Jika Terus Jajah Palestina, Ekonomi Israel Terancam Bangkrut: Rp3.875 Triliun Melayang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Apakah ekonomi Israel terancam bangkrut ? Sejumlah kalangan telah banyak berseloroh mengenai keberangkutan ekonomi Israel.
Sejak berperang dengan pejuang Hamas di awal minggu kedua Oktober, perekonomian Israel memang terganggu. Israel sudah menumpuk utang USD7,8 miliar atau Rp120 triliun (kurs Rp15.500).
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengatakan jika perang terus berlanjut maka utang Israel akan semakin menggunung. Pasalnya, perang membuat Israel rugi sebesar USD246 juta atau Rp3,8 triliun per hari.
Tak sampai di situ, perang juga membuat ekspor Israel terganggu, inflasi naik, mata uang jatuh, peringkat kredit anjlok, dan pembangunan terhenti. Ekspor sektor teknologi yang menjadi andalan Israel babak belur.
Laporan yang diterbitkan oleh Start-Up Nation Policy Institute (SNPI) Tel Aviv mengungkap, hanya dua minggu setelah serangan Hamas, terjadi kerusakan pada sektor teknologi Israel. Secara keseluruhan, 80% perusahaan teknologi Israel melaporkan kerusakan akibat situasi keamanan yang memburuk, sementara seperempatnya melaporkan kerusakan ganda, baik pada sumber daya manusia maupun dalam memperoleh modal investasi.
Kemudian, lebih dari 40% perusahaan teknologi mengalami penundaan atau pembatalan perjanjian investasi, dan hanya 10% yang berhasil mengadakan pertemuan dengan investor.
Sejak perang, Shekkel, mata uang Israel, telah jatuh pada titik terendah dalam delapan tahun terakhir. Penurunan mata uang itu membuat Bank Sentral Israel harus menguras cadangan devisanya sebesar USD30 miliar.
Lantas apakah semua kondisi itu akan membuat ekonomi Israel bangkrut? Secara sederhana negara bangkrut adalah sebuah kondisi ketika pemerintah suatu negara menghadapi krisis keuangan yang serius dan tidak mampu membayar utang-utangnya atau menjalankan fungsinya dengan baik.
Ada sebuah kolom menarik yang ditayangkan oleh The National News dengan judul "Israel’s behaviour will bankrupt it over time". Dalam kolom itu mengungkap dua laporan yang ada dan menunjukkan bahwa Israel dapat menghadapi konsekuensi bencana jika gagal mengakhiri penganiayaan terhadap warga Palestina di bawah pemerintahannya, baik di wilayah pendudukan atau di Israel sendiri.
Sejak berperang dengan pejuang Hamas di awal minggu kedua Oktober, perekonomian Israel memang terganggu. Israel sudah menumpuk utang USD7,8 miliar atau Rp120 triliun (kurs Rp15.500).
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengatakan jika perang terus berlanjut maka utang Israel akan semakin menggunung. Pasalnya, perang membuat Israel rugi sebesar USD246 juta atau Rp3,8 triliun per hari.
Tak sampai di situ, perang juga membuat ekspor Israel terganggu, inflasi naik, mata uang jatuh, peringkat kredit anjlok, dan pembangunan terhenti. Ekspor sektor teknologi yang menjadi andalan Israel babak belur.
Laporan yang diterbitkan oleh Start-Up Nation Policy Institute (SNPI) Tel Aviv mengungkap, hanya dua minggu setelah serangan Hamas, terjadi kerusakan pada sektor teknologi Israel. Secara keseluruhan, 80% perusahaan teknologi Israel melaporkan kerusakan akibat situasi keamanan yang memburuk, sementara seperempatnya melaporkan kerusakan ganda, baik pada sumber daya manusia maupun dalam memperoleh modal investasi.
Kemudian, lebih dari 40% perusahaan teknologi mengalami penundaan atau pembatalan perjanjian investasi, dan hanya 10% yang berhasil mengadakan pertemuan dengan investor.
Sejak perang, Shekkel, mata uang Israel, telah jatuh pada titik terendah dalam delapan tahun terakhir. Penurunan mata uang itu membuat Bank Sentral Israel harus menguras cadangan devisanya sebesar USD30 miliar.
Lantas apakah semua kondisi itu akan membuat ekonomi Israel bangkrut? Secara sederhana negara bangkrut adalah sebuah kondisi ketika pemerintah suatu negara menghadapi krisis keuangan yang serius dan tidak mampu membayar utang-utangnya atau menjalankan fungsinya dengan baik.
Ada sebuah kolom menarik yang ditayangkan oleh The National News dengan judul "Israel’s behaviour will bankrupt it over time". Dalam kolom itu mengungkap dua laporan yang ada dan menunjukkan bahwa Israel dapat menghadapi konsekuensi bencana jika gagal mengakhiri penganiayaan terhadap warga Palestina di bawah pemerintahannya, baik di wilayah pendudukan atau di Israel sendiri.