Kisah Miliarder George Soros dan Perannya Sebagai Filantropis

Senin, 18 Juni 2018 - 10:02 WIB
Kisah Miliarder George Soros dan Perannya Sebagai Filantropis
Kisah Miliarder George Soros dan Perannya Sebagai Filantropis
A A A
LONDON - Pengusaha berdarah Hungaria-Amerika George Soros merupakan salah satu investor keuangan paling terkenal di dunia yang juga seorang filantropis atau dermawan yang menyumbangkan hartanya. Istilah ini umumnya diberikan pada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk kegiatan-kegiatan sosial, pendidikan hingga kesehatan.

Menghasilkan kekayaannya melalui spekulasi keuangan yang cerdik, Soros telah menghabiskan dana miliaran untuk membiayai proyek-proyek yang terkait dengan hak asasi manusia dan usaha demokrasi liberal di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, pendanaan itu membuatnya menjadi target kaum nasionalis dan populis di dunia, yang menggambarkannya sebagai seorang manipulator demokrasi.

Seorang filantropis seringkali tidak mendapatkan dukungan menyeluruh terhadap tindakannya. Tuduhan yang sering diterima yakni masalah tujuan amal (seperti mendanai seni bukannya memerangi kelaparan dunia), atau memiliki tujuan terselubung seperti penghindaran pajak dengan efek samping popularitas. Hal ini juga dialami oleh Soros yang kini berusia 87 tahun melalui kritik keras bernada anti-Semit.

Tahun-tahun Awal

Lahir pada tahun 1930 di Budapest, Soros memiliki seorang ayah yang berprofesi sebagai pengacara asal Yahudi. Ia dan keluarganya selamat dari pendudukan Nazi Hongaria dengan cara berpisah dan menyamarkan agama mereka. Dia kemudian bermigrasi ke Inggris saat berusia 17 tahun, hingga mencapai gelar sarjana dan PhD dari London School of Economics (LSE) sambil bekerja paruh waktu sebagai porter kereta api dan pelayan klub malam.

Sementara sembari kuliah, Soros juga mempelajari filsuf Karl Popper, yang dikenal lewat seruannya untuk demokrasi liberal Barat di tahun-tahun pasca-perang. Konsepnya tentang "masyarakat terbuka" akan sangat berpengaruh pada ideologi dan karier finansial Soros dikemudian hari.

Karier Investasi

Setelah awalnya bekerja pada perbankan investasi di London, Soros kemudian pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1956. Dia menghabiskan waktu di beberapa perusahaan di New York, sebelum mendirikan hedge fund sendiri pada tahun 1970. Soros Fund Management, yang pada akhirnya akan menjadi Quantum Fund, dikenal dengan investasi agresif dan pengembalian yang tinggi bagi investor.

Firma ini selanjutnya mendapatkan ketenaran karena spekulasi jangka pendek dan fleksibel di pasar keuangan global. Kesuksesan ini menjadikan Soros sebagai salah satu orang terkaya di dunia dan mengukuhkannya sebagai legenda di pasar investasi.

Ia menjadi terkenal dengan menyandang gelar 'Pria yang Yang Menjagal Bank of England' pada bulan September 1992, ketika Ia meraup keuntungan 1 miliar poundsterling dari efek kejatuhan mata uang Inggris. Pada 16 September atau yang dikenal sebagai Black Wedesday, Departemen Keuangan dengan cepat kehilangan miliaran cadangan mereka dan memaksa pound keluar dari Mekanisme Nilai Tukar Eropa (ERM).

Perjudian investasi ini mungkin yang paling terkenal dari Soros, untuk mengkonsolidasikan reputasinya sebagai investor mata uang utama dunia. Kebijaksanaan keuangannya kemudian menyebabkan tuduhan bahwa ia telah membantu untuk merancang krisis keuangan Asia pada 1997 ketika baht Thailand runtuh, memicu krisis keuangan yang meluas di seluruh wilayah.

Pada saat itu, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengecam "para pencari untung yang tidak bermoral" dan menyerukan agar perdagangan mata uang "tidak bermoral" dilarang. Soros menjadi sasaran kemarahannya, tetapi investor lain juga berperan terhadap kejatuhan terhadap mata uang Thailand.

Kegiatan Filantropis

Manajer hedge fund ini mulai melepaskan diri dari kontrol sehari-hari perusahaan miliknya selama tahun 1980-an dan 1990-an, dengan lebih memperhatikan berbagai kegiatan filantropis sebagai gantinya. Sejak itu, Ia mulai menawarkan beasiswa kepada siswa kulit hitam selama era apartheid di Afrika Selatan.

Soros juga sudah menghabiskan miliaran untuk mendukung proyek pasar bebas progresif di seluruh dunia. Dia fokus untuk membuka pertukaran budaya dengan Eropa Timur selama runtuhnya komunisme, sebelum pelebaran investasi ke wilayah lain di seluruh dunia.

Kemudian, Soros membentuk Open Society Foundations (OSF) yang kini mempunyai program di lebih dari 100 negara di seluruh dunia dengan 37 kantor regional. Diterangkan OSF mempunyai fokus untuk membangun semangat demokrasi dan pemerintah toleran hingga membuka partisipasi semua orang.

Yayasan Soros Tinggalkan Hongaria

Pada tahun 2017, ketika Soros menduduki peringkat ke-29 orang terkaya di dunia versi majalah Forbes, dikabarkan bahwa Ia telah mentransfer USD18 miliar atau sekitar 80% kekayaan pribadinya ke dalam organisasi.

Menurut situs webnya, tujuannya yakni menggunakan kemandirian keuangannya untuk melawan beberapa "masalah yang paling sulit" di dunia. OSF terus mendukung sejumlah inisiatif hak asasi manusia di seluruh dunia, termasuk kampanye yang mendukung hak LGBT dan Roma rights.

Politik dan Kritik


Soros yang tetap sangat vokal tentang ekonomi dunia dan politik global telah menarik kritik dari politisi nasionalis abad ke-21, yang telah menggambarkannya sebagai semacam bogeyman sayap kiri. Di Eropa, Ia secara terbuka mengkritik penanganan krisis utang euro, sementara selama puncak krisis pengungsi di kawasan itu ia menjanjikan dukungan besar bagi kelompok bantuan yang mendukung para migran.

Kebijakan ini secara khusus telah menempatkannya pada jalur yang berlawanan dengan Perdana Menteri Viktor Orban di negara asalnya. Pemerintah Hungaria bahkan mendanai distribusi poster raksasa yang memfitnah pemodal di tahun 2017. Yayasan Soros akhirnya memutuskan untuk menarik kantornya dari Hungaria, menyalahkan lingkungan yang "semakin represif".

Yayasan Soros juga sudah menyumbangkan ratusan ribu poundsterling kepada kelompok Best for Britain, yang bertujuan untuk menghentikan hengkangnya Inggris dari Uni Eropa. Dukungan tersebut telah membuat Soros menjadi saaran kritik dari para pendukung pro-Brexit, juru kampanye dan surat kabar di dalam negeri. Pada 2015, yayasan itu dilarang di Rusia, yang dicap berisiko terhadap keamanan dan ketertiban konstitusional di Rusia.

Serangan dan Konspirasi

Saat pemilu Amerika Serikat (AS), Soros menjadi pendonor besar untuk Partai Demokrat AS. Dia mendukung kampanye kepresidenan Barack Obama dan Hillary Clinton, dan juga melabeli Presiden AS Donald Trump sebagai "penipu ulung".

Para ahli teori dan situs konspirasi sayap kanan yang berbasis di AS telah menuduh Soros secara diam-diam merancang serangkaian peristiwa baru-baru ini di AS dan politik global. Mereka menuduh bahwa dia terlibat dalam perekrutan orang-orang untuk Perempuan Anti-Trump dan bahkan mengorganisir kekerasan di Charlottesville untuk melemahkan sayap kanan politik negara.

Konspirasi semacam itu, dan liputan negatif dari karya yayasannya, sering dituduh sebagai anti-Semit, menggemakan teori konspirasi era Nazi tentang para bankir Yahudi yang merencanakan untuk menciptakan "tatanan dunia baru".

Kehidupan Pribadi

George Soros telah menikah tiga kali dan memiliki dua putra serta seorang putri dari istri pertamanya, Annaliese Witschak yang merupakan kelahiran Jerman, yang dinikahinya pada tahun 1960. Pasangan itu lantas bercerai pada tahun 1983, serta kemudian Soros menikah dengan istri keduanya yakni Susan Weber.

Pasangan ini tetap bersama sampai tahun 2005, dengan memiliki dua putra selama pernikahan mereka. Setelah berpisah, Ia kembali menikah untuk ketiga kalinya dengan Tamiko Bolton yang berusia 42 tahun lebih muda pada 2013.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3478 seconds (0.1#10.140)