Meneropong Potensi Panas Bumi untuk Penguatan Pendapatan Daerah

Rabu, 24 Januari 2024 - 13:29 WIB
loading...
Meneropong Potensi Panas...
Sekolah Pascasarjana Energi Terbarukan Universitas Darma Persada (UNSADA) menunjukan kontribusinya melalui penyelenggaraan FGD yang menjadi panggung bagi para pemangku kepentingan untuk bertukar pikiran mengenai potensi energi panas bumi.
A A A
JAKARTA - Mengupas pentingnya energi panas bumi di tengah komitmen pemerintahmenurunkan emisi,Sekolah Pascasarjana Energi Terbarukan Universitas Darma Persada (UNSADA) menggelarFocus Group Discussion (FGD). Dukungan berbagai sektor dibutuhkan untuk mengejar target pencapaian bauran energi nasional dari Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025, tidak terkecuali dari sektor pendidikan.



Sekolah Pascasarjana Energi Terbarukan Universitas Darma Persada (UNSADA) menunjukan kontribusinya melalui penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) yang menjadi panggung bagi para pemangku kepentingan untuk bertukar pikiran mengenai potensi energi panas bumi di tanah air.

“Perlu adanya riset dan inovasi dalam menjalankan transisi energi maka dari itu kami sebagai akademisi dan pakar-pakar mewadahi forum berdiskusi mengenai energi panas bumi di Indonesia,” tutur Rektor Universitas Darma Persada, Agus Salim Dasuki.



Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Harris Yahya menyampaikan, tantangan dalam mengelola panas bumi adalah tingginya risiko eksplorasi, kelayakan keekonomian PLTP yang variatif, dan keterbatasan akses pendanaan bagi pengembang.

Jika Indonesia bisa mengelola tantangan yang ada dan melakukan optimalisasi energi panas bumi, hal ini dapat berdampak positif seperti menghasilkan pertumbuhan ekonomi daerah, memberikan bonus produksi dan dana bagi hasil untuk Pemda (Pemerintah Daerah) dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

"Pengembangan EBT panas bumi sejalan dengan komitmen pengurangan emisi dan green energy, Indonesia masuk urutan ke 2 pengguna geothermal di dunia, potensi panas bumi mencapai 23.060,4 MW. Namun kita belum bisa menyaingi US karena belum optimal mengelola potensi panas bumi, padahal proyek panas bumi dapat memberikan efek positif untuk bagi daerah penghasil panas bumi" ujar Harris saat Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Potensi Pengembangan Panas Bumi di Unsada, Jakarta, Sabtu (20/1/2024).

"Geothermal mempunya masa eksplorasi di 7 tahun pertama, hal ini sudah termasuk perizinan ke pemerintah dan masyarakat. Namun ada perusahaan yang masih sulit mendapatkan izin, padahal hal tersebut juga akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi daerah tersebut,” tutur Haris.

Haris menambahkan, bahwa Proyek PLTP sejalan dengan target pengembangan jangka panjang dalam mencapai Net Zero Emission. PLTP dapat menyediakan listrik yang amdal dan berkelanjutan dengan faktor kapasitas 90-95%, kemudian panas bumi bersifat terbarukan dapat beroperasi berkelanjutan dengan menjaga kesetimbangan reservoir.

“Sekarang ini waktu yang paling tepat untuk mengembangkan energi panas bumi untuk Indonesia, karena jika kita masih menunggu tahun-tahun berikutnya lagi harga yang relatif akan semakin berubah, teknologi yang semakin maju, dan tantangan zaman yang meningkat,” ungkap Haris.

Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit EBT sampai dengan 2023 sebesar 3.322 MW dengan kenaikan rata-rata sekitar 6% per tahun. Saat ini Indonesia masih dalam 13% pemanfaatan EBT sedangkan target yang ditetapkan adalah 23% pada tahun 2025 mendatang, maka dari itu dibutuhkan upaya bersama untuk melakukan perubahaan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, Riki Firmandha Ibrahim memaparkan, bahwa dengan adanya pengeboran panas bumi dapat membuat ekonomi beserta kesejahteraan masyarakat meningkat. Akan tetapi sayangnya tantangan pengembangan geothermal di Indonesia salah satunya adalah isu demonstrasi dari masyarakat.

“Dalam melaksanakan eksplorasi geothermal, kita juga perlu merangkul segala lapis pemangku kepentingan salah satunya adalah masyarakat, dengan adanya panas bumi di daerah tersebut dapat membuat ekonomi beserta kesejahteraan masyarakat meningkat,” jelas Riki.

Sebagai pemain terkemuka di sektor energi terbarukan, Anggota DEN RI dan Pascasarjana Energi Terbarukan Universitas Darma Persada, As Natio Lasman juga mengungkapkan, bahwa panas bumi sangat diharapkan dapat berperan dalam mendukung pemenuhan kebutuhan listrik pada beban dasar.

Namun kenyataannya hingga saat ini, baru sekitar 10% pembangkitan tenaga listrik dari panas bumi yang telah dikonstruksi dan dioperasikan. Maka dari itu, masih perlu terobosan untuk pengembangan pemanfaatannya.

“Dalam tahun 2060 kita juga sudah mulai mengimplementasikan dekarbonisasi bahan bakar fosil, menganti generator diesel dengan pembangkit listrik berbahan gas dan ET menshutdown beberapa PLTPU. Salah satu pengoptimalisasi ET adalah geothermal,” tambah As Nation.

“Tidak ada alasan untuk kita menunda-nunda menggali potensi energi terbarukan di Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang kita miliki dan hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi daerah penghasil jadi kita harus mengelola sebaik mungkin untuk Indonesia yang lebih baik,” pungkas Harris.

Dengan potensi melimpah dan komitmen yang kuat untuk mengembangkan sumber energi terbarukan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam pemanfaatan energi panas bumi. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan energi domestik, tetapi dapat berpotensi menjadi kontributor utama dalam upaya global untuk mencapai transisi energi yang berkelanjutan.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1687 seconds (0.1#10.140)