Demi Hindari Resesi, Pemerintah Otak-Atik Kebijakan Fiskal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian Raden Pardede mengatakan, hal yang diperhatikan oleh pemerintah dalam upaya menghindari resesi ekonomi saat ini adalah mengatur kebijakan terkait fiskal sebagai kunci penggerak roda perekonomian.
Adapun berbagai kebijakan terkait stimulus fiskal, saat ini tengah digenjot oleh pemerintah guna memicu pergerakan ekonomi . "Jadi kalau dalam situasi krisis seperti ini, bisnis yang bisa berfungsi optimal adalah bisnisnya pemerintah melalui kebijakan fiskal. Karena kalau pihak swasta kan masih sangat berhati-hati," ujar Raden dalam diskusi virtual, Senin (10/8/2020).
(Baca Juga: Tak Sabaran, Pengusaha Minta BLT Pegawai Dipercepat)
Raden mengatakan, sebagai dampak dari penggenjotan stimulus fiskal semacam itu, maka defisit APBN dipastikan akan membengkak di atas 5%. Sebab, terdapat sejumlah penganggaran yang akan digunakan sebagai anggaran belanja, guna memberikan stimulus kepada para pelaku UMKM dan masyarakat seperti misalnya melalui bantuan tunai.
"Jadi harus paham, kalau defisit hampir 5,3% ke atas, itu karena adanya program pemerintah sebagai upaya agar ekonomi tetap berjalan," ujarnya.
Diketahui, pemerintah telah menyiapkan dana hingga Rp695,2 triliun, guna menangani pandemi Covid-19. Hal itu seiring langkah mengubah susunan APBN 2020 melalui Perpres No 72/2020 tentang Perubahan Atas Perpres No. 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020.
(Baca Juga: Awas, Pelebaran Defisit Anggaran Akan Sedot Uang Publik dan Utang Membengkak)
Dalam beleid tersebut, Presiden Jokowi juga menurunkan target penerimaan negara dari Rp1.760,88 triliun menjadi Rp1.699,94 triliun. Sementara, belanja negara justru naik dari Rp2.613,81 triliun menjadi Rp2.739,16 triliun.
Dengan selisih itu, pemerintah dalam Perpres No 71/2020 memproyeksi defisit APBN 2020 akan mencapai sebesar Rp1.039,2 triliun, atau setara dengan 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Adapun berbagai kebijakan terkait stimulus fiskal, saat ini tengah digenjot oleh pemerintah guna memicu pergerakan ekonomi . "Jadi kalau dalam situasi krisis seperti ini, bisnis yang bisa berfungsi optimal adalah bisnisnya pemerintah melalui kebijakan fiskal. Karena kalau pihak swasta kan masih sangat berhati-hati," ujar Raden dalam diskusi virtual, Senin (10/8/2020).
(Baca Juga: Tak Sabaran, Pengusaha Minta BLT Pegawai Dipercepat)
Raden mengatakan, sebagai dampak dari penggenjotan stimulus fiskal semacam itu, maka defisit APBN dipastikan akan membengkak di atas 5%. Sebab, terdapat sejumlah penganggaran yang akan digunakan sebagai anggaran belanja, guna memberikan stimulus kepada para pelaku UMKM dan masyarakat seperti misalnya melalui bantuan tunai.
"Jadi harus paham, kalau defisit hampir 5,3% ke atas, itu karena adanya program pemerintah sebagai upaya agar ekonomi tetap berjalan," ujarnya.
Diketahui, pemerintah telah menyiapkan dana hingga Rp695,2 triliun, guna menangani pandemi Covid-19. Hal itu seiring langkah mengubah susunan APBN 2020 melalui Perpres No 72/2020 tentang Perubahan Atas Perpres No. 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020.
(Baca Juga: Awas, Pelebaran Defisit Anggaran Akan Sedot Uang Publik dan Utang Membengkak)
Dalam beleid tersebut, Presiden Jokowi juga menurunkan target penerimaan negara dari Rp1.760,88 triliun menjadi Rp1.699,94 triliun. Sementara, belanja negara justru naik dari Rp2.613,81 triliun menjadi Rp2.739,16 triliun.
Dengan selisih itu, pemerintah dalam Perpres No 71/2020 memproyeksi defisit APBN 2020 akan mencapai sebesar Rp1.039,2 triliun, atau setara dengan 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB).
(fai)