Deretan Negara Maju yang Terkena Resesi, Siapa Selanjutnya?

Kamis, 22 Februari 2024 - 11:52 WIB
loading...
Deretan Negara Maju...
Sejumlah negara maju dengan perekomian kuat terjerumus ke jurang resesi di akhir tahun 2023. FOTO/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Sejumlah negara maju terjatuh ke dalam jurang resesi pada kuartal terakhir tahun 2023 lalu. Bahkan, salah satunya adalah negara yang sebelumnya berstatus sebagai kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia.

Secara umum, resesi bisa diartikan sebagai kondisi terjadinya penurunan perekonomian sebuah negara yang ditandai dengan melemahnya produk domestik bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut. Pada kemunculannya, resesi ini juga bisa memberikan banyak dampak negatif bagi negara yang terkait.

Melihat ke belakang, sudah banyak contoh negara-negara di dunia yang pernah mengalami resesi. Baru-baru ini, ada beberapa di antaranya yang baru jatuh. Menariknya, mereka adalah negara maju. Siapa saja?

Negara Maju yang Terkena Resesi

1. Jepang

Jepang secara mengejutkan tergelincir ke jurang resesi pada akhir 2023 lalu. Kondisi ini membuatnya kehilangan predikat sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia.

Mengutip laporan Reuters, Kamis (22/2/2024), produk domestik bruto (PDB) Jepang turun sekitar 0,4% secara tahunan pada periode Oktober-Desember 2023. Pada kuartal sebelumnya, terjadi juga penurunan 3,3%.



Laporan PDB tersebut meleset jauh dari perkiraan pertumbuhan 1,4 % yang sebelumnya disampaikan pada jajak pendapat para ekonomi. Adapun kontraksi dua kuartal berturut-turut biasanya dianggap sebagai definisi resesi teknis.

Lebih jauh, sejumlah pengamat menilai pelemahan Jepang ini tampak mengerikan. Hal ini menjadi tantangan berat bagi Bank of Japan untuk memperketat kebijakan.

Adapun salah satu penyebab resesi Jepang adanya inflasi yang tinggi, terlebih di tengah-tengah konsumsi dalam negeri yang cenderung lemah. Selain itu, resesi seks di Negeri Sakura juga dikatakan menjadi penyebab kemunduran ekonomi.

Sebagaimana diketahui, Jepang menghadapi kondisi populasi yang menua dan menyusut. Pada sejumlah data yang dipublikasikan, wanita Jepang rata-rata hanya memiliki 1,3 anak.

Artinya, angka tersebut masih jauh di bawah takaran yang menurut para ahli demografi diperlukan guna mempertahankan jumlah penduduk yang stabil. Lebih jauh, kondisi seperti ini berpotensi mengakibatkan kekurangan tenaga kerja yang dalam beberapa dekade ke depan.

2. Inggris

Selain Jepang, Inggris juga masuk resesi teknikal akibat pelemahan ekonomi dalam dua kuartal beruntun. Sebelumnya, PDB mereka menyusut sebesar 0,1% antara Juli dan September 2023. Tren ini berlanjut hingga akhir tahun dengan kontraksi sekitar 0,3%.

Adapun kontraksi pada kuartal IV tahun 2023 ternyata lebih dalam jika dibandingkan dengan perkiraan para ekonom di jajak pendapat Reuters. Sebelumnya, mereka memperkirakan angkanya bakal turun sekitar 0,1%.

Di satu sisi, ada Poundsterling yang tampak melemah dari dolar AS dan euro. Kemudian, para investor juga mulai berhitung tentang kemungkinan Bank of England (BoE) memotong suku bunga tahun ini serta sektor bisnis yang akan meminta lebih banyak bantuan pemerintah dalam rencana anggaran yang jatuh tempo pada 6 Maret.

Pada dampaknya, kondisi resesi ini dianggap sebagai kegagalan Rishi Sunak atas janjinya yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Inggris. Alhasil, posisinya pun terancam mengingat akan diadakannya pemilu di Inggris akhir tahun mendatang.

Selain Jepang dan Inggris, sebenarnya ada beberapa negara lain yang sempat diprediksi bakal jatuh juga ke jurang resesi, misalnya seperti Amerika Serikat dan Jerman. Namun, pada akhirnya mereka berhasil menghindar di akhir tahun lalu.



Pada sisi Jerman, kondisi mereka belum aman ketika memasuki awal tahun 2024 ini. Di tengah guncangan ekonomi yang masih melanda Eropa, sejumlah pengamat bahkan meramalkan Berlin akan masuk resesi pada kuartal I-2024.

Menerka penyebabnya, Bank Sentral Jerman, Bundesbank, mengatakan bahwa kondisi ini muncul akibat permintaan industri eksternal Jerman yang kemungkinan akan tetap lemah. Selain itu, para konsumen juga masih berhati-hati dalam berbelanja dan berinvestasi di dalam negeri akibat tingginya suku bunga.

Beralih ke sisi Amerika Serikat, Negeri Paman Sam memang cukup sering diprediksi bakal mengalami resesi. Kendati begitu, mereka selalu berhasil bertahan dan meruntuhkan perkiraan para pengamat.

Terlepas dari fakta tersebut, ekonom dunia menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi AS masih menjadi ancaman dan diprediksi melambat pada 2024 ini. Selain itu, tingkat konsumsi juga dikatakan bakal tetap melemah dan pengetatan moneter masih terus berlanjut.
(fjo)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1227 seconds (0.1#10.140)