Bursa Saham Global Kembali Pengaruhi Pergerakan IHSG

Senin, 12 Februari 2018 - 13:00 WIB
Bursa Saham Global Kembali Pengaruhi Pergerakan IHSG
Bursa Saham Global Kembali Pengaruhi Pergerakan IHSG
A A A
PERGERAKAN Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi bursa saham global dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Analis senior dari PT Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada mengatakan, pergerakan IHSG pada pekan ini diperkirakan akan berada di kisaran level support 6.415-6.448 dan resisten 6.545- 6.567.

Jika dibandingkan pekan sebelumnya terjadi koreksi di level support 6.578-6.588 dan resisten 6.655-6.695. "Pergerakan IHSG masih cenderung terkena koreksi seiring masih maraknya aksi jual, meskipun dari dalam negeri cenderung positif terkecuali pergerakan harga obligasi dan rupiah yang masih melemah," kata Reza di Jakarta, Minggu (11/2/2018).

Menurut dia, posisi IHSG juga masih di persimpangan. Karena jika ada sentimen negatif dari kondisi bursa saham global dan ekonomi global terutama di AS, maka akan mudah kembali melemah. Untuk itu, diharapkan kondisi IHSG tidak terjadi aksi jual masif agar tidak melemah terlalu dalam. "Tetap cermati berbagai sentimen yang dapat menahan peluang kenaikan IHSG serta waspadai potensi pelemahan akibat aksi ambil untung," ujarnya.

Maraknya aksi jual sepanjang pekan kemarin seiring pelemahan bursa saham global yang diikuti dengan masih berlanjutnya laju rupiah terdepresiasi memberikan sentimen negatif pada IHSG. Pergerakan IHSG pada pekan kemarin masih melemah dengan penurunan -1,86% atau di bawah dari pekan sebelumnya yang turun -0,48%.

"Adapun high level index yang diraih mencapai 6.612 di bawah level sebelumnya di posisi 6.686 dan level terendah dicapai mencapai 6.426 dari sebelumnya 6.522," ujarnya.

Menurut Reza, pelemahan di bursa saham AS pada pekan sebelumnya membawa petaka bagi pergerakan bursa saham Asia karena rata-rata cenderung terkoreksi. Laju IHSG yang sebelumnya pada akhir pekan lalu menguat terkena aksi ambil untung. "Di sisi lain, rilis angka pertumbuhan ekonomi dari BPS tampaknya kurang kuat mengangkat IHSG," kata dia.

Sementara itu, VP Research Department Indosurya Sekuritas, William Surya Wijaya mengatakan, untuk awal pekan ini indeks akan berada di kisaran 6.413 hingga 6.602. Kekuatan naik IHSG saat ini terlihat ditopang oleh beberapa faktor, seperti stabilnya nilai tukar dan masih kuatnya harga komoditas. "Selain itu, masih berlangsungnya rilis kinerja beberapa emiten yang sudah terlansir baik dan beberapa emiten yang masih akan rilis disinyalir juga akan cukup baik," kata William.

Menurutnya, faktor pendukung lain adalah masih kuatnya fundamental perekonomian Indonesia yang terlansir dan menunjukkan kondisi dalam keadaan stabil. Dengan begitu, hal tersebut menambah daya tarik bagi investor yang akan memulai langkah investasi pada awal tahun ini.

Sepekan kemarin, pergerakan IHSG lebih memilih untuk berada di zona merah seiring maraknya aksi jual setelah terimbas aksi sell off di bursa saham AS, karena kekhawatiran akan kenaikan suku bunga The Fed yang diperkirakan cenderung agresif di bawah Powell setelah menggantikan Yellen. Pergerakan IHSG sempat cenderung variatif.

Kembali maraknya aksi jual sempat membawa IHSG ke jurang pelemahan sebelum akhirnya mampu kembali menguat dengan dukungan aksi beli dan imbas penguatan kembali bursa saham Asia. Masih terdepresiasinya rupiah yang diikuti aksi jual asing menjadi sentimen negatif menyeret laju IHSG ke zona merah.

Bahkan sentimen positif dari lembaga pemeringkat Japan Credit Rating Agency, Ltd yang meningkatkan peringkat utang (Sovereign Credit Rating/SCR) Indonesia dari BBB dengan prospek positif menjadi BBB dengan prospek stabil sempat tidak dihiraukan pelaku pasar. Karena itu, laju IHSG mengakhiri pekan kemarin di zona merah. Tampaknya aksi jual masih terjadi seiring imbas pelemahan bursa saham global, masih melemahnya rupiah, dan berlanjutnya aksi jual asing.

Aksi jual dari bursa saham global yang membuat pergerakan sejumlah saham melemah merupakan efek psikologis dari pelaku pasar terimbas dari pelemahan bursa saham lainnya. Asing mencatatkan nett sell sebesar Rp5,39 triliun dari pekan sebelumnya nett sell Rp4,24 triliun. Maraknya aksi jual membuat posisi transaksi asing menjadi nett sell karam hingga pekan kemarin membuat nilai transaksi asing tercatat bersih Rp4,79 triliun di bawah sebelumnya yang masih nett buy Rp597,98 miliar (YTD).

Kepala Divisi Komunikasi Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Oskar Herliansyah menjelaskan, sejak dimulainya era swastanisasi bursa efek pada 13 Juli 1992 silam, pasar modal Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan. "Nilai kapitalisasi pasar BEI telah tumbuh 29.555% menjadi Rp7.235,83 triliun dari Rp24,4 triliun pada lebih dari 25 tahun yang lalu," ujar dia.

Nilai kapitalisasi pasar BEI saat inijuga telah melampaui total aset perbankan per November 2017 sebesar Rp7.222 triliun. Laju IHSG sepanjang swastanisasi bursa efek juga mencatatkan persentase pertumbuhan paling tinggi dibandingkan dengan bursa negara lain, yakni 2.272% menjadi 6.505,52 poin per akhir pekan ini dari level pada 13 Juli 1992 silam sebesar 274,24 poin.

Persentase pertumbuhan IHSG melampaui bursa Thailand sebesar 104%, Malaysia 190%, Singapura 132%, Jepang 37%, Amerika Serikat (Indeks Dow Jones) 692%, serta Inggris 165%. Dari sisi outstanding obligasi di BEI juga mengalami pertumbuhan selama lebih dari 25 tahun terakhir sebesar 315% menjadi Rp2.487 triliun dari Rp598,7 triliun pada 1992 silam.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7257 seconds (0.1#10.140)