S&P 500 Terus Perpanjang Rekor, Wall Street Masih Menguat Diwarnai Kejatuhan Saham Tesla
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wall Street pada perdagangan, Kamis (25/1) waktu setempat berakhir menguat ketika S&P 500 ditutup pada level tertinggi sepanjang masa untuk sesi kelima kalinya berturut-turut. Hal itu terjadi setelah data terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS (Amerika Serikat) yang kuat pada kuartal IV/2023 untuk menjadi sentimen positif.
Sementara itu sentimen negatif muncul dari kejatuhan saham produsen mobil listrik papan atas, Tesla menyusul proyeksi penjualan yang mengecewakan.
Mengutip Reuters hari ini, indeks S&P 500 naik 0,53% untuk mengakhiri sesi ke level 4.894,16. Kemudian Nasdaq menguat 0,18% menjadi 15.510,50 poin, sedangkan Dow Jones Industrial Average naik 0,64% di posisi 38.049,13.
Kenaikan tersebut memperpanjang reli di mana S&P 500 (.SPX), baru-baru ini mencapai rekor tertinggi untuk pertama kalinya dalam dua tahun. Terangkat oleh optimisme terhadap perekonomian dan suku bunga yang lebih rendah.
Saham Tesla (TSLA.O) merosot 12% ke level terendah sejak Mei 2023 setelah CEO Elon Musk memperingatkan, penjualan akan melambat tahun ini meskipun ada potongan harga yang merugikan marginnya. Hal ini menjadikan nilai pasar saham pembuat mobil listrik tersebut sekitar USD580 miliar, di bawah Eli Lilly (LLY.N) dan tepat di atas Broadcom (AVGO.O).
Sedangkan perekonomian AS tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada kuartal akhir 2023 di tengah kuatnya belanja konsumen. Kabar itu mengacaukan prediksi resesi setelah Federal Reserve (bank sentral AS) secara agresif menaikkan suku bunga, dengan pertumbuhan setahun penuh sebesar 2,5%.
“PDB merupakan kejutan yang baik bagi pasar karena tidak ada masalah inflasi, dan konsumen terus membelanjakan uangnya,” kata Rob Haworth, direktur strategi investasi senior di U.S. Bank Asset Management Group.
“Jadi ada lebih banyak dukungan terhadap narasi bahwa pendapatan perusahaan dan pertumbuhan penjualan harus lebih baik seiring kita melangkah maju," sambungnya.
Selanjutnya hasil kuartalan dari Apple (AAPL.O), Microsoft (MSFT.O), Amazon (AMZN.O), Alfabet (GOOGL.O) dan Meta Platform (META.O) pada pekan depan akan memberi investor gambaran sekilas apakah valuasi tinggi perusahaan kelas berat dapat dibenarkan menyusul lonjakan saham mereka sejak Wall Street mencapai titik terendah pada tahun 2022.
Sementara itu sentimen negatif muncul dari kejatuhan saham produsen mobil listrik papan atas, Tesla menyusul proyeksi penjualan yang mengecewakan.
Mengutip Reuters hari ini, indeks S&P 500 naik 0,53% untuk mengakhiri sesi ke level 4.894,16. Kemudian Nasdaq menguat 0,18% menjadi 15.510,50 poin, sedangkan Dow Jones Industrial Average naik 0,64% di posisi 38.049,13.
Kenaikan tersebut memperpanjang reli di mana S&P 500 (.SPX), baru-baru ini mencapai rekor tertinggi untuk pertama kalinya dalam dua tahun. Terangkat oleh optimisme terhadap perekonomian dan suku bunga yang lebih rendah.
Saham Tesla (TSLA.O) merosot 12% ke level terendah sejak Mei 2023 setelah CEO Elon Musk memperingatkan, penjualan akan melambat tahun ini meskipun ada potongan harga yang merugikan marginnya. Hal ini menjadikan nilai pasar saham pembuat mobil listrik tersebut sekitar USD580 miliar, di bawah Eli Lilly (LLY.N) dan tepat di atas Broadcom (AVGO.O).
Sedangkan perekonomian AS tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada kuartal akhir 2023 di tengah kuatnya belanja konsumen. Kabar itu mengacaukan prediksi resesi setelah Federal Reserve (bank sentral AS) secara agresif menaikkan suku bunga, dengan pertumbuhan setahun penuh sebesar 2,5%.
“PDB merupakan kejutan yang baik bagi pasar karena tidak ada masalah inflasi, dan konsumen terus membelanjakan uangnya,” kata Rob Haworth, direktur strategi investasi senior di U.S. Bank Asset Management Group.
“Jadi ada lebih banyak dukungan terhadap narasi bahwa pendapatan perusahaan dan pertumbuhan penjualan harus lebih baik seiring kita melangkah maju," sambungnya.
Selanjutnya hasil kuartalan dari Apple (AAPL.O), Microsoft (MSFT.O), Amazon (AMZN.O), Alfabet (GOOGL.O) dan Meta Platform (META.O) pada pekan depan akan memberi investor gambaran sekilas apakah valuasi tinggi perusahaan kelas berat dapat dibenarkan menyusul lonjakan saham mereka sejak Wall Street mencapai titik terendah pada tahun 2022.