RPP Kesehatan Dinilai Bakal Gerus Triliunan Penerimaan Negara
loading...
A
A
A
Dia menegaskan pasal-pasal tembakau RPP Kesehatan selayaknya jangan terlalu terburu-buru disahkan dan perlu dibahas lebih lanjut secara terpisah. Meski dikejar target, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memastikan bahwa RPP Kesehatan masih dalam tahap pembahasan dan belum menemukan kesepakatan khususnya terkait pengamanan zat adiktif. Hal tersebut disampaikan Asisten Deputi Pengembangan Industri Deputi V Kementerian Perekonomian, Eko Harjanto dalam diskusi INDEF yang bertajuk "Hitung Mundur Matinya Industri Pertembakauan Indonesia" di Jakarta (20/12).
Menurutnya, ada beberapa substansi yang masih pada tahap pembahasan pemerintah dalam RPP Kesehatan tersebut antara lain, penetapan kadar TAR dan nikotin produk tembakau, bahan tambahan, jumlah produk dalam kemasan, penjualan produk tembakau, peringatan kesehatan, iklan promosi dan sponsor.
Sebagai stabilisator perekonomian negara, pemerintah sudah seharusnya menghindari regulasi yang memberikan 'efek kejut' bagi ekosistem industri tembakau.
"Efek kejut bagi ekosistem tembakau tersebut berpotensi menurunkan optimalisasi sektor hulu yang berdampak pada kesejahteraan petani, penurunan pendapatan negara, penurunan sektor industri periklanan, penurunan sektor distributor dan ritel, penurunan sektor UMKM tembakau, dan dampak lainnya," kata Eko.
Eko menilai bahwa industri tembakau merupakan salah satu sektor industri strategis yang secara konsisten memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional melalui cukai.
Tak hanya itu, sektor industri tembakau juga berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja, serta kesejahteraan bagi petani tembakau. Adapun, rantai pasok sektor industri tembakau menyerap hingga 6,5 juta orang, mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, tenaga kerja buruh industri, distribusi ritel, dan lainnya.
Dirinya juga menilai bahwa sektor industri tembakau merupakan industri padat karya dan padat regulasi. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian dalam mengatur regulasi bagi sektor tersebut karena berimplikasi pada peredaran rokok ilegal yang justru akan meningkatkan prevalensi merokok anak.
Dampak negatif dari rokok ilegal bukan hanya dari kerugian cukai dan berkurangnya pendapatan negara, melainkan juga dari sisi sosial dan persaingan usaha yang tidak sehat antar industri.
Koordinator Tanaman Semusim Kementerian Pertanian, Haris Darmawan turut menggarisbawahi pengaturan pada zat adiktif dapat dipisah dari RPP sehubungan dengan dampak yang ditimbulkan terhadap kesejahteraan petani tembakau.
"Setidaknya terdapat beberapa dampak RPP Kesehatan terhadap petani diantaranya menurunnya daya serap industri terhadap hasil tembakau petani, hilangnya mata pencaharian bagi sejumlah petani, buruh tani tembakau, maupun petani cengkeh, dan meningkatkan pengangguran yang berasal dari petani, buruh tani tembakau, dan petani cengkeh," paparnya.
Menurutnya, ada beberapa substansi yang masih pada tahap pembahasan pemerintah dalam RPP Kesehatan tersebut antara lain, penetapan kadar TAR dan nikotin produk tembakau, bahan tambahan, jumlah produk dalam kemasan, penjualan produk tembakau, peringatan kesehatan, iklan promosi dan sponsor.
Sebagai stabilisator perekonomian negara, pemerintah sudah seharusnya menghindari regulasi yang memberikan 'efek kejut' bagi ekosistem industri tembakau.
"Efek kejut bagi ekosistem tembakau tersebut berpotensi menurunkan optimalisasi sektor hulu yang berdampak pada kesejahteraan petani, penurunan pendapatan negara, penurunan sektor industri periklanan, penurunan sektor distributor dan ritel, penurunan sektor UMKM tembakau, dan dampak lainnya," kata Eko.
Eko menilai bahwa industri tembakau merupakan salah satu sektor industri strategis yang secara konsisten memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional melalui cukai.
Tak hanya itu, sektor industri tembakau juga berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja, serta kesejahteraan bagi petani tembakau. Adapun, rantai pasok sektor industri tembakau menyerap hingga 6,5 juta orang, mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, tenaga kerja buruh industri, distribusi ritel, dan lainnya.
Dirinya juga menilai bahwa sektor industri tembakau merupakan industri padat karya dan padat regulasi. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian dalam mengatur regulasi bagi sektor tersebut karena berimplikasi pada peredaran rokok ilegal yang justru akan meningkatkan prevalensi merokok anak.
Dampak negatif dari rokok ilegal bukan hanya dari kerugian cukai dan berkurangnya pendapatan negara, melainkan juga dari sisi sosial dan persaingan usaha yang tidak sehat antar industri.
Koordinator Tanaman Semusim Kementerian Pertanian, Haris Darmawan turut menggarisbawahi pengaturan pada zat adiktif dapat dipisah dari RPP sehubungan dengan dampak yang ditimbulkan terhadap kesejahteraan petani tembakau.
"Setidaknya terdapat beberapa dampak RPP Kesehatan terhadap petani diantaranya menurunnya daya serap industri terhadap hasil tembakau petani, hilangnya mata pencaharian bagi sejumlah petani, buruh tani tembakau, maupun petani cengkeh, dan meningkatkan pengangguran yang berasal dari petani, buruh tani tembakau, dan petani cengkeh," paparnya.