Uni Eropa Siapkan 2,4 Miliar Euro untuk Kemitraan Transisi Energi di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Uni Eropa (EU) menyoroti strategi transisi energi dan pendekatan yang dilakukan Team Europe. Para pemimpin EU ingin melakukan transisi hijau secara lebih cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan ancaman terhadap ketahanan energi.
"Di samping itu, transisi energi di Eropa telah terbukti menjadi salah satu sumber lapangan kerja terbesar di masa depan,” kata H.E. Denis Chaibi, Duta Besar EU untuk Indonesia, saat konferensi terkait EU dan Negara-Negara Anggota EU mendukung transisi energi yang Berkeadilan di Indonesia.
Chaibi menambahkan EU tidak dapat bekerja sendiri sehingga membutuhkan kemitraan global. Team Europe dapat mengandalkan Global Gateway, sebuah sumber pengumpulan berbagai inisiatif keuangan dari EU, lembaga-lembaga keuangan milik negara anggota dan European Investment Bank yang mendukung kepentingan bilateral dengan negara mitra.
Team Europe telah mengukuhkan komitmen senilai 2,4 miliar euro untuk Kemitraan Transisi Energi yang Adil di Indonesia. Saat ini yang dibutuhkan adalah komitmen politik, ambisi, dan proyek yang tepat.
H.E. Denis Chaibi
"Indonesia diberkati dengan potensi energi terbarukan yang sangat besar dan EU berharap dapat membawa kemitraan EU-Indonesia ke tingkat berikutnya,” jelasnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial menegaskan, Indonesia berkomitmen untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) dan mencapai Net Zero pada tahun 2050 atau lebih cepat. Dalam jangka panjang, terdapat peluang untuk pengembangan fasilitas tenaga surya, panas bumi, tenaga air, nuklir, dan hidrogen hijau.
"Karena pembangkit listrik tenaga batu bara akan dihentikan sepenuhnya pada tahun 2058," jelas Ego.
“Kebijakan ekonomi hijau dan net zero merupakan kunci penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Indonesia. Pembiayaan yang ramah lingkungan, seperti pajak karbon dan penetapan harga karbon akan menjadi instrumen-instrumen utama dalam implementasinya,” timpal Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Dr Vivi Yulaswati MSc.
Brent Elemans dan Eric Arends dari Pondera menunjukkan bahwa terdapat potensi untuk mengembangkan beberapa gigawatt kapasitas pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai di Indonesia, namun Indonesia perlu mengembangkan kerangka regulasi yang efisien dan stabil agar dapat memanfaatkan peluang ini.
"Di samping itu, transisi energi di Eropa telah terbukti menjadi salah satu sumber lapangan kerja terbesar di masa depan,” kata H.E. Denis Chaibi, Duta Besar EU untuk Indonesia, saat konferensi terkait EU dan Negara-Negara Anggota EU mendukung transisi energi yang Berkeadilan di Indonesia.
Chaibi menambahkan EU tidak dapat bekerja sendiri sehingga membutuhkan kemitraan global. Team Europe dapat mengandalkan Global Gateway, sebuah sumber pengumpulan berbagai inisiatif keuangan dari EU, lembaga-lembaga keuangan milik negara anggota dan European Investment Bank yang mendukung kepentingan bilateral dengan negara mitra.
Team Europe telah mengukuhkan komitmen senilai 2,4 miliar euro untuk Kemitraan Transisi Energi yang Adil di Indonesia. Saat ini yang dibutuhkan adalah komitmen politik, ambisi, dan proyek yang tepat.
H.E. Denis Chaibi
"Indonesia diberkati dengan potensi energi terbarukan yang sangat besar dan EU berharap dapat membawa kemitraan EU-Indonesia ke tingkat berikutnya,” jelasnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial menegaskan, Indonesia berkomitmen untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) dan mencapai Net Zero pada tahun 2050 atau lebih cepat. Dalam jangka panjang, terdapat peluang untuk pengembangan fasilitas tenaga surya, panas bumi, tenaga air, nuklir, dan hidrogen hijau.
"Karena pembangkit listrik tenaga batu bara akan dihentikan sepenuhnya pada tahun 2058," jelas Ego.
“Kebijakan ekonomi hijau dan net zero merupakan kunci penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Indonesia. Pembiayaan yang ramah lingkungan, seperti pajak karbon dan penetapan harga karbon akan menjadi instrumen-instrumen utama dalam implementasinya,” timpal Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Dr Vivi Yulaswati MSc.
Brent Elemans dan Eric Arends dari Pondera menunjukkan bahwa terdapat potensi untuk mengembangkan beberapa gigawatt kapasitas pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai di Indonesia, namun Indonesia perlu mengembangkan kerangka regulasi yang efisien dan stabil agar dapat memanfaatkan peluang ini.
(uka)