Warga India Rebutan Cari Pekerjaan di Israel Tak Peduli Perang Gaza Berkecamuk
loading...
A
A
A
NEW DELHI - Warga India mengantre panjang demi untuk mendapatkan pekerjaan di Israel ketika perang dengan Hamas terus berlanjut. Para pencari kerja asal India ini mengatakan, risiko yang mengancam jiwa bagi mereka lebih baik daripada kelaparan di negara sendiri.
Mereka mencoba mengisi kekurangan tenaga kerja di Israel yang diperburuk oleh hampir empat bulan pertempuran melawan militan Palestina di Gaza. Di sisi lain ekonomi terbesar kelima di dunia dan salah satu negara yang paling cepat berkembang, India masih kesulitan menciptakan pekerjaan penuh waktu dan gaji yang cukup bagi jutaan orang.
Bagi ratusan orang India yang mengantre, dimana kebanyakan adalah pria, peluang pekerjaan konstruksi terampil di Israel - dan upah hingga 18 kali lebih tinggi - melebihi ketakutan mereka.
"Jika tertulis dalam takdir kita untuk mati, kita akan mati di sana – setidaknya anak-anak kita akan mendapatkan sesuatu," kata Jabbar Singh yang merupakan mekanik sepeda motor.
"Semua ini lebih baik daripada kelaparan di sini," sambung Jabbar Singh yang berdesakan di antara kerumunan para pencari kerja di pusat pelatihan dan tempat perekrutan di Lucknow, ibukota negara bagian Uttar Pradesh.
Sementara itu sebagai informasi tingkat pengangguran perkotaan di India mengalami penurunan menjadi 5,1% pada Juli 2022-Juni 2023, dari 6,6% antara bulan yang sama tahun sebelumnya.
Selama periode yang sama, hampir 22% tenaga kerja India diklasifikasikan sebagai "tenaga kerja lepas", dengan upah bulanan rata-rata 7.899 rupee (USD95), menurut angka pemerintah.
Desainer ubin India, Deepak Kumar mengeluhkan, masalah di tempat ini adalah "bekerja selama empat hari, makan selama dua hari".
Kumar mengatakan, dia mengikuti berita dan tahu risikonya, tetapi Ia ingin mencari pekerjaan demi anak-anaknya. "Saya akan tersenyum saat menghadapi peluru – tetapi akan mengambil 150.000 rupee (USD1.800)," katanya.
Orang India yang bekerja di Israel menlihat peluang bagus. Di sisi lain Kedutaan Besar India di Tel Aviv mengatakan, ada sekitar 18.000 warga India di Israel. Mereka kebanyakan bekerja sebagai pengasuh yang merawat orang tua, serta banyak lainnya bekerja sebagai pedagang berlian dan profesional TI. Sedangkan lainnya sebagai pelajar.
Tetapi perekrut telah meluncurkan dorongan baru bagi pencari kerja.
Kepala Institut Pelatihan Industri Lucknow, Raj Kumar Yadav mengatakan, mereka memfasilitasi perekrut dari Israel dalam mencari 10.000 pekerja konstruksi terampil yang bisa mengantongi upah USD1.685 per bulan.
"Mereka akan memberi visa dan mengangkut orang-orang ini dengan pesawat sewaan," katanya, seraya menambahkan bahwa "10.000 keluarga akan diberi makan dengan baik dan akan terus bertambah".
Program ini didukung oleh pihak berwenang di kedua negara, katanya.
Juru bicara kementerian luar negeri India Randhir Jaiswal mengatakan, kepada wartawan pekan lalu bahwa ada perjanjian kerja yang sudah lama ada antara kedua negara.
Ketika orang-orang itu mengantre di Lucknow, sekitar 4.500 kilometer (2.800 mil) jauhnya, Israel meningkatkan serangannya di kota Gaza Khan Yunis, di mana gerakan Islam Palestina Hamas mengatakan puluhan orang tewas dalam pemboman berat dan pertempuran perkotaan.
Perang meletus pada 7 Oktober ketika Hamas dan militan lainnya dari Gaza melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel yang mengakibatkan sekitar 1.140 korban jiwa, menurut penghitungan AFP dari angka resmi Israel.
Saat banyak pekerja asing memilih pergi dan banyak dari mereka melarikan diri setelah serangan membuat sektor pertanian merasakan dampaknya. Israel juga telah mencabut 130.000 izin kerja dari warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Pekerja India coba untuk mengisi kesenjangan. Ayah dua anak, Keshav Das mengaku, dia merasa tidak punya pilihan. "Tidak ada pekerjaan di sini, jadi saya harus bekerja di suatu tempat," kata Das seperti dilansir AFP.
"Saya tahu saya akan berada di zona merah. Tapi saya harus memberi makan keluarga saya, jadi saya harus keluar. Kalau tidak, anak-anakku akan mati kelaparan," bebernya.
Mereka mencoba mengisi kekurangan tenaga kerja di Israel yang diperburuk oleh hampir empat bulan pertempuran melawan militan Palestina di Gaza. Di sisi lain ekonomi terbesar kelima di dunia dan salah satu negara yang paling cepat berkembang, India masih kesulitan menciptakan pekerjaan penuh waktu dan gaji yang cukup bagi jutaan orang.
Bagi ratusan orang India yang mengantre, dimana kebanyakan adalah pria, peluang pekerjaan konstruksi terampil di Israel - dan upah hingga 18 kali lebih tinggi - melebihi ketakutan mereka.
"Jika tertulis dalam takdir kita untuk mati, kita akan mati di sana – setidaknya anak-anak kita akan mendapatkan sesuatu," kata Jabbar Singh yang merupakan mekanik sepeda motor.
"Semua ini lebih baik daripada kelaparan di sini," sambung Jabbar Singh yang berdesakan di antara kerumunan para pencari kerja di pusat pelatihan dan tempat perekrutan di Lucknow, ibukota negara bagian Uttar Pradesh.
Sementara itu sebagai informasi tingkat pengangguran perkotaan di India mengalami penurunan menjadi 5,1% pada Juli 2022-Juni 2023, dari 6,6% antara bulan yang sama tahun sebelumnya.
Selama periode yang sama, hampir 22% tenaga kerja India diklasifikasikan sebagai "tenaga kerja lepas", dengan upah bulanan rata-rata 7.899 rupee (USD95), menurut angka pemerintah.
Desainer ubin India, Deepak Kumar mengeluhkan, masalah di tempat ini adalah "bekerja selama empat hari, makan selama dua hari".
Kumar mengatakan, dia mengikuti berita dan tahu risikonya, tetapi Ia ingin mencari pekerjaan demi anak-anaknya. "Saya akan tersenyum saat menghadapi peluru – tetapi akan mengambil 150.000 rupee (USD1.800)," katanya.
10.000 Keluarga Akan Diberi Makan
Orang India yang bekerja di Israel menlihat peluang bagus. Di sisi lain Kedutaan Besar India di Tel Aviv mengatakan, ada sekitar 18.000 warga India di Israel. Mereka kebanyakan bekerja sebagai pengasuh yang merawat orang tua, serta banyak lainnya bekerja sebagai pedagang berlian dan profesional TI. Sedangkan lainnya sebagai pelajar.
Tetapi perekrut telah meluncurkan dorongan baru bagi pencari kerja.
Kepala Institut Pelatihan Industri Lucknow, Raj Kumar Yadav mengatakan, mereka memfasilitasi perekrut dari Israel dalam mencari 10.000 pekerja konstruksi terampil yang bisa mengantongi upah USD1.685 per bulan.
"Mereka akan memberi visa dan mengangkut orang-orang ini dengan pesawat sewaan," katanya, seraya menambahkan bahwa "10.000 keluarga akan diberi makan dengan baik dan akan terus bertambah".
Program ini didukung oleh pihak berwenang di kedua negara, katanya.
Juru bicara kementerian luar negeri India Randhir Jaiswal mengatakan, kepada wartawan pekan lalu bahwa ada perjanjian kerja yang sudah lama ada antara kedua negara.
Zona Merah
Ketika orang-orang itu mengantre di Lucknow, sekitar 4.500 kilometer (2.800 mil) jauhnya, Israel meningkatkan serangannya di kota Gaza Khan Yunis, di mana gerakan Islam Palestina Hamas mengatakan puluhan orang tewas dalam pemboman berat dan pertempuran perkotaan.
Perang meletus pada 7 Oktober ketika Hamas dan militan lainnya dari Gaza melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel yang mengakibatkan sekitar 1.140 korban jiwa, menurut penghitungan AFP dari angka resmi Israel.
Saat banyak pekerja asing memilih pergi dan banyak dari mereka melarikan diri setelah serangan membuat sektor pertanian merasakan dampaknya. Israel juga telah mencabut 130.000 izin kerja dari warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
Pekerja India coba untuk mengisi kesenjangan. Ayah dua anak, Keshav Das mengaku, dia merasa tidak punya pilihan. "Tidak ada pekerjaan di sini, jadi saya harus bekerja di suatu tempat," kata Das seperti dilansir AFP.
"Saya tahu saya akan berada di zona merah. Tapi saya harus memberi makan keluarga saya, jadi saya harus keluar. Kalau tidak, anak-anakku akan mati kelaparan," bebernya.
(akr)