Deretan Negara Maju yang Terkena Resesi, Siapa Selanjutnya?

Kamis, 22 Februari 2024 - 11:52 WIB
loading...
A A A
Artinya, angka tersebut masih jauh di bawah takaran yang menurut para ahli demografi diperlukan guna mempertahankan jumlah penduduk yang stabil. Lebih jauh, kondisi seperti ini berpotensi mengakibatkan kekurangan tenaga kerja yang dalam beberapa dekade ke depan.

2. Inggris

Selain Jepang, Inggris juga masuk resesi teknikal akibat pelemahan ekonomi dalam dua kuartal beruntun. Sebelumnya, PDB mereka menyusut sebesar 0,1% antara Juli dan September 2023. Tren ini berlanjut hingga akhir tahun dengan kontraksi sekitar 0,3%.

Adapun kontraksi pada kuartal IV tahun 2023 ternyata lebih dalam jika dibandingkan dengan perkiraan para ekonom di jajak pendapat Reuters. Sebelumnya, mereka memperkirakan angkanya bakal turun sekitar 0,1%.

Di satu sisi, ada Poundsterling yang tampak melemah dari dolar AS dan euro. Kemudian, para investor juga mulai berhitung tentang kemungkinan Bank of England (BoE) memotong suku bunga tahun ini serta sektor bisnis yang akan meminta lebih banyak bantuan pemerintah dalam rencana anggaran yang jatuh tempo pada 6 Maret.

Pada dampaknya, kondisi resesi ini dianggap sebagai kegagalan Rishi Sunak atas janjinya yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Inggris. Alhasil, posisinya pun terancam mengingat akan diadakannya pemilu di Inggris akhir tahun mendatang.

Selain Jepang dan Inggris, sebenarnya ada beberapa negara lain yang sempat diprediksi bakal jatuh juga ke jurang resesi, misalnya seperti Amerika Serikat dan Jerman. Namun, pada akhirnya mereka berhasil menghindar di akhir tahun lalu.



Pada sisi Jerman, kondisi mereka belum aman ketika memasuki awal tahun 2024 ini. Di tengah guncangan ekonomi yang masih melanda Eropa, sejumlah pengamat bahkan meramalkan Berlin akan masuk resesi pada kuartal I-2024.

Menerka penyebabnya, Bank Sentral Jerman, Bundesbank, mengatakan bahwa kondisi ini muncul akibat permintaan industri eksternal Jerman yang kemungkinan akan tetap lemah. Selain itu, para konsumen juga masih berhati-hati dalam berbelanja dan berinvestasi di dalam negeri akibat tingginya suku bunga.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1307 seconds (0.1#10.140)