182 Perusahaan Pembiayaan Sudah Ajukan Restrukturisasi Kredit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan pemantauan terhadap program restrukturisasi kredit sebagai dampak pandemi virus corona (Covid-19).
Berdasarkan hasil pemantauan hingga 11 Agustus 2020, progress penerapan program restrukturisasi terhadap debitur terdampak Covid-19 dari 182 Perusahaan Pembiayaan (PP), terdapat pengajuan permohonan restrukturisasi dengan jumlah kontrak sebanyak 4.823.271 dan total outstanding pokok sebesar Rp150,43 Triliun.
Sedangkan bunga sebesar Rp38,03 Triliun yang terdiri dari kontrak yang permohonannya masih dalam proses sebanyak 350.140 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp16,34 Triliun dan bunga sebesar Rp3,90 Triliun.
Selain itu, kontrak yang disetujui oleh PP untuk dilakukan restrukturisasi sebanyak 4.187.726 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp124,34 Triliun dan bunga sebesar Rp31,73 Triliun. (Baca juga: Penurunan Suku Bunga, Ekonom: Tidak Menjamin Meningkatnya Penyaluran Kredit )
"Sementara kontrak yang permohonannya tidak sesuai dengan kriteria sebanyak 285.405 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp9,75 Triliun dan bunga sebesar Rp2,40 Triliun," kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB II B OJK - Bambang W. Budiawan saat acara InfobankTalkNews Media Discussion di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Bambang melanjutkan, pada periode Juli 2020, progress restrukturisasi 177 Perusahaan Pembiayaan diluar PP Syariah oleh Kreditur Perbankan adalah sebesar 26 PP mengajukan restrukturisasi kepada kreditur, lalu 118 PP memiliki pendanaan dari kreditur namun belum mengajukan restrukturisasi kepada Kreditur dan menerima permohonan restrukturisasi dari debitur.
"Sebanyak 23 PP tidak memiliki pendanaan dari kreditur namun menerima permohonan restrukturisasi dari debitur; dan 10 PP tidak memiliki pendanaan dari kreditur dan tidak menerima permohonan restrukturisasi dari debitur," ungkap Bambang. (Baca juga: Seiring Pandemi Covid, Muncul Pandemi Baru dalam Perekonomian )
Menurut dia, restrukturisasi yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan terhadap Debitur perlu dilakukan secara hati-hati. Hal tersebut dikarenakan kemampuan dan kekuatan keuangan masing-masing Perusahaan Pembiayaan berbeda-beda.
"Selain itu kondisi kesehatan perusahaan pembiayaan perlu dijaga, sehingga restrukturisasi yang diberikan tidak mengakibatkan kegagalan perusahaan pembiayaan dalam membayar atau memenuhi kewajibannya kepada kreditur perusahaan pembiayaan yang akan memiliki dampak yang lebih luas bagi stabilitas perekonomian nasional," jelas Bambang.
Berdasarkan hasil pemantauan hingga 11 Agustus 2020, progress penerapan program restrukturisasi terhadap debitur terdampak Covid-19 dari 182 Perusahaan Pembiayaan (PP), terdapat pengajuan permohonan restrukturisasi dengan jumlah kontrak sebanyak 4.823.271 dan total outstanding pokok sebesar Rp150,43 Triliun.
Sedangkan bunga sebesar Rp38,03 Triliun yang terdiri dari kontrak yang permohonannya masih dalam proses sebanyak 350.140 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp16,34 Triliun dan bunga sebesar Rp3,90 Triliun.
Selain itu, kontrak yang disetujui oleh PP untuk dilakukan restrukturisasi sebanyak 4.187.726 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp124,34 Triliun dan bunga sebesar Rp31,73 Triliun. (Baca juga: Penurunan Suku Bunga, Ekonom: Tidak Menjamin Meningkatnya Penyaluran Kredit )
"Sementara kontrak yang permohonannya tidak sesuai dengan kriteria sebanyak 285.405 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp9,75 Triliun dan bunga sebesar Rp2,40 Triliun," kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB II B OJK - Bambang W. Budiawan saat acara InfobankTalkNews Media Discussion di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Bambang melanjutkan, pada periode Juli 2020, progress restrukturisasi 177 Perusahaan Pembiayaan diluar PP Syariah oleh Kreditur Perbankan adalah sebesar 26 PP mengajukan restrukturisasi kepada kreditur, lalu 118 PP memiliki pendanaan dari kreditur namun belum mengajukan restrukturisasi kepada Kreditur dan menerima permohonan restrukturisasi dari debitur.
"Sebanyak 23 PP tidak memiliki pendanaan dari kreditur namun menerima permohonan restrukturisasi dari debitur; dan 10 PP tidak memiliki pendanaan dari kreditur dan tidak menerima permohonan restrukturisasi dari debitur," ungkap Bambang. (Baca juga: Seiring Pandemi Covid, Muncul Pandemi Baru dalam Perekonomian )
Menurut dia, restrukturisasi yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan terhadap Debitur perlu dilakukan secara hati-hati. Hal tersebut dikarenakan kemampuan dan kekuatan keuangan masing-masing Perusahaan Pembiayaan berbeda-beda.
"Selain itu kondisi kesehatan perusahaan pembiayaan perlu dijaga, sehingga restrukturisasi yang diberikan tidak mengakibatkan kegagalan perusahaan pembiayaan dalam membayar atau memenuhi kewajibannya kepada kreditur perusahaan pembiayaan yang akan memiliki dampak yang lebih luas bagi stabilitas perekonomian nasional," jelas Bambang.
(ind)