Harga Jual Rokok di Indonesia Masih Dianggap Terlalu Murah, Ini Buktinya
loading...
A
A
A
"Saran utamanya adalah menaikkan cukai rokok sebesar minimal 30% untuk menurunkan prevalensi merokok. Selain itu, struktur cukai Indonesia dianggap masih rumit, dan prevalensi rokok di Indonesia tertinggi di ASEAN," ujar Mukhaer.
Selain itu, Prof. Widodo Muktiyo selaku Pimpinan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah menyoroti, pentingnya diseminasi hasil penelitian untuk mengendalikan tembakau. Ia menekankan, perlunya mempertimbangkan dimensi teknologi, khususnya fenomena rokok digital, serta segmentasi berbeda antara tembakau dan vape dalam kampanye anti rokok.
"Tantangan dari budaya merokok di Indonesia juga menjadi fokus, bersama dengan perlunya mencari solusi untuk profesi petani tembakau," katanya.
Selanjutnya, Konsultan Vital Strategies Indonesia, Lily S. Sulistyowati saat sambutan menambahkan, harapannya agar perokok dapat mengendalikan kebiasaan merokoknya dan kampanye anti rokok seharusnya mampu mengendalikan konsumsi, bukan hanya melarang.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Kiki Soewarso (Peneliti TCSC IAKMI) berjalan secara dinamis, paparan diseminasi hasil diberikan tanggapan dari para pakar dan pemangku kebijakan, diantaranya Arie Kusuma (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KEMENKEU RI), Sarno (BKF, KEMENKEU RI), Eva Susanti (Direktur P2PTM, KEMENKES RI), dan Nancy Dian Anggraeni (Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, KEMENKO PMK).
Ari Kusuma dari DJBC, KEMENKEU RI, menggarisbawahi pentingnya memberantas rokok ilegal. Identifikasi jenis rokok SPT dan modus rokok ilegal perlu diinvestigasi lebih lanjut. Selanjutnya, Sarno dari BKF, KEMENKEU RI menyoroti penurunan yang tidak sesuai dengan kenaikan SKM sejak 2020. Selain itu, perlu mempertimbangkan nasib petani dalam pemantauan harga.
Adapun dari aspek kesehatan, Eva Susanti Direktur P2PTM KEMENKES RI menekankan, efektivitas mekanisme cukai dan strategi lain untuk mengendalikan konsumsi rokok.
"Kenaikan cukai harus disalurkan kembali untuk menurunkan konsumsi dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Revisi PP 169 perlu dipertimbangkan, dan tim lintas kementerian diperlukan untuk pengendalian konsumsi tembakau," jelasnya.
Disisi lain, Nancy Dian Anggraini menyoroti perlunya ahli komunikasi dalam pengendalian tembakau, menekankan dampak rokok pada generasi penerus, dan merespons dengan membuat rancangan pita cukai yang lebih baik untuk tidak menutupi PHW.
Sebagaimana diketahui, Pemantauan Harga Transaksi Pasar (HTP) rokok oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menjadi fokus utama dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Kegiatan pemantauan HTP dilakukan tiga kali setahun di seluruh wilayah Indonesia, mengacu pada regulasi yang diatur oleh PMK 192 Tahun 2021 dan PER DIR 16 Tahun 2022.
Selain itu, Prof. Widodo Muktiyo selaku Pimpinan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah menyoroti, pentingnya diseminasi hasil penelitian untuk mengendalikan tembakau. Ia menekankan, perlunya mempertimbangkan dimensi teknologi, khususnya fenomena rokok digital, serta segmentasi berbeda antara tembakau dan vape dalam kampanye anti rokok.
"Tantangan dari budaya merokok di Indonesia juga menjadi fokus, bersama dengan perlunya mencari solusi untuk profesi petani tembakau," katanya.
Selanjutnya, Konsultan Vital Strategies Indonesia, Lily S. Sulistyowati saat sambutan menambahkan, harapannya agar perokok dapat mengendalikan kebiasaan merokoknya dan kampanye anti rokok seharusnya mampu mengendalikan konsumsi, bukan hanya melarang.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Kiki Soewarso (Peneliti TCSC IAKMI) berjalan secara dinamis, paparan diseminasi hasil diberikan tanggapan dari para pakar dan pemangku kebijakan, diantaranya Arie Kusuma (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KEMENKEU RI), Sarno (BKF, KEMENKEU RI), Eva Susanti (Direktur P2PTM, KEMENKES RI), dan Nancy Dian Anggraeni (Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, KEMENKO PMK).
Ari Kusuma dari DJBC, KEMENKEU RI, menggarisbawahi pentingnya memberantas rokok ilegal. Identifikasi jenis rokok SPT dan modus rokok ilegal perlu diinvestigasi lebih lanjut. Selanjutnya, Sarno dari BKF, KEMENKEU RI menyoroti penurunan yang tidak sesuai dengan kenaikan SKM sejak 2020. Selain itu, perlu mempertimbangkan nasib petani dalam pemantauan harga.
Adapun dari aspek kesehatan, Eva Susanti Direktur P2PTM KEMENKES RI menekankan, efektivitas mekanisme cukai dan strategi lain untuk mengendalikan konsumsi rokok.
"Kenaikan cukai harus disalurkan kembali untuk menurunkan konsumsi dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Revisi PP 169 perlu dipertimbangkan, dan tim lintas kementerian diperlukan untuk pengendalian konsumsi tembakau," jelasnya.
Disisi lain, Nancy Dian Anggraini menyoroti perlunya ahli komunikasi dalam pengendalian tembakau, menekankan dampak rokok pada generasi penerus, dan merespons dengan membuat rancangan pita cukai yang lebih baik untuk tidak menutupi PHW.
Sebagaimana diketahui, Pemantauan Harga Transaksi Pasar (HTP) rokok oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menjadi fokus utama dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Kegiatan pemantauan HTP dilakukan tiga kali setahun di seluruh wilayah Indonesia, mengacu pada regulasi yang diatur oleh PMK 192 Tahun 2021 dan PER DIR 16 Tahun 2022.