PEP Sukowati Lakukan Inovasi Sosial Dukung Pertanian Berkelanjutan
loading...
A
A
A
"Program ini mewujudkan langkah pasti sistem kehidupan berkelanjutan dan budaya berkelanjutan dimana masyarakat mulai kembali hidup dengan berbasis pada potensi lokal yang ada sekaligus menerapkan prinsip zero waste melalui pemanfaatan limbah-limbah yang ada serta penerapan efisiensi sumber daya sebagai bentuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim," ujarnya.
Totok menambahkan, program ini juga mengembangkan akses irigasi berbasis BUMDes sebagai solusi pertanian sistem tadah hujan yang sulit bertahan di musim kemarau. Inovasi sosial ini menurutnya juga mendorong terciptanya kohesivitas masyarakat sasaran melalui upaya rekonsiliasi konflik terkait ketegangan sosial antara 2 dusun, yakni Dusun Nggandu dan Dusun Kayunan, di Desa Rahayu akibat konflik politik lokal dan menghindari marginalisasi terhadap petani gurem terkait penyediaan akses irigasi.
Dampak dari program ini adalah peningkatan pendapatan petani gurem rata-rata Rp5,3 juta, petani lahan Rp22 juta dan buruh tani Rp8,8 juta per musim tanam. Selain itu dampak lingkungan terdapat pemanfaatan limbah kotoran ternak rata-rata 5.000 kg/bulan sebagai bahan utama pembuatan kompos dan pengurangan 400 kg pupuk kimia/ha/musim tanam yang meminimalisasi potensi terjadinya residu pada lahan pertanian seluas 1 ha.
Ketua Gapoktan Rahayu Sutikno mengakui perbedaan yang signifikan antara hasil panen pertanian organik dibanding metode konvensional. "Dulu sebelum melaksanakan pertanian organik, kami hanya bisa paling banyak panen 2 ton/ha. Saat ini di musim pertama pertanian organik kami mampu panen rata-rata 7 ton/ha," ungkap Sutikno.
Sebagai bentuk dukungan atas penerapan program ini, Sutikno merelakan lahan bengkoknya untuk dijadikan sebagai salah satu demonstration plot pertanian organik yang menjadi pusat pembelajaran bersama bagi seluruh anggota gapoktan. Tak hanya itu, dia juga menyediakan lahan pribadinya difungsikan untuk pembangunan rumah kompos yang menjadi sentra pembelajaran.
Lihat Juga: Gandeng Sejumlah Perusahaan, YMPK Ajak Program Cetak 1.000 Sarjana Pertanian dan Bangun Kemandirian Pangan
Totok menambahkan, program ini juga mengembangkan akses irigasi berbasis BUMDes sebagai solusi pertanian sistem tadah hujan yang sulit bertahan di musim kemarau. Inovasi sosial ini menurutnya juga mendorong terciptanya kohesivitas masyarakat sasaran melalui upaya rekonsiliasi konflik terkait ketegangan sosial antara 2 dusun, yakni Dusun Nggandu dan Dusun Kayunan, di Desa Rahayu akibat konflik politik lokal dan menghindari marginalisasi terhadap petani gurem terkait penyediaan akses irigasi.
Dampak dari program ini adalah peningkatan pendapatan petani gurem rata-rata Rp5,3 juta, petani lahan Rp22 juta dan buruh tani Rp8,8 juta per musim tanam. Selain itu dampak lingkungan terdapat pemanfaatan limbah kotoran ternak rata-rata 5.000 kg/bulan sebagai bahan utama pembuatan kompos dan pengurangan 400 kg pupuk kimia/ha/musim tanam yang meminimalisasi potensi terjadinya residu pada lahan pertanian seluas 1 ha.
Ketua Gapoktan Rahayu Sutikno mengakui perbedaan yang signifikan antara hasil panen pertanian organik dibanding metode konvensional. "Dulu sebelum melaksanakan pertanian organik, kami hanya bisa paling banyak panen 2 ton/ha. Saat ini di musim pertama pertanian organik kami mampu panen rata-rata 7 ton/ha," ungkap Sutikno.
Sebagai bentuk dukungan atas penerapan program ini, Sutikno merelakan lahan bengkoknya untuk dijadikan sebagai salah satu demonstration plot pertanian organik yang menjadi pusat pembelajaran bersama bagi seluruh anggota gapoktan. Tak hanya itu, dia juga menyediakan lahan pribadinya difungsikan untuk pembangunan rumah kompos yang menjadi sentra pembelajaran.
Lihat Juga: Gandeng Sejumlah Perusahaan, YMPK Ajak Program Cetak 1.000 Sarjana Pertanian dan Bangun Kemandirian Pangan
(fjo)