Bioavtur Aman untuk Penerbangan, Pengamat: Berstandar Internasional, 13 Tahun Uji Coba
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat penerbangan Alvin Lie mengapresiasi, penggunaan bahan bakar aviasi ramah lingkungan Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau Bioavtur oleh Garuda. Menurut Alvin, Bioavtur sudah menjalani pengujian cukup lama, sekitar 13 tahun. Dengan demikian, Pertamina SAF tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga sangat aman karena memiliki standar internasional.
“Sebagai upaya transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE), penggunaan Bioavtur wajib kita apresiasi. Ini kemajuan yang sangat menggembirakan. Konsumen juga tidak perlu khawatir, karena standar Bioavtur sama dengan Avtur konvensional, sama-sama berstandar internasional,” kata Alvin kepada media.
Alvin yang juga Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) menambahkan, secara kualitas, Pertamina SAF tidak perlu diragukan. Pertamina, jelasnya, sudah lama merintis bahan bakar aviasi ramah lingkungan tersebut, yakni sekitar 13 tahun dengan berbagai uji coba.
“Jadi secara kualitas, dapat diterima sesuai standar international. Itu yang sangat penting. Karena dalam penerbangan, faktor safety adalah yang utama dan tidak dapat ditawar,” imbuhnya.
Selama 13 tahun uji coba, jelas Alvin, setiap kali ada kemajuan, Bioavtur harus diuji melalui pengujian tingkat international. Mengapa? Karena untuk menggunakan Bioavtur, Garuda juga menyewa pesawat buatan industri luar negeri.
“Pesawat tersebut tentu diasuransikan. Dengan demikian, pemilik dan perusahaan asuransi juga ikut menguji karena tidak mau pesawatnya rusak atau mengalami insiden,” kata Alvin.
Dan nyatanya, kata dia, Garuda berani menggunakan Bioavtur. Artinya, maskapai tersebut juga menilai, bahwa Bioavtur memang sangat aman dan laik pakai. “Kalau tidak, Garuda tentu tidak tidak berani menggunakan,” jelasnya.
Menurut Alvin, bahan bakar nabati untuk pesawat memang berbeda dibandingkan untuk kendaraan lain, seperti biofuel pada motor. “Bioavtur ini dibawa pesawat terbang di atas 30-40 ribu kaki dengan temperatur -30 sampai -40 derajat Celcius. Pada kondisi tersebut, teruji bahwa tidak membeku, karakter kimianya tidak berubah,” lanjut Alvin.
Karena kualitas Bioavtur tersebut setara dengan Avtur, imbuh Alvin, maka bahan bakar aviasi tersebut juga sesuai dengan mesin pesawat dari berbagai industri. Tidak hanya Boeing, Airbus, namun juga yang lain. “Tentu sama. Karena Avtur memang harus memiliki standar internasional yang sama untuk mesin-mesin pesawat,” tegasnya.
Untuk itulah Alvin berharap, ke depan Pertamina terus mengembangkan Pertamina SAF atau Bioavtur. Dalam hal ini, tantangan Pertamina adalah meningkatkan kapasitas produksi sehingga bisa memenuhi permintaan. “Dan selain peningkatan volume dan distribusi, tantangan ke depan tentu saja masalah harga,” pungkas Alvin.
Sebelumnya, Jumat (27/10), memang dilakukan penggunaan perdana Pertamina SAF atau Bioavtur oleh Garuda. Penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang) menuju Bandara Adi Soemarmo (Surakarta), dan kembali ke Jakarta dengan bahan bakar aviasi ramah lingkungan tersebut.
Terkait Pertamina SAF atau Bioavtur, Pertamina telah menginisiasi sejak 2010 melalui Research & Technology Innovation Pertamina. Pada 2021, PT Kilang Pertamina Internasional berhasil memproduksi SAF J2.4 di Refinery Unit IV Cilacap dengan teknologi Co-Processing dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO), atau minyak inti sawit. Serangkaian pengujian menunjukkan, bahwa performa SAF J2.4 memiliki kualitas yang sama dengan avtur konvensional.
“Sebagai upaya transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE), penggunaan Bioavtur wajib kita apresiasi. Ini kemajuan yang sangat menggembirakan. Konsumen juga tidak perlu khawatir, karena standar Bioavtur sama dengan Avtur konvensional, sama-sama berstandar internasional,” kata Alvin kepada media.
Baca Juga
Alvin yang juga Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) menambahkan, secara kualitas, Pertamina SAF tidak perlu diragukan. Pertamina, jelasnya, sudah lama merintis bahan bakar aviasi ramah lingkungan tersebut, yakni sekitar 13 tahun dengan berbagai uji coba.
“Jadi secara kualitas, dapat diterima sesuai standar international. Itu yang sangat penting. Karena dalam penerbangan, faktor safety adalah yang utama dan tidak dapat ditawar,” imbuhnya.
Selama 13 tahun uji coba, jelas Alvin, setiap kali ada kemajuan, Bioavtur harus diuji melalui pengujian tingkat international. Mengapa? Karena untuk menggunakan Bioavtur, Garuda juga menyewa pesawat buatan industri luar negeri.
“Pesawat tersebut tentu diasuransikan. Dengan demikian, pemilik dan perusahaan asuransi juga ikut menguji karena tidak mau pesawatnya rusak atau mengalami insiden,” kata Alvin.
Dan nyatanya, kata dia, Garuda berani menggunakan Bioavtur. Artinya, maskapai tersebut juga menilai, bahwa Bioavtur memang sangat aman dan laik pakai. “Kalau tidak, Garuda tentu tidak tidak berani menggunakan,” jelasnya.
Menurut Alvin, bahan bakar nabati untuk pesawat memang berbeda dibandingkan untuk kendaraan lain, seperti biofuel pada motor. “Bioavtur ini dibawa pesawat terbang di atas 30-40 ribu kaki dengan temperatur -30 sampai -40 derajat Celcius. Pada kondisi tersebut, teruji bahwa tidak membeku, karakter kimianya tidak berubah,” lanjut Alvin.
Karena kualitas Bioavtur tersebut setara dengan Avtur, imbuh Alvin, maka bahan bakar aviasi tersebut juga sesuai dengan mesin pesawat dari berbagai industri. Tidak hanya Boeing, Airbus, namun juga yang lain. “Tentu sama. Karena Avtur memang harus memiliki standar internasional yang sama untuk mesin-mesin pesawat,” tegasnya.
Untuk itulah Alvin berharap, ke depan Pertamina terus mengembangkan Pertamina SAF atau Bioavtur. Dalam hal ini, tantangan Pertamina adalah meningkatkan kapasitas produksi sehingga bisa memenuhi permintaan. “Dan selain peningkatan volume dan distribusi, tantangan ke depan tentu saja masalah harga,” pungkas Alvin.
Sebelumnya, Jumat (27/10), memang dilakukan penggunaan perdana Pertamina SAF atau Bioavtur oleh Garuda. Penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang) menuju Bandara Adi Soemarmo (Surakarta), dan kembali ke Jakarta dengan bahan bakar aviasi ramah lingkungan tersebut.
Terkait Pertamina SAF atau Bioavtur, Pertamina telah menginisiasi sejak 2010 melalui Research & Technology Innovation Pertamina. Pada 2021, PT Kilang Pertamina Internasional berhasil memproduksi SAF J2.4 di Refinery Unit IV Cilacap dengan teknologi Co-Processing dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO), atau minyak inti sawit. Serangkaian pengujian menunjukkan, bahwa performa SAF J2.4 memiliki kualitas yang sama dengan avtur konvensional.
(akr)