BI Nilai Rupiah Ambruk Terimbas Kondisi Global
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi beberapa waktu belakangan disebabkan oleh kondisi global yang juga mengalami ketidakpastian.
Pelemahan diklaim tidak hanya terjadi pada nilai tukar rupiah semata, melainkan terhadap mata uang beberapa negara lainnya. (Baca Juga: Rupiah Dibuka Makin Terseok Hampir Tembus Level Rp13.600/USD).
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, USD juga menguat terhadap mata uang India, Jepang, Singapura, dan China. Pelemahan yang terjadi terhadap rupiah pun bukan yang terburuk di antara lainnya.
"Hari ini, Indian rupee melemah 0,4%, yen melemah 0,33%, dolar Singapura 0,32%, rupiah 0,27%, renminbi 0,24%. Jadi lihat dulu perbandingan regional. Dari 20 September, Indonesia melemah 0,22%, rupee 1,9%, yen 1,7%, Singapura 1,6% dan Renminbi 1,6%. Apa artinya? Artinya global," katanya di Hotel The Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Menurutnya, USD sejatinya sejak awal tahun mengalami pelemahan. Namun, Presiden AS Donald Trump mengajukan proposal terkait penurunan pajak di Negeri Paman Sam tersebut. Jika dikabulkan kongres, maka USD akan semakin menguat.
"Trump mengajukan proposal baru terkait penurunan pajak di AS, walaupun ini belum komprehensif tapi proporsal ini jika diterima kongres dan senat, maka ini jadi harapan baru bahwa ekonomi AS akan tumbuh lebih cepat lagi. Sehingga, suku bunga naiknya jadi lebih cepat. Kalau gitu kan nilai dolar menarik kembali," imbuh dia.
Penyebab berikutnya, Gubernur Bank Sentral AS The Federal Reserve, Jannet Yellen memberikan pernyataan bahwa suku bunga AS memiliki kemungkinan untuk naik lebih tinggi. Pernyataan tersebut membuat pasar mellihat ada kemungkinan kenaikan suku bunga untuk ketigakalinya di tahun ini.
"Yellen juga berikan statement seminggu lalu bahwa suku bunga AS kenaikan di Desember itu menjadi lebih kemungkinan naiknya lebih tinggi. Karena pasar belum percaya apakah AS akan turunkan di Desember apa enggak. Tapi pernyataan Yellen tersebut membuat pasar lihat bahwa kemungkinan naiknya suku bunga ketiga pada tahun ini akan terjadi," tuturnya.
Selanjutnya, sambung Mirza, adanya spekulasi mengenai adanya pergantian Gubernur Bank Sentral AS. Karena ditakutkan, calon pengganti Yellen akan memiliki pandangan moneter yang lebih ketat.
"Hal-hal gini oleh pasar keuangan dijadikan topik lah untuk 10 hari terakhir. Pada akhirnya kembali ke fundamental masing-masing. Yang jelas, kalau fundamental kita baik aja ya oke-oke saja," ujar Mirza.
Pelemahan diklaim tidak hanya terjadi pada nilai tukar rupiah semata, melainkan terhadap mata uang beberapa negara lainnya. (Baca Juga: Rupiah Dibuka Makin Terseok Hampir Tembus Level Rp13.600/USD).
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, USD juga menguat terhadap mata uang India, Jepang, Singapura, dan China. Pelemahan yang terjadi terhadap rupiah pun bukan yang terburuk di antara lainnya.
"Hari ini, Indian rupee melemah 0,4%, yen melemah 0,33%, dolar Singapura 0,32%, rupiah 0,27%, renminbi 0,24%. Jadi lihat dulu perbandingan regional. Dari 20 September, Indonesia melemah 0,22%, rupee 1,9%, yen 1,7%, Singapura 1,6% dan Renminbi 1,6%. Apa artinya? Artinya global," katanya di Hotel The Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Menurutnya, USD sejatinya sejak awal tahun mengalami pelemahan. Namun, Presiden AS Donald Trump mengajukan proposal terkait penurunan pajak di Negeri Paman Sam tersebut. Jika dikabulkan kongres, maka USD akan semakin menguat.
"Trump mengajukan proposal baru terkait penurunan pajak di AS, walaupun ini belum komprehensif tapi proporsal ini jika diterima kongres dan senat, maka ini jadi harapan baru bahwa ekonomi AS akan tumbuh lebih cepat lagi. Sehingga, suku bunga naiknya jadi lebih cepat. Kalau gitu kan nilai dolar menarik kembali," imbuh dia.
Penyebab berikutnya, Gubernur Bank Sentral AS The Federal Reserve, Jannet Yellen memberikan pernyataan bahwa suku bunga AS memiliki kemungkinan untuk naik lebih tinggi. Pernyataan tersebut membuat pasar mellihat ada kemungkinan kenaikan suku bunga untuk ketigakalinya di tahun ini.
"Yellen juga berikan statement seminggu lalu bahwa suku bunga AS kenaikan di Desember itu menjadi lebih kemungkinan naiknya lebih tinggi. Karena pasar belum percaya apakah AS akan turunkan di Desember apa enggak. Tapi pernyataan Yellen tersebut membuat pasar lihat bahwa kemungkinan naiknya suku bunga ketiga pada tahun ini akan terjadi," tuturnya.
Selanjutnya, sambung Mirza, adanya spekulasi mengenai adanya pergantian Gubernur Bank Sentral AS. Karena ditakutkan, calon pengganti Yellen akan memiliki pandangan moneter yang lebih ketat.
"Hal-hal gini oleh pasar keuangan dijadikan topik lah untuk 10 hari terakhir. Pada akhirnya kembali ke fundamental masing-masing. Yang jelas, kalau fundamental kita baik aja ya oke-oke saja," ujar Mirza.
(izz)