Menjawab Tantangan Pertambangan Berkelanjutan dari Sumatera Selatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Era transisi energi menuju nol emisi atau Net Zero Emission (NZE) kini menghadirkan tantangan bagi industri pertambangan, termasuk pertambangan batu bara di seluruh dunia. Meskipun sebagai sumber energi murah batu bara belum tergantikan, namun, perusahaan pertambangan batu bara harus mengikuti perkembangan zaman. Yakni melakukan transformasi dan inovasi untuk menghadirkan pertambangan berkelanjutan yang tak sekadar menghasilkan profit bagi perusahaan, tetapi juga menghadirkan benefit atau manfaat bagi lingkungan dan komunitas di sekitar lokasi tambang.
Puluhan alat berat hilir mudik di area stockpile in pit PT Bukit Asam, Tbk. (PTBA) di area tambang Air Laya, Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Dari atas Anjungan Air Laya, hamparan batu bara yang kerap disebut sebagai emas hitam itu terlihat jelas dari kejauhan. Meskipun sudah menjelang tengah hari, dengan panas udara cukup menyengat ditambah hembusan angin yang cukup kencang, namun aktivitas kendaraan berukuran besar itu tak berhenti.
Tampak truk Haul Dump (HD) Hybrid bermerek BELAZ bewarana kuning tipe Belaz-75135 yang diproduksi di Belarusia melaju lincah memindahkan batu bara dari stock pile yang dikeruk menggunakan alat berat bertenaga listrik Shovel Elektrik tipe PC3000-6E. Di kawasan itu, juga dioperasikan Excavator PC 200 untuk merapihkan area agar batu bara tak berceceran. Batu bara yang ada di stockpile in pit berasal dari pit TSBC dan temporary stockpile MTBU.
“Daya tampung stockpile in pit satu juta ton. Sekarang ada 600 ribu ton, dari sisi timur 200 ribu ton, di sisi lainnya 400 ribu ton,”ungkap Asiten Manager Penambangan Air Laya 1 Singgih Cahyo Pratomo kepada SINDOnews saat kunjungan Media MIND ID pada 18 Oktober 2023 lalu.
Dengan visinya menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan, PTBA yang merupakan anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID, konsisten menerapkan kegiatan operasional penambangan yang berpedoman pada kaidah teknis yang baik atau good mining practice. Hal itu terlihat di stockpile in pit Air Laya, nyaris tak ada debu berterbangan saat aktivitas pemindahan emas hitam itu. “Karena cuaca sangat panas, sudah tiga bulan ini kami melakukan penyiraman area secara rutin agar tak berdebu,”ungkap Singgih yang bekerja di PT BA sejak 2013 itu.
Penyiraman kawasan tambang itu dilakukan untuk mecegah polusi udara akibat debu. Air yang digunakan untuk menyiram kawasan stockpile bukan air yang bersumber dari tanah. Tetapi berasal dari air yang di tampung di lahan bekas tambang. Tak sekadar untuk menghalau debu, air dari lahan bekas tambang itu juga diolah agar layak digunakan masyarat melalui saluran irigasi. Untuk pengolahan air tambang ini PTBA menerapkan otomatisasi pada peralatan pengolahan dan suplai air. Dengan adanya penyiraman, truk berukuran super besar itu tak memercikkan debu saat melibas lintasan di area tambang.
PTBA tampaknya sadar betul pentingnya menjalankan pertambangan berkelanjutan. Tak sekadar dijadikan kolam penampungan air, lahan bekas tambang itu juga di reklamasi dan di revegetasi. Selain bermanfaat untuk menyuplai kebutuhan air kegiatan operasional pertambangan. Lahan bekas tambang juga difungsukan sebagai tambak ikan untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat di daerah sekitar tambang.
Seluruh siklus penambangan direncanakan dengan baik mulai dari eksplorasi, land clearing, pengembangan, eksploitasi, hingga pascatambang. PTBA menilai, kelestarian alam dan aspirasi masyarakat menjadi bagian tak terpisahkan dalam menjalankan setiap aktivitas bisnis. Penerapan green mining dilakukan dengan perencanaan yang seksama, dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan sejak awal.
“Untuk pascatambang kami menyiapkan beberapa jenis tanaman yang cocok untuk reklamasi. Termasuk untuk menyerap logam berat dan mengurangi emisi karbon,” tegas Asisten Vice President Pengelolaan Hutan dan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai PTBA, Ketut Junaidi.
PTBA mengembangkan laboratorium kultur jaringan dengan kapasitas 100.000 tanaman yang berada di kebun bibit atau Nursery Park yang membentang seluas 2,1 hektare, tak jauh dari Botanical Garden dan Mini Zoo. “Nursery Park ini akan kami perluas menjadi 20 hektare,”tegas Ketut. Suasana di Nursery Park sangat sejuk, sama sekali tak terasa hawa panas dan gersang yang menjadi ciri khas kawasan pertambangan. Lahan bekas tambang itu disulap menjadi hutan kota yang rindang, dengan udara yang segar.
Pembibitan melalui kultur jaringan awalnya bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Sriwijaya (Unsri). Namun, sekarang PT BA sudah melakukannya sendiri. Menurut Ketut, dengan penerapan green mining yang terencana, PT BA berhasil menyelamatkan tanaman langka seperti anggrek, hingga bunga bangkai jenis Amorphophallus Gigas dan Armophopallus Titanum . “Sebelum menambang, kami lihat dulu tanaman apa yang bisa di selamatkan. Sehingga kami bisa menyelamatkan 80 jenis tanaman, termasuk 40 jenis Anggrek,”tegas Ketut. PT BA terus melakukan penelitian sehingga terpilih tanaman yang cocok untuk di tanam di lahan pascatambang.
Sebagai perusahaan pertambangan batu bara, PTBA merasa memiliki tanggung jawab besar terhadap kelestarian alam. Karenanya, perusahaan ini melaksanakan praktik penambangan dengan metode selective mining. Dengan metode ini, lahan yang ditambang bisa diminimalkan, karena sebelum dilakukan penambangan dilakukan studi secara matang untuk menentukan lahan yang memiliki cadangan ekonomis dan layak secara geologis.
Di kawasan Nursery Park, tanaman yang paling banyak dikembangbiakkan yakni kayu putih, kaliandra, tabebuya, lili paris, hingga ketapang mini. Sedangkan untuk pohon berukuran besar dipilih merbau, trembesi, saga, meranti, hingga gaharu. “Kami tanam di area bekas tambang untuk menyerap logam berat dan menetralkan pH air,” imbuhnya.
PTBA, juga membudidayakan tanaman yang bisa ditanam di rawa bekas tambang atau swampy forest. Sehingga pengolahan air tambang bisa dilakukan secara alami oleh tanaman. Keuntungannya, di masa depan untuk menaikkan pH air tak lagi menggunakan alat atau campuran obat. Swampy forest dikembangkan sejak 2022.
Pohon kayu putih dipilih untuk ditanam di lahan reklamasi karena selain mampu menyerap logam berat dan mengurangi emisi, juga memiliki nilai ekonomis. “Bisa dibudidayakan oleh masyarakat, kami pun memiliki pabrik minyak putih yang membantu penghasilan bagi masyarakat,” katanya.
Selain sebagai pusat penelitian dan pembibitan, Nursery Park difungsikan sebagai sarana edukasi kepada masyarakat. Selain anak sekolah mulai dari TK hingga SMA, PTBA juga melakukan edukasi kepada masyarakat melalui karang taruna dan ibu-ibu PKK. Edukasi yang diberikan mencakup kegiatan pembibitan, cara penanaman, hingga cara merawat tanaman. PT BA juga mengajarkan kepada masyarakat bagaimana cara menggunakan kompos yang baik dan bisa menghasilkan pemasukan tambahan bagi masyarakat.
Digitalisasi dan Komitmen Menurunkan Emisi
Di ruangan berukuran 5x7 meter persegi di dalam gedung dua lantai yang berdampingan dengan fasilitas perawatan kendaraan operasional tambang, Edo Kurniawan bersama lima rekannya terlihat fokus menatap layar komputer yang menampilkan grafik bergerak secara real time. Komputer Edo tersambung dengan tiga layar super besar yang berada di ruangan lebih luas di gedung Mine Control Center (MCC) itu. “Jika ada masalah di lapangan dan terdeteksi di layar ini, langsung kami laporkan,”ujar pria yang mulai bekerja di PTBA pada Agustus 2019 itu.
Ruangan yang dindingnya dihiasi kalimat motivasi “Great Things Never Came From Comfort Zone” itu digunakan untuk memantau seluruh kegiatan operasional pertambangan selama 24 jam yang dibagi dalam tiga shift. “Setiap shift ada delapan hingga 10 orang,” kata Asisten Manajer Administrasi dan Pelaporan Penambangan PTBA Muhammad Ihsan.
Sejak 2020, lanjut dia, PT BA menggenjot transformasi digital. Tak sekadar untuk menghasilkan efisiensi dan mendongkrak profit, lebih dari itu, digitalisasi yang dilakukan juga ditujukan untuk menjalankan good mining practice dalam rangka tercapainya pertambangan yang berkelanjutan. “Jadi dari ruangan ini bisa kita pantau pegerakan alat produksi. Kawasan mana saja yang ada kendala, hingga jumlah armada yang beroperasi maupun yang sedang dalam masa perawatan,” ungkap Ihsan.
MCC digunakan untuk melakukan pemantauan kegiatan operasi tambang, integrasi data, analisis data, pemetaan digital, otomatisasi, pengolahan mineral dan produksi, hingga keselamatan pekerja. PTBA telah menggunakan sistem penambangan continous mining. Sistem ini menggunakan beberapa alat tambang utama seperti bucket wheel excavator (BWE), spreader dan stacker reclaimer, juga train loading station (TLS). Dari MCC itulah pengawasan operasional penambangan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. “Semua dipantau dari ruangan ini, mulai dari jam operasional, kegiatan produksi, hingga pencatatan hasil produksi,”ungkap Ihsan.
Selain bisa dipantau dari layar super besar, seluruh kegiatan di area tambang bisa dipantau dari telepon seluler (ponsel). Hal ini karena PTBA telah mengembangkan aplikasi Corporate Information System and Enterprise Application (CISEA) untuk memantau aktivitas pertambangan secara real time yang bisa diakses melalui ponsel.
Super App ini mengintegrasikan beberapa sistem sekaligus. Diantaranya, Automation & SCADA System Integration, Bukit Asam Mine Dispatch Optimation System, Automatic Train Loading Station, Slope Stability Radar (SSR), Digital Telemetri, Sistem Pemantauan Air Terintegrasi (SPARING), hingga Corporate Social Responsibility (CSR).
Penggunaan Internet of Things (IoT) dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi kegiatan penambangan. Data produksi, real time performance unit, loss time, konsumsi BBM, monitoring posisi unit kendaraan, perkiraan kondisi jalur tambang, hingga keselamatan operasional semuanya tersedia di ponsel secara real time. “Langsung nyambung ke ponsel direksi. Sehingga semuanya bisa dipantau langsung dari Jakarta,”ungkap Ihsan.
Dengan adanya digitalisasi itu, Ikhsan mengungkapkan, produktivitas operasional PTBA melonjak 20%. Integrasi teknologi informasi yang diadopsi PTBA itu berhasil meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keselamatan dalam seluruh rantai kegiatan pertambangan.
PT BA juga memiliki Bukit Asam Mining System and Information (Mister BA). Mister BA merupakan program terintegrasi dari hulu hingga hilir, mulai dari proses eksplorasi hingga pelabuhan. Adopsi IoT yang terintegrasi itu diklaim menghasilkan dampak yang signifikan dalam pengurangan konsumsi energi dan bahan bakar. Outputnya, yakni penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 6071,31 TCO2e. Wajah Ikhsan pun tampak sumringah tatkala ditanya pencapaian target produksi PT BA tahun ini yang diproyeksikan 41 juta ton dengan dukungan digitalisasi itu. “Kami yakin (tercapai),” tegasnya.
Di luar gedung, operator kendaraan operasional tambang PTBA bernama Alex terlihat sibuk memantau perawatan HD Truck Hybrid Belaz-75135. PTBA menjadi perusahaan tambang pertama di Indonesia yang mengoperasikan kendaraan ramah lingkungan itu. “Kami lakukan perawatan secara berkala untuk menjaga performanya,” ungkapnya.
Dari sisi konsumsi energi, truk jumbo yang memiliki kapasitas mesin 36.000 cc, 12 silinder, berpenggerak motor listrik itu hanya butuh 60 liter BBM jenis solar per jam. “Penghematannya sangat besar, dibandingkan yang konvensional perlu 120 liter per jam,”ungkap Asisten Manajer Perawatan Alat Tambang Utama Elektrifikasi PTBA Zulfahmi. Truk berkelir kuning itu mampu mengangkut 110 ton batubara dengan kecepatan laju maksimal 48 kilometer per jam. Saat ini, PT BA mengoperasikan 40 unit HD Truck Hybrid Belaz-75135.
Tak hanya efisien dari sisi penggunaan BBM dan pengurangan emisi, biaya maintenance truk hybrid itu juga lebih murah. “Tidak memerlukan oli mesin dan sangat minim perawatan,” imbuh staf bagian perawatan Arya Sulaja Dewa. Dengan semangat Eco Mechanized Mining, PT BA terus berkomitmen mengganti peralatan pertambangan yang menggunakan bahan bakar fosil menjadi elektrik dalam rangka mengurangi emisi.
PTBA juga mengoperasikan 7 unit Shovel Listrik (PC3000-6E), 6 Pompa Tambang berbasis listrik, dan 15 unit bus listrik untuk transportasi karyawan. Penggunaan alat tambang dengan memanfaatkan listrik itu disebut menghasilkan penghematan BBM hingga 7 juta liter per tahun dan mengurangi emisi sebesar 19.777 tCO2e. Sedangkan untuk bus listrik, penurunan emisi karbon disebut mencapai 16 ton CO2/tahun per unit, dan penurunan konsumsi BBM 9.672 liter/tahun per bus.
PTBA telah memiliki roadmap manajemen karbon hingga 2050 melalui pengurangan emisi dan peningkatan penyerapan emisi melalui tiga pendekatan. Yakni reklamasi , dekarbonisasi operasi, dan studi carbon capture, utilization, and storage (CCUS).
SVP Perencanaan PTBA Septyo Cholidie kepada SINDOnews mengatakan, sebagai komitmen mengurangi emisi, PTBA terus menggenjot penggunaan alat tambang berbasis elektrik dari hulu hingga hilir. “Emisi karbon kita jaga, kita kontrol. Kami utamakan menggunakan peralatan yang berbasis non fossil,”tegasnya.
Penggunaan alat tambang berbasis energi listrik akan terus ditingkatkan pada pembukaan area tambang baru di masa depan. Dia memberikan contoh, conveyor yang mengalirkan batu bara ke train loading station sudah menggunakan energi listrik yang dipasok dari pembangkit milik PTBA. Sistem loading menuju kereta pengangkut juga sudah menggunakan peralatan elektrik
“Di hulu, di proses penambangan, kami mengutamakan peralatan berbasis elektrik. Kemudian di pelabuhan kami juga mengadopsi sistem elektrik, walaupun ada alat berat yang masih menggunakan BBM, itu hanya berfungsi untuk mendorong material masuk ke penampungan,” paparnya.
PTBA menggeber proyek energi baru terbarukan untuk mendukung rencana transformasi jangka panjang perusahaan. Ya, PTBA memiliki visi tak sekadar sebagai produsen batu bara tapi bertransformasi menhadi perusahaan energi. “Sekarang kami basisnya masih batu bara, masih menjual batu bara sebagai komoditas. Harapannya, ke depan kami bisa lebih dari itu. Mungkin bisa 50-50, artinya 50% revenue stream dari energi, 50% baru dari batu bara sebagai komoditas,” ungkap Septyo.
Transformasi digital dan elektrifikasi yang dilakukan PTBA merupakan bagian dari ikhtiar PTBA sebagai bagian dari MIND ID untuk menjalankan good mining practice dalam rangka menghadirkan pertambangan yang berkelanjutan dengan program-program dekarbonisasi. Program dekarbonisasi, kata Setyo, terus dilaksanakan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Tak sekadari di lingkup operasional saja, namun di semua lini perusahaan untuk memberikan hasil yang optimal. Penerapan manajemen karbon yang dilakukan PT BA ini, tentu bisa dijadikan role model di industri pertambangan lainnya.
Tak Sekadar Mengejar Profit, Juga Memberikan Benefit
Dalam menjalankan bisnis yang berkelanjutan, setiap perusahaan dituntut untuk memberikan benefit atau manfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Menurut VP Sustainability PT BA, Hartono, perusahaannya memberikan perhatian besar terhadap aspek keberlanjutan. Program-program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), Corporate Social Responsibility (CSR), hingga beasiswa bukanlah program pencitraan. Melainkan sebagai komitmen perusahaan dalam menjalankan praktik bisnis berkelanjutan yang sejalan dengan empat pilar Sustainable Development Goals (SDG’s) berupa pilar sosial, ekonomi, lingkungan, hukum dan tata kelola. “Kami memiliki program tanggung jawab sosial di bidang lingkungan, pendidikan melalui beasiswa, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan usaha mikro,” tegasnya.
Di sektor lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, PTBA mendorong pemanfaatan energi terbarukan melalui penyediaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Salah satunya di desa Karang Raja, Muara Enim. PLTS Karang Raja memiliki 76 modul yang masing-masing berkapasitas 500 Wattpeak (Wp), dengan kapasitas 38 Kilowatt peak (kWp). PLTS irigasi itu mampu menghidupkan dua unit pompa berkapasitas 20 liter per detik.
Tak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga mendorong pertanian yang lebih ramah lingkungan sehingga mampu mengurangi emisi karbon. “Sebelum ada PLTS kami hanya panen setahun sekali, karena enggak ada air. Jadi tergantung musim, jika hujan menanam, jika kering berhenti. Sekarang bisa menanam tiga hingga empat kali setahun,” ungkap Ketua Kelompok Tani Raja Makmur, Bahtiar. Sebelumnya, petani mengandalkan sawah tadah hujan sehingga hanya bisa panen sekali setahun.
Bahtiar bersama 23 petani yang memiliki luas lahan 11,5 hektare merasakan betul manfaat keberadaan PLTS yang dibangun PTBA yang berkolaborasi dengan warga untuk penyediaan lahannya itu. Dengan adanya pasokan air ke area persawahan, produksi padi meningkat dan kesejahteraan masyarakat pun ikut terdongkrak. “Sekarang 1 hektare bisa 4 ton sekali panen, dan itu bisa tiga hingga empat kali setahun. Tentu ini sangat membantu ekonomi kami para petani,” ungkapnya. Dengan luas lahan yang ada, potensi produksi Gabah Kering Giling (GKG) bisa mencapai 175 ton per tahun.
Selain menanam padi biasa, para petani di Karang Raja kini juga menanam padi organik dan beras merah. Para petani pun kini tak lagi risau kekurangan air karena pompa menyedot air untuk dialirkan ke bak reservoir sejauh 1,29 kilometer, lalu di distribusikan ke sawah warga. PLTS irigasi itu merupakan salah satu komitmen yang ditunaikan PTBA dalam menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, untuk masyarakat dan menciptakan pekerjaan layak dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain di Karang Raja, PTBA membangun PLTS irigasi di Rejosari Mataram (Lampung Tengah, Lampung) Trimulyo (Pesawaran, Lampung), Nanjungan (Lahat, Sumatera Selatan), Talawi Mudik (Sawahlunto, Sumatera Barat), dan Tanjung Raja (Muara Enim, Sumatera Selatan). Total kapasitas terpasang 6 PLTS irigasi ini mencapai 192 kWp.
Di sektor pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) PTBA membangun Sentra Industri Bukit Asam (SIBA) atau SIBA Centre yang bisa dimanfaatkan sebagai etalase produk masyarakat. Kawasan sentra UMK itu dibangun di lahan bekas stock pile seluas 1.500 m2 . Sejumlah produk UMK ditempatkan di SIBA Center diantaranya Kopi, Rosella, produk Rajut, Batik dan Songket, hingga pupuk.
Eva Marlinda, salah satu pengrajin produk rajut matanya berkaca-kaca saat menceritakan pengalamannya bergabung di SIBA Center. Sesekali suaranya tercekat di tenggorokan. Kondisi ekonomi keluarganya pernah hancur lebur saat pandemic Covid-19 melanda. “Suami saya hanya tukang foto keliling. Menerima orderan saat ada yang menikah dan minta di foto. Saat pandemi sama sekali tak ada pemasukan, karena tak ada yang menggelar hajatan,” ungkapnya. Padahal, Eva memiliki tiga anak usia sekolah yang memiliki banyak kebutuhan.
Suami Eva pun sempat kelimpungan untuk memikirkan usaha lainnya. Beragam ikhtiar dilakukan, namun selalu menemui jalan buntu. Beruntung, Eva memiliki keahlian membuat produk fashion rajut yang diwarisi dari ibunya. “Alhamdulillah, ada pesanan dari PTBA. Bisa untuk menghidupi anak-anak. Sejak saat itu saya bersemangat untuk mengembangkan usaha,” katanya.
Tak mau sekadar menjual, Eva pun masuk dalam komunitas SIBA Center. Beragam pelatihan yang dihadirkan PTBA dia ikuti. Mulai dari pelatihan kualitas produk hingga pemasaran. “Saya sering ikut pameran hingga Jakarta. Sejak menjadi binaan PT BA saya sangat bersyukur kesejahteraan keluarga meningkat,”paparnya. Kini Eva bisa menjual ratusan potong produk rajut dalam sebulan.
Tak jauh berbeda dengan Nasib Eva, Mayar Rizki anggota SIBA Batik Kujur merasa bersyukur bisa menjadi mitra binaan PTBA. Delapan tahun silam, Mayar sehari-hari berprofesi sebagai guru honorer dengan gaji tak seberapa. “Pada 2017 suami saya meminta saya berhenti saja,”katanya. Untuk membantu perekonomian keluarganya, Mayar mencoba peruntungan dengan menjual manisan, tetapi gagal. Berbagai usaha dilakoninya hingga dia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan merajut yang diselenggarakan PTBA. “Dari situlah kemudian saya sering ikut pelatihan, termasuk pelatihan membatik,” kenangnya.
Perjalanan Mayar cukup mulus, karena PTBA memberikan dukungan total. Selain pelatihan, berbagai pameran pun dia ikuti. Tak hanya di dalam negeri, tetapi hingga mancanegara. Mulai dari Paris, Malaysia, hingga Australia. “Alhamdulillah dengan dukungan PTBA, usaha batik saya bisa membantu keluarga, membantu masyarakat,” katanya. Dengan merekrut 9 orang pekerja, kini omzet Mayar menembus Rp50 juta per bulan.
Selain Mayar, ada 35 perajin yang tergabung di SIBA Batik Kujur yang berlokasi di Dusun Tanjung itu. Para pengrajin juga dibekali kemampuan pemasaran digital. Kini, produk Batik Kujur dijual di beberapa platform marketplace, Pasar Digital (PaDi), dan Rumah BUMN Muara Enim. Dengan semangat One Vilage One Product, PTBA terus menyebarkan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat.
Di sektor pendidikan, PTBA tak henti memberikan beasiswa hingga jenjang Universitas. Melalui program Beasiswa Pendidikan Siswa Bukit Asam (Bidiksiba), banyak anak-anak mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan terbaik. Tangis Tuti Rahmi pecah saat menceritakan perjalanannya mendapatkan beasiswa jenjang S1 di Universitas Sriwijaya. Tinggal di rumah kayu yang hampir roboh di Kelurahan Air Lintang, Muara Enim, Rahmi hampir putus asa untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dengan ayah yang tak memiliki pekerjaan tetap dan ibu yang bekerja sebagai buruh cuci, impiannya untuk melanjutkan jenjang Sarjana dikuburnya dalam-dalam. “Dari mana biayanya,” ungkap perempuan kelahiran 1995 itu.
Nasib baik menghampirinya, saat guru SMK-nya menawarkan untuk mengikuti seleksi beasiswa yang diselenggarakan PTBA. Bermodalkan semangat, akhirnya dia mencoba untuk mengikuti seleksi. Dari 19 orang yang diterima, namanya masuk dalam daftar. “Saya berterima kasih kepada PT BA dibiayai kuliah penuh tanpa keluar uang sepeser pun,” katanya. Kini, rahmi bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan bisa membangun rumah permanen untuk orang tuanya. “Saya tak henti mengucapkan terima kasih kepada PTBA,” katanya.
Pakar Lingkungan dan Ekonomi Sirkular Alexander Sonny Keraf menilai, PTBA sudah menjalankan praktik pertambangan berkelanjutan. Hal itu terbukti dari perencanaan kegiatan penambangan dilakukan secara detail hingga pascatambang. “Poin penting dari pertambangan berkelanjutan itu adalah memberikan nilai tambah, benefit atau manfaat bagi masyarakat,” tegasnya kepada SINDOnews. PT BA dinilai sudah menerapkan kaidah penambangan yang baik. Dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, teknologi yang rendah emisi, dan energi terbarukan. Pengelolaan air tambang juga dilakukan sesuai dengan ketentuan.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup itu mengungkapkan, konsep green mining harus memperhatikan masalah sosial. “Artinya, tidak hanya semata ekologi, tetapi juga dampak sosial,”sebutnya. Sonny melanjutkan, kehadiran perusahaan tambang harus bisa mengangkat kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. “Jadi faktor ekonomi, sosial, lingkungan berkembang bersama,” katanya.
Sonny menilai, sebagai korporasi, PTBA tak hanya mengejar profit, tetapi juga menghadirkan benefit. Hal ini terlihat dari terciptanya ekonomi sirkular di area pertambangan yang dikelola. PT BA dinilai memberikan benefit atau manfaat di tiga aspek. Pertama. benefit ekonomi dalam arti profit agar usaha yang dilakukan bisa berkelanjutan. Kedua benefit lingkungan, dimana perusahaan memperhatikan kondisi masyarakat, termasuk iklim dan lingkungan, dan ketiga benefit sosial yang memberikan memberikan nilai tambah bagi masyarakat. “PT BA harus selalu menjadi yang terdepan untuk ikut mensejaterakan, meningkatkan kondisi ekonomi sosial masyarakat di sekitarnya, juga di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Senada dengan Sonny, Ketua Bidang Kajian Strategis Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambngan Indonesia (Perhapi) Muhammad Toha menilai, pengelolaan klingkungan, pembedayaan masyarakat, termasuk lingkungan kerja yang sehat merupakan suatu kesatuan dalam kegiatan penambangan. Pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat bukan sebagai beban tetapi investasi. “Dalam good mining practice, community development menjadi suatu yang tidak terpisahkan,” urainya.
Salah satu isu yang saat ini menjadi tuntutan global yakni, perusahaan pertambangan dituntut untuk bisa menerapkan kegiatan pertambangan berkelanjutan, salah satunya dengan mengurangi emisi karbon. “Apa yang sudah dilakukan PT BA pasti positif, dari sisi operasi turut mengkampanyekan pengurangan emisi karbon,” tuturnya.
Sedangkan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Muara Enim Ahmad Usmarwi Kaffah berharap agar PTBA bisa terus memberikan kontribusi terhadap pembangunan di kawasan sekitar tambang. "Kontribusi bersifat sustainable development dari PT BA tidak main-main,” katanya.
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail dalam laporan keberlanjutan yang dipublikasikan menegaskan, keselarasan antara pemenuhan aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial menjadi fokus PTBA. Karena fungsi suatu perusahaan bukan hanya mencetak laba tetapi juga dituntut menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menunjukkan kepedulian terhadap isu-isu sosial.
“Bagi Bukit Asam, keselarasan tersebut sesuai dengan visi Perseroan menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan. Serta misi Bukit Asam mengelola sumber energi dengan mengembangkan kompetensi korporasi dan keunggulan insani untuk memberikan nilai tambah maksimal bagi stakeholder dan lingkungan,” tegasnya.
Memang, masih ada pihak yang meragukan pertambangan bisa menjadi industri yang berkelanjutan. Bahkan, ada yang berpendapat industri pertambangan menjadi biang kerusakan dan pencemaran lingkungan. Lahan pascatambang kerap diasosiasikan sebagai kawasan yang menyeramkan. Namun, melalui penerapan kaidah pertambangan berkelanjutan, PTBA mematahkan stigma itu. Bagi PTBA, menjalankan bisnis yang berkelanjutan merupakan sebuah investasi jangka panjang. Tak sekadar bagi perusahaan, tetapi bagi lingkungan, masyarakat, dan generasi mendatang.
Lihat Juga: 11 Perwakilan Kampus dari Sumatera hingga Papua Deklarasi Dukungan Program DEB SoBI di Yogyakarta
Puluhan alat berat hilir mudik di area stockpile in pit PT Bukit Asam, Tbk. (PTBA) di area tambang Air Laya, Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Dari atas Anjungan Air Laya, hamparan batu bara yang kerap disebut sebagai emas hitam itu terlihat jelas dari kejauhan. Meskipun sudah menjelang tengah hari, dengan panas udara cukup menyengat ditambah hembusan angin yang cukup kencang, namun aktivitas kendaraan berukuran besar itu tak berhenti.
Tampak truk Haul Dump (HD) Hybrid bermerek BELAZ bewarana kuning tipe Belaz-75135 yang diproduksi di Belarusia melaju lincah memindahkan batu bara dari stock pile yang dikeruk menggunakan alat berat bertenaga listrik Shovel Elektrik tipe PC3000-6E. Di kawasan itu, juga dioperasikan Excavator PC 200 untuk merapihkan area agar batu bara tak berceceran. Batu bara yang ada di stockpile in pit berasal dari pit TSBC dan temporary stockpile MTBU.
“Daya tampung stockpile in pit satu juta ton. Sekarang ada 600 ribu ton, dari sisi timur 200 ribu ton, di sisi lainnya 400 ribu ton,”ungkap Asiten Manager Penambangan Air Laya 1 Singgih Cahyo Pratomo kepada SINDOnews saat kunjungan Media MIND ID pada 18 Oktober 2023 lalu.
Dengan visinya menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan, PTBA yang merupakan anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID, konsisten menerapkan kegiatan operasional penambangan yang berpedoman pada kaidah teknis yang baik atau good mining practice. Hal itu terlihat di stockpile in pit Air Laya, nyaris tak ada debu berterbangan saat aktivitas pemindahan emas hitam itu. “Karena cuaca sangat panas, sudah tiga bulan ini kami melakukan penyiraman area secara rutin agar tak berdebu,”ungkap Singgih yang bekerja di PT BA sejak 2013 itu.
Penyiraman kawasan tambang itu dilakukan untuk mecegah polusi udara akibat debu. Air yang digunakan untuk menyiram kawasan stockpile bukan air yang bersumber dari tanah. Tetapi berasal dari air yang di tampung di lahan bekas tambang. Tak sekadar untuk menghalau debu, air dari lahan bekas tambang itu juga diolah agar layak digunakan masyarat melalui saluran irigasi. Untuk pengolahan air tambang ini PTBA menerapkan otomatisasi pada peralatan pengolahan dan suplai air. Dengan adanya penyiraman, truk berukuran super besar itu tak memercikkan debu saat melibas lintasan di area tambang.
PTBA tampaknya sadar betul pentingnya menjalankan pertambangan berkelanjutan. Tak sekadar dijadikan kolam penampungan air, lahan bekas tambang itu juga di reklamasi dan di revegetasi. Selain bermanfaat untuk menyuplai kebutuhan air kegiatan operasional pertambangan. Lahan bekas tambang juga difungsukan sebagai tambak ikan untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat di daerah sekitar tambang.
Seluruh siklus penambangan direncanakan dengan baik mulai dari eksplorasi, land clearing, pengembangan, eksploitasi, hingga pascatambang. PTBA menilai, kelestarian alam dan aspirasi masyarakat menjadi bagian tak terpisahkan dalam menjalankan setiap aktivitas bisnis. Penerapan green mining dilakukan dengan perencanaan yang seksama, dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan sejak awal.
“Untuk pascatambang kami menyiapkan beberapa jenis tanaman yang cocok untuk reklamasi. Termasuk untuk menyerap logam berat dan mengurangi emisi karbon,” tegas Asisten Vice President Pengelolaan Hutan dan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai PTBA, Ketut Junaidi.
PTBA mengembangkan laboratorium kultur jaringan dengan kapasitas 100.000 tanaman yang berada di kebun bibit atau Nursery Park yang membentang seluas 2,1 hektare, tak jauh dari Botanical Garden dan Mini Zoo. “Nursery Park ini akan kami perluas menjadi 20 hektare,”tegas Ketut. Suasana di Nursery Park sangat sejuk, sama sekali tak terasa hawa panas dan gersang yang menjadi ciri khas kawasan pertambangan. Lahan bekas tambang itu disulap menjadi hutan kota yang rindang, dengan udara yang segar.
Pembibitan melalui kultur jaringan awalnya bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Sriwijaya (Unsri). Namun, sekarang PT BA sudah melakukannya sendiri. Menurut Ketut, dengan penerapan green mining yang terencana, PT BA berhasil menyelamatkan tanaman langka seperti anggrek, hingga bunga bangkai jenis Amorphophallus Gigas dan Armophopallus Titanum . “Sebelum menambang, kami lihat dulu tanaman apa yang bisa di selamatkan. Sehingga kami bisa menyelamatkan 80 jenis tanaman, termasuk 40 jenis Anggrek,”tegas Ketut. PT BA terus melakukan penelitian sehingga terpilih tanaman yang cocok untuk di tanam di lahan pascatambang.
Sebagai perusahaan pertambangan batu bara, PTBA merasa memiliki tanggung jawab besar terhadap kelestarian alam. Karenanya, perusahaan ini melaksanakan praktik penambangan dengan metode selective mining. Dengan metode ini, lahan yang ditambang bisa diminimalkan, karena sebelum dilakukan penambangan dilakukan studi secara matang untuk menentukan lahan yang memiliki cadangan ekonomis dan layak secara geologis.
Di kawasan Nursery Park, tanaman yang paling banyak dikembangbiakkan yakni kayu putih, kaliandra, tabebuya, lili paris, hingga ketapang mini. Sedangkan untuk pohon berukuran besar dipilih merbau, trembesi, saga, meranti, hingga gaharu. “Kami tanam di area bekas tambang untuk menyerap logam berat dan menetralkan pH air,” imbuhnya.
PTBA, juga membudidayakan tanaman yang bisa ditanam di rawa bekas tambang atau swampy forest. Sehingga pengolahan air tambang bisa dilakukan secara alami oleh tanaman. Keuntungannya, di masa depan untuk menaikkan pH air tak lagi menggunakan alat atau campuran obat. Swampy forest dikembangkan sejak 2022.
Pohon kayu putih dipilih untuk ditanam di lahan reklamasi karena selain mampu menyerap logam berat dan mengurangi emisi, juga memiliki nilai ekonomis. “Bisa dibudidayakan oleh masyarakat, kami pun memiliki pabrik minyak putih yang membantu penghasilan bagi masyarakat,” katanya.
Selain sebagai pusat penelitian dan pembibitan, Nursery Park difungsikan sebagai sarana edukasi kepada masyarakat. Selain anak sekolah mulai dari TK hingga SMA, PTBA juga melakukan edukasi kepada masyarakat melalui karang taruna dan ibu-ibu PKK. Edukasi yang diberikan mencakup kegiatan pembibitan, cara penanaman, hingga cara merawat tanaman. PT BA juga mengajarkan kepada masyarakat bagaimana cara menggunakan kompos yang baik dan bisa menghasilkan pemasukan tambahan bagi masyarakat.
Digitalisasi dan Komitmen Menurunkan Emisi
Di ruangan berukuran 5x7 meter persegi di dalam gedung dua lantai yang berdampingan dengan fasilitas perawatan kendaraan operasional tambang, Edo Kurniawan bersama lima rekannya terlihat fokus menatap layar komputer yang menampilkan grafik bergerak secara real time. Komputer Edo tersambung dengan tiga layar super besar yang berada di ruangan lebih luas di gedung Mine Control Center (MCC) itu. “Jika ada masalah di lapangan dan terdeteksi di layar ini, langsung kami laporkan,”ujar pria yang mulai bekerja di PTBA pada Agustus 2019 itu.
Ruangan yang dindingnya dihiasi kalimat motivasi “Great Things Never Came From Comfort Zone” itu digunakan untuk memantau seluruh kegiatan operasional pertambangan selama 24 jam yang dibagi dalam tiga shift. “Setiap shift ada delapan hingga 10 orang,” kata Asisten Manajer Administrasi dan Pelaporan Penambangan PTBA Muhammad Ihsan.
Sejak 2020, lanjut dia, PT BA menggenjot transformasi digital. Tak sekadar untuk menghasilkan efisiensi dan mendongkrak profit, lebih dari itu, digitalisasi yang dilakukan juga ditujukan untuk menjalankan good mining practice dalam rangka tercapainya pertambangan yang berkelanjutan. “Jadi dari ruangan ini bisa kita pantau pegerakan alat produksi. Kawasan mana saja yang ada kendala, hingga jumlah armada yang beroperasi maupun yang sedang dalam masa perawatan,” ungkap Ihsan.
MCC digunakan untuk melakukan pemantauan kegiatan operasi tambang, integrasi data, analisis data, pemetaan digital, otomatisasi, pengolahan mineral dan produksi, hingga keselamatan pekerja. PTBA telah menggunakan sistem penambangan continous mining. Sistem ini menggunakan beberapa alat tambang utama seperti bucket wheel excavator (BWE), spreader dan stacker reclaimer, juga train loading station (TLS). Dari MCC itulah pengawasan operasional penambangan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. “Semua dipantau dari ruangan ini, mulai dari jam operasional, kegiatan produksi, hingga pencatatan hasil produksi,”ungkap Ihsan.
Selain bisa dipantau dari layar super besar, seluruh kegiatan di area tambang bisa dipantau dari telepon seluler (ponsel). Hal ini karena PTBA telah mengembangkan aplikasi Corporate Information System and Enterprise Application (CISEA) untuk memantau aktivitas pertambangan secara real time yang bisa diakses melalui ponsel.
Super App ini mengintegrasikan beberapa sistem sekaligus. Diantaranya, Automation & SCADA System Integration, Bukit Asam Mine Dispatch Optimation System, Automatic Train Loading Station, Slope Stability Radar (SSR), Digital Telemetri, Sistem Pemantauan Air Terintegrasi (SPARING), hingga Corporate Social Responsibility (CSR).
Penggunaan Internet of Things (IoT) dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi kegiatan penambangan. Data produksi, real time performance unit, loss time, konsumsi BBM, monitoring posisi unit kendaraan, perkiraan kondisi jalur tambang, hingga keselamatan operasional semuanya tersedia di ponsel secara real time. “Langsung nyambung ke ponsel direksi. Sehingga semuanya bisa dipantau langsung dari Jakarta,”ungkap Ihsan.
Dengan adanya digitalisasi itu, Ikhsan mengungkapkan, produktivitas operasional PTBA melonjak 20%. Integrasi teknologi informasi yang diadopsi PTBA itu berhasil meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keselamatan dalam seluruh rantai kegiatan pertambangan.
PT BA juga memiliki Bukit Asam Mining System and Information (Mister BA). Mister BA merupakan program terintegrasi dari hulu hingga hilir, mulai dari proses eksplorasi hingga pelabuhan. Adopsi IoT yang terintegrasi itu diklaim menghasilkan dampak yang signifikan dalam pengurangan konsumsi energi dan bahan bakar. Outputnya, yakni penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 6071,31 TCO2e. Wajah Ikhsan pun tampak sumringah tatkala ditanya pencapaian target produksi PT BA tahun ini yang diproyeksikan 41 juta ton dengan dukungan digitalisasi itu. “Kami yakin (tercapai),” tegasnya.
Di luar gedung, operator kendaraan operasional tambang PTBA bernama Alex terlihat sibuk memantau perawatan HD Truck Hybrid Belaz-75135. PTBA menjadi perusahaan tambang pertama di Indonesia yang mengoperasikan kendaraan ramah lingkungan itu. “Kami lakukan perawatan secara berkala untuk menjaga performanya,” ungkapnya.
Dari sisi konsumsi energi, truk jumbo yang memiliki kapasitas mesin 36.000 cc, 12 silinder, berpenggerak motor listrik itu hanya butuh 60 liter BBM jenis solar per jam. “Penghematannya sangat besar, dibandingkan yang konvensional perlu 120 liter per jam,”ungkap Asisten Manajer Perawatan Alat Tambang Utama Elektrifikasi PTBA Zulfahmi. Truk berkelir kuning itu mampu mengangkut 110 ton batubara dengan kecepatan laju maksimal 48 kilometer per jam. Saat ini, PT BA mengoperasikan 40 unit HD Truck Hybrid Belaz-75135.
Tak hanya efisien dari sisi penggunaan BBM dan pengurangan emisi, biaya maintenance truk hybrid itu juga lebih murah. “Tidak memerlukan oli mesin dan sangat minim perawatan,” imbuh staf bagian perawatan Arya Sulaja Dewa. Dengan semangat Eco Mechanized Mining, PT BA terus berkomitmen mengganti peralatan pertambangan yang menggunakan bahan bakar fosil menjadi elektrik dalam rangka mengurangi emisi.
PTBA juga mengoperasikan 7 unit Shovel Listrik (PC3000-6E), 6 Pompa Tambang berbasis listrik, dan 15 unit bus listrik untuk transportasi karyawan. Penggunaan alat tambang dengan memanfaatkan listrik itu disebut menghasilkan penghematan BBM hingga 7 juta liter per tahun dan mengurangi emisi sebesar 19.777 tCO2e. Sedangkan untuk bus listrik, penurunan emisi karbon disebut mencapai 16 ton CO2/tahun per unit, dan penurunan konsumsi BBM 9.672 liter/tahun per bus.
PTBA telah memiliki roadmap manajemen karbon hingga 2050 melalui pengurangan emisi dan peningkatan penyerapan emisi melalui tiga pendekatan. Yakni reklamasi , dekarbonisasi operasi, dan studi carbon capture, utilization, and storage (CCUS).
SVP Perencanaan PTBA Septyo Cholidie kepada SINDOnews mengatakan, sebagai komitmen mengurangi emisi, PTBA terus menggenjot penggunaan alat tambang berbasis elektrik dari hulu hingga hilir. “Emisi karbon kita jaga, kita kontrol. Kami utamakan menggunakan peralatan yang berbasis non fossil,”tegasnya.
Penggunaan alat tambang berbasis energi listrik akan terus ditingkatkan pada pembukaan area tambang baru di masa depan. Dia memberikan contoh, conveyor yang mengalirkan batu bara ke train loading station sudah menggunakan energi listrik yang dipasok dari pembangkit milik PTBA. Sistem loading menuju kereta pengangkut juga sudah menggunakan peralatan elektrik
“Di hulu, di proses penambangan, kami mengutamakan peralatan berbasis elektrik. Kemudian di pelabuhan kami juga mengadopsi sistem elektrik, walaupun ada alat berat yang masih menggunakan BBM, itu hanya berfungsi untuk mendorong material masuk ke penampungan,” paparnya.
PTBA menggeber proyek energi baru terbarukan untuk mendukung rencana transformasi jangka panjang perusahaan. Ya, PTBA memiliki visi tak sekadar sebagai produsen batu bara tapi bertransformasi menhadi perusahaan energi. “Sekarang kami basisnya masih batu bara, masih menjual batu bara sebagai komoditas. Harapannya, ke depan kami bisa lebih dari itu. Mungkin bisa 50-50, artinya 50% revenue stream dari energi, 50% baru dari batu bara sebagai komoditas,” ungkap Septyo.
Transformasi digital dan elektrifikasi yang dilakukan PTBA merupakan bagian dari ikhtiar PTBA sebagai bagian dari MIND ID untuk menjalankan good mining practice dalam rangka menghadirkan pertambangan yang berkelanjutan dengan program-program dekarbonisasi. Program dekarbonisasi, kata Setyo, terus dilaksanakan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Tak sekadari di lingkup operasional saja, namun di semua lini perusahaan untuk memberikan hasil yang optimal. Penerapan manajemen karbon yang dilakukan PT BA ini, tentu bisa dijadikan role model di industri pertambangan lainnya.
Tak Sekadar Mengejar Profit, Juga Memberikan Benefit
Dalam menjalankan bisnis yang berkelanjutan, setiap perusahaan dituntut untuk memberikan benefit atau manfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Menurut VP Sustainability PT BA, Hartono, perusahaannya memberikan perhatian besar terhadap aspek keberlanjutan. Program-program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), Corporate Social Responsibility (CSR), hingga beasiswa bukanlah program pencitraan. Melainkan sebagai komitmen perusahaan dalam menjalankan praktik bisnis berkelanjutan yang sejalan dengan empat pilar Sustainable Development Goals (SDG’s) berupa pilar sosial, ekonomi, lingkungan, hukum dan tata kelola. “Kami memiliki program tanggung jawab sosial di bidang lingkungan, pendidikan melalui beasiswa, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan usaha mikro,” tegasnya.
Di sektor lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, PTBA mendorong pemanfaatan energi terbarukan melalui penyediaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Salah satunya di desa Karang Raja, Muara Enim. PLTS Karang Raja memiliki 76 modul yang masing-masing berkapasitas 500 Wattpeak (Wp), dengan kapasitas 38 Kilowatt peak (kWp). PLTS irigasi itu mampu menghidupkan dua unit pompa berkapasitas 20 liter per detik.
Tak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga mendorong pertanian yang lebih ramah lingkungan sehingga mampu mengurangi emisi karbon. “Sebelum ada PLTS kami hanya panen setahun sekali, karena enggak ada air. Jadi tergantung musim, jika hujan menanam, jika kering berhenti. Sekarang bisa menanam tiga hingga empat kali setahun,” ungkap Ketua Kelompok Tani Raja Makmur, Bahtiar. Sebelumnya, petani mengandalkan sawah tadah hujan sehingga hanya bisa panen sekali setahun.
Bahtiar bersama 23 petani yang memiliki luas lahan 11,5 hektare merasakan betul manfaat keberadaan PLTS yang dibangun PTBA yang berkolaborasi dengan warga untuk penyediaan lahannya itu. Dengan adanya pasokan air ke area persawahan, produksi padi meningkat dan kesejahteraan masyarakat pun ikut terdongkrak. “Sekarang 1 hektare bisa 4 ton sekali panen, dan itu bisa tiga hingga empat kali setahun. Tentu ini sangat membantu ekonomi kami para petani,” ungkapnya. Dengan luas lahan yang ada, potensi produksi Gabah Kering Giling (GKG) bisa mencapai 175 ton per tahun.
Selain menanam padi biasa, para petani di Karang Raja kini juga menanam padi organik dan beras merah. Para petani pun kini tak lagi risau kekurangan air karena pompa menyedot air untuk dialirkan ke bak reservoir sejauh 1,29 kilometer, lalu di distribusikan ke sawah warga. PLTS irigasi itu merupakan salah satu komitmen yang ditunaikan PTBA dalam menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, untuk masyarakat dan menciptakan pekerjaan layak dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain di Karang Raja, PTBA membangun PLTS irigasi di Rejosari Mataram (Lampung Tengah, Lampung) Trimulyo (Pesawaran, Lampung), Nanjungan (Lahat, Sumatera Selatan), Talawi Mudik (Sawahlunto, Sumatera Barat), dan Tanjung Raja (Muara Enim, Sumatera Selatan). Total kapasitas terpasang 6 PLTS irigasi ini mencapai 192 kWp.
Di sektor pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) PTBA membangun Sentra Industri Bukit Asam (SIBA) atau SIBA Centre yang bisa dimanfaatkan sebagai etalase produk masyarakat. Kawasan sentra UMK itu dibangun di lahan bekas stock pile seluas 1.500 m2 . Sejumlah produk UMK ditempatkan di SIBA Center diantaranya Kopi, Rosella, produk Rajut, Batik dan Songket, hingga pupuk.
Eva Marlinda, salah satu pengrajin produk rajut matanya berkaca-kaca saat menceritakan pengalamannya bergabung di SIBA Center. Sesekali suaranya tercekat di tenggorokan. Kondisi ekonomi keluarganya pernah hancur lebur saat pandemic Covid-19 melanda. “Suami saya hanya tukang foto keliling. Menerima orderan saat ada yang menikah dan minta di foto. Saat pandemi sama sekali tak ada pemasukan, karena tak ada yang menggelar hajatan,” ungkapnya. Padahal, Eva memiliki tiga anak usia sekolah yang memiliki banyak kebutuhan.
Suami Eva pun sempat kelimpungan untuk memikirkan usaha lainnya. Beragam ikhtiar dilakukan, namun selalu menemui jalan buntu. Beruntung, Eva memiliki keahlian membuat produk fashion rajut yang diwarisi dari ibunya. “Alhamdulillah, ada pesanan dari PTBA. Bisa untuk menghidupi anak-anak. Sejak saat itu saya bersemangat untuk mengembangkan usaha,” katanya.
Tak mau sekadar menjual, Eva pun masuk dalam komunitas SIBA Center. Beragam pelatihan yang dihadirkan PTBA dia ikuti. Mulai dari pelatihan kualitas produk hingga pemasaran. “Saya sering ikut pameran hingga Jakarta. Sejak menjadi binaan PT BA saya sangat bersyukur kesejahteraan keluarga meningkat,”paparnya. Kini Eva bisa menjual ratusan potong produk rajut dalam sebulan.
Tak jauh berbeda dengan Nasib Eva, Mayar Rizki anggota SIBA Batik Kujur merasa bersyukur bisa menjadi mitra binaan PTBA. Delapan tahun silam, Mayar sehari-hari berprofesi sebagai guru honorer dengan gaji tak seberapa. “Pada 2017 suami saya meminta saya berhenti saja,”katanya. Untuk membantu perekonomian keluarganya, Mayar mencoba peruntungan dengan menjual manisan, tetapi gagal. Berbagai usaha dilakoninya hingga dia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan merajut yang diselenggarakan PTBA. “Dari situlah kemudian saya sering ikut pelatihan, termasuk pelatihan membatik,” kenangnya.
Perjalanan Mayar cukup mulus, karena PTBA memberikan dukungan total. Selain pelatihan, berbagai pameran pun dia ikuti. Tak hanya di dalam negeri, tetapi hingga mancanegara. Mulai dari Paris, Malaysia, hingga Australia. “Alhamdulillah dengan dukungan PTBA, usaha batik saya bisa membantu keluarga, membantu masyarakat,” katanya. Dengan merekrut 9 orang pekerja, kini omzet Mayar menembus Rp50 juta per bulan.
Selain Mayar, ada 35 perajin yang tergabung di SIBA Batik Kujur yang berlokasi di Dusun Tanjung itu. Para pengrajin juga dibekali kemampuan pemasaran digital. Kini, produk Batik Kujur dijual di beberapa platform marketplace, Pasar Digital (PaDi), dan Rumah BUMN Muara Enim. Dengan semangat One Vilage One Product, PTBA terus menyebarkan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat.
Di sektor pendidikan, PTBA tak henti memberikan beasiswa hingga jenjang Universitas. Melalui program Beasiswa Pendidikan Siswa Bukit Asam (Bidiksiba), banyak anak-anak mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan terbaik. Tangis Tuti Rahmi pecah saat menceritakan perjalanannya mendapatkan beasiswa jenjang S1 di Universitas Sriwijaya. Tinggal di rumah kayu yang hampir roboh di Kelurahan Air Lintang, Muara Enim, Rahmi hampir putus asa untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dengan ayah yang tak memiliki pekerjaan tetap dan ibu yang bekerja sebagai buruh cuci, impiannya untuk melanjutkan jenjang Sarjana dikuburnya dalam-dalam. “Dari mana biayanya,” ungkap perempuan kelahiran 1995 itu.
Nasib baik menghampirinya, saat guru SMK-nya menawarkan untuk mengikuti seleksi beasiswa yang diselenggarakan PTBA. Bermodalkan semangat, akhirnya dia mencoba untuk mengikuti seleksi. Dari 19 orang yang diterima, namanya masuk dalam daftar. “Saya berterima kasih kepada PT BA dibiayai kuliah penuh tanpa keluar uang sepeser pun,” katanya. Kini, rahmi bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan bisa membangun rumah permanen untuk orang tuanya. “Saya tak henti mengucapkan terima kasih kepada PTBA,” katanya.
Pakar Lingkungan dan Ekonomi Sirkular Alexander Sonny Keraf menilai, PTBA sudah menjalankan praktik pertambangan berkelanjutan. Hal itu terbukti dari perencanaan kegiatan penambangan dilakukan secara detail hingga pascatambang. “Poin penting dari pertambangan berkelanjutan itu adalah memberikan nilai tambah, benefit atau manfaat bagi masyarakat,” tegasnya kepada SINDOnews. PT BA dinilai sudah menerapkan kaidah penambangan yang baik. Dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, teknologi yang rendah emisi, dan energi terbarukan. Pengelolaan air tambang juga dilakukan sesuai dengan ketentuan.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup itu mengungkapkan, konsep green mining harus memperhatikan masalah sosial. “Artinya, tidak hanya semata ekologi, tetapi juga dampak sosial,”sebutnya. Sonny melanjutkan, kehadiran perusahaan tambang harus bisa mengangkat kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. “Jadi faktor ekonomi, sosial, lingkungan berkembang bersama,” katanya.
Sonny menilai, sebagai korporasi, PTBA tak hanya mengejar profit, tetapi juga menghadirkan benefit. Hal ini terlihat dari terciptanya ekonomi sirkular di area pertambangan yang dikelola. PT BA dinilai memberikan benefit atau manfaat di tiga aspek. Pertama. benefit ekonomi dalam arti profit agar usaha yang dilakukan bisa berkelanjutan. Kedua benefit lingkungan, dimana perusahaan memperhatikan kondisi masyarakat, termasuk iklim dan lingkungan, dan ketiga benefit sosial yang memberikan memberikan nilai tambah bagi masyarakat. “PT BA harus selalu menjadi yang terdepan untuk ikut mensejaterakan, meningkatkan kondisi ekonomi sosial masyarakat di sekitarnya, juga di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Senada dengan Sonny, Ketua Bidang Kajian Strategis Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambngan Indonesia (Perhapi) Muhammad Toha menilai, pengelolaan klingkungan, pembedayaan masyarakat, termasuk lingkungan kerja yang sehat merupakan suatu kesatuan dalam kegiatan penambangan. Pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat bukan sebagai beban tetapi investasi. “Dalam good mining practice, community development menjadi suatu yang tidak terpisahkan,” urainya.
Salah satu isu yang saat ini menjadi tuntutan global yakni, perusahaan pertambangan dituntut untuk bisa menerapkan kegiatan pertambangan berkelanjutan, salah satunya dengan mengurangi emisi karbon. “Apa yang sudah dilakukan PT BA pasti positif, dari sisi operasi turut mengkampanyekan pengurangan emisi karbon,” tuturnya.
Sedangkan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Muara Enim Ahmad Usmarwi Kaffah berharap agar PTBA bisa terus memberikan kontribusi terhadap pembangunan di kawasan sekitar tambang. "Kontribusi bersifat sustainable development dari PT BA tidak main-main,” katanya.
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail dalam laporan keberlanjutan yang dipublikasikan menegaskan, keselarasan antara pemenuhan aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial menjadi fokus PTBA. Karena fungsi suatu perusahaan bukan hanya mencetak laba tetapi juga dituntut menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menunjukkan kepedulian terhadap isu-isu sosial.
“Bagi Bukit Asam, keselarasan tersebut sesuai dengan visi Perseroan menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan. Serta misi Bukit Asam mengelola sumber energi dengan mengembangkan kompetensi korporasi dan keunggulan insani untuk memberikan nilai tambah maksimal bagi stakeholder dan lingkungan,” tegasnya.
Memang, masih ada pihak yang meragukan pertambangan bisa menjadi industri yang berkelanjutan. Bahkan, ada yang berpendapat industri pertambangan menjadi biang kerusakan dan pencemaran lingkungan. Lahan pascatambang kerap diasosiasikan sebagai kawasan yang menyeramkan. Namun, melalui penerapan kaidah pertambangan berkelanjutan, PTBA mematahkan stigma itu. Bagi PTBA, menjalankan bisnis yang berkelanjutan merupakan sebuah investasi jangka panjang. Tak sekadar bagi perusahaan, tetapi bagi lingkungan, masyarakat, dan generasi mendatang.
Lihat Juga: 11 Perwakilan Kampus dari Sumatera hingga Papua Deklarasi Dukungan Program DEB SoBI di Yogyakarta
(fjo)