Diterpa Konflik Israel-Hamas hingga Perang Rusia-Ukraina, Ketahanan Energi RI Dinilai Lemah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketahanan energi Indonesia bakal diuji seiring dinamika geoekonomi dan geopolitik global, dimana pasar minyak dunia ikut bergejolak. Anggota Dewan Energi Nasional atau DEN sisi Konsumen Eri Purnomohadi mengakui, bahwa ketahanan energi di Indonesia belum kuat.
Padahal menurutnya, ketahanan energi dalam negeri merupakan hal yang paling utama untuk dipenuhi. Dikatakan Eri, ketahanan energi yang belum kuat itu terlihat ketika adanya perang antara Rusia-Ukraina serta yang saat ini memanas yaitu Hamas-Israel.
“Perang Rusia-Ukraina apalagi Palestina-Israel membuat energi terganggu, meningkatnya ICP (Indonesian Crude Price) minyak, gas dan memang ketahanan energi yang lebih utama dalam negeri adalah sumber kemandirian energi dalam negeri,” jelas Eri di Jakarta, Rabu (18/10/2023).
Apalagi Eri mengutarakan, bahwa Indonesia masih mengimpor sumber energi gas dan minyak dalam jumlah yang tinggi. Katanya, Indonesia mengimpor gas hingga 70% dari kebutuhan total gas di dalam negeri.
“Impor kita tinggi, gas 70%-an impor, crude, BBM impor, makanya dalam ketahanan energi kita belum dalam posisi sangat tahan dan kuat,” tuturnya.
Dikatakannya, Indonesia sejatinya harus memiliki sumber kemandirian energi salah satunya yang bisa dimanfaatkan melalui energi terbarukan seperti energi surya dan air. Sebab menurutnya, energi tersebut bisa menjadi prioritas sumber energi dalam negeri.
“Sumber kemandirian energi dalam negeri misal pembangkit air, pembangkit suya yang harusnya jadi prioritas yang arahnya sama ke NZE (net zero emission),” pungkasnya.
Padahal menurutnya, ketahanan energi dalam negeri merupakan hal yang paling utama untuk dipenuhi. Dikatakan Eri, ketahanan energi yang belum kuat itu terlihat ketika adanya perang antara Rusia-Ukraina serta yang saat ini memanas yaitu Hamas-Israel.
“Perang Rusia-Ukraina apalagi Palestina-Israel membuat energi terganggu, meningkatnya ICP (Indonesian Crude Price) minyak, gas dan memang ketahanan energi yang lebih utama dalam negeri adalah sumber kemandirian energi dalam negeri,” jelas Eri di Jakarta, Rabu (18/10/2023).
Apalagi Eri mengutarakan, bahwa Indonesia masih mengimpor sumber energi gas dan minyak dalam jumlah yang tinggi. Katanya, Indonesia mengimpor gas hingga 70% dari kebutuhan total gas di dalam negeri.
“Impor kita tinggi, gas 70%-an impor, crude, BBM impor, makanya dalam ketahanan energi kita belum dalam posisi sangat tahan dan kuat,” tuturnya.
Dikatakannya, Indonesia sejatinya harus memiliki sumber kemandirian energi salah satunya yang bisa dimanfaatkan melalui energi terbarukan seperti energi surya dan air. Sebab menurutnya, energi tersebut bisa menjadi prioritas sumber energi dalam negeri.
“Sumber kemandirian energi dalam negeri misal pembangkit air, pembangkit suya yang harusnya jadi prioritas yang arahnya sama ke NZE (net zero emission),” pungkasnya.
(akr)