bahwa Kawasan Berikat dan Kawasan Pusat Logistik Berikat (PLB) merupakan pintu masuknya barang impor ilegal di Indonesia.
"Banyaknya masuk produk ilegal. Contohnya Itu baru berikat. Belum lagi PLB yakni pusat logistik berikat dan itu pintu masuk produk ilegal," katanya di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin (16/10/2023).
Pernyataan tersebut dilontarkan lantaran pada 3 bulan lalu, Kemenperin telah melakukan sidak di kawasan PLB dan ditemukan praktek-praktek yang mencederai industri dalam negeri. Adapun sidak tersebut dikepalai oleh Direktorat Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII).
"Sesuai dengan apa yang diprediksi kita temukan praktek yang tidak sesuai pada gilirannya pasti akan mencinderai industri dalam negeri," katanya.
Adapun terkait dengan kawasan berikat, pihaknya mengaku kesulitan untuk dalam melakukan pengawasan. Pasalnya kawasan tersebut tidak berada di bawah Kementerian Perindustrian.
"Jadi ketika kita menyampaikan atau menetapan kebijakan, contohnya kebijakan 50 persen produk dari kawasan berikat masuk ke dalam negeri, itu atas nama lemahnya pasar ekspor, dan atas nama perlindungan dari PHK terhadap tenaga kerja. Kita tidak tahu angka 50 persen dasarnya apa. Apakah 50 persen dari 100 persen atau 1.000 persen. Karena kita tidak tahu data yang tepat," katanya.
Sementara itu, berdasarkan temuan pihaknya dengan keterbatasan yang ada, Menperin menyebutkan ada 1.400 kawasan berikat yang ada di Indonesia baik itu industri kecil maupun besar. Oleh karenanya, Menperin mengatakan bahwa perlu adanya data yang transparan terkait dengan kawaan berikat. Hal ini guna menyelesaikan persoalan yang ada.
Data tersebut juga dibutuhkan terkait dengan rencana pemerintah dalam pengetatan sejumah komoditas impor. Kata Menperin, adanya permasalahan di kawasan berikat jangan sampai menimbulkan masalah yang ada di kawasan non kawasan berikat.
"Dan ini problem. Kalo kita tidak terbuka satu sama lain. Kami dari Kemenperin tidak bisa menyelesaikan secara maksimal," katanya.
"Banyaknya masuk produk ilegal. Contohnya Itu baru berikat. Belum lagi PLB yakni pusat logistik berikat dan itu pintu masuk produk ilegal," katanya di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin (16/10/2023).
Pernyataan tersebut dilontarkan lantaran pada 3 bulan lalu, Kemenperin telah melakukan sidak di kawasan PLB dan ditemukan praktek-praktek yang mencederai industri dalam negeri. Adapun sidak tersebut dikepalai oleh Direktorat Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII).
"Sesuai dengan apa yang diprediksi kita temukan praktek yang tidak sesuai pada gilirannya pasti akan mencinderai industri dalam negeri," katanya.
Adapun terkait dengan kawasan berikat, pihaknya mengaku kesulitan untuk dalam melakukan pengawasan. Pasalnya kawasan tersebut tidak berada di bawah Kementerian Perindustrian.
"Jadi ketika kita menyampaikan atau menetapan kebijakan, contohnya kebijakan 50 persen produk dari kawasan berikat masuk ke dalam negeri, itu atas nama lemahnya pasar ekspor, dan atas nama perlindungan dari PHK terhadap tenaga kerja. Kita tidak tahu angka 50 persen dasarnya apa. Apakah 50 persen dari 100 persen atau 1.000 persen. Karena kita tidak tahu data yang tepat," katanya.
Sementara itu, berdasarkan temuan pihaknya dengan keterbatasan yang ada, Menperin menyebutkan ada 1.400 kawasan berikat yang ada di Indonesia baik itu industri kecil maupun besar. Oleh karenanya, Menperin mengatakan bahwa perlu adanya data yang transparan terkait dengan kawaan berikat. Hal ini guna menyelesaikan persoalan yang ada.
Data tersebut juga dibutuhkan terkait dengan rencana pemerintah dalam pengetatan sejumah komoditas impor. Kata Menperin, adanya permasalahan di kawasan berikat jangan sampai menimbulkan masalah yang ada di kawasan non kawasan berikat.
"Dan ini problem. Kalo kita tidak terbuka satu sama lain. Kami dari Kemenperin tidak bisa menyelesaikan secara maksimal," katanya.
(akr)