Bos Bulog Buka-bukaan Soal Mahalnya Harga Beras dari China, Impor 1 Juta Ton Batal?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahalnya harga beras dari China berpotensi menghambat rencana impor pemerintah melalui Perum Bulog pada awal 2024, mendatang. Sebelumnya rencana impor beras diawali dengan kontrak kerja sama antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden China, Xi Jinping beberapa waktu lalu.
Direktur Utama Bulog, Bayu Krisnamurthi menyebut, impor 1 juta ton beras belum dapat dilakukan pada awal tahun depan. Lantaran harga beras yang dipatok China jauh lebih mahal dibandingkan beberapa negara mitra, misalnya Thailand dan Vietnam.
Karena harga pangan dasar yang tinggi tersebut, proses impor dari negara komunis tidak semudah dan secepat layaknya penjajakan yang dilakukan Bulog dengan negara mitra lainnya.
“Terus terang saja, beras dari China yang kami alami sekarang harganya masih lebih mahal,” ungkap Bayu saat berbincang dengan wartawan di tempat kerjanya, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023).
Tak hanya itu, kemitraan Indonesia dan China terkait impor beras pun dipandang sesuatu yang baru dan tidak biasa. “Dan karena kita tidak terbiasa melakukan impor dari China, ada tapi kecil, maka prosesnya mungkin tidak secepat atau semuda kalau kita ambil dari Thailand dan Vietnam,” papar dia.
Kendati begitu, pemerintah masih menjadikan China sebagai opsi untuk memasok beras di Tanah Air. Hanya saja, waktu realisasinya belum dapat dipastikan.
“Tapi tetap opsinya, tetap kita buka karena ini tingkat ketidakpastiannya tinggi di mana-mana. Jadi opsi, karena dengan kita punya pilihan alternatif yang lain,” ujar Bayu.
Saat ini BUMN di sektor pangan itu belum mendapat penugasan pemerintah untuk kembali mendatangkan 1 juta ton beras dari negara komunis tersebut, setelah perusahaan berhasil mengimpor 2 juta ton beras sepanjang tahun ini.
Direktur Utama Bulog, Bayu Krisnamurthi menyebut, impor 1 juta ton beras belum dapat dilakukan pada awal tahun depan. Lantaran harga beras yang dipatok China jauh lebih mahal dibandingkan beberapa negara mitra, misalnya Thailand dan Vietnam.
Karena harga pangan dasar yang tinggi tersebut, proses impor dari negara komunis tidak semudah dan secepat layaknya penjajakan yang dilakukan Bulog dengan negara mitra lainnya.
“Terus terang saja, beras dari China yang kami alami sekarang harganya masih lebih mahal,” ungkap Bayu saat berbincang dengan wartawan di tempat kerjanya, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023).
Tak hanya itu, kemitraan Indonesia dan China terkait impor beras pun dipandang sesuatu yang baru dan tidak biasa. “Dan karena kita tidak terbiasa melakukan impor dari China, ada tapi kecil, maka prosesnya mungkin tidak secepat atau semuda kalau kita ambil dari Thailand dan Vietnam,” papar dia.
Kendati begitu, pemerintah masih menjadikan China sebagai opsi untuk memasok beras di Tanah Air. Hanya saja, waktu realisasinya belum dapat dipastikan.
“Tapi tetap opsinya, tetap kita buka karena ini tingkat ketidakpastiannya tinggi di mana-mana. Jadi opsi, karena dengan kita punya pilihan alternatif yang lain,” ujar Bayu.
Saat ini BUMN di sektor pangan itu belum mendapat penugasan pemerintah untuk kembali mendatangkan 1 juta ton beras dari negara komunis tersebut, setelah perusahaan berhasil mengimpor 2 juta ton beras sepanjang tahun ini.
(akr)