Adakah Dampak Resesi Jepang ke Ekonomi Indonesia?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jepang secara resmi mengalami resesi setelah Produk Domestik Bruto (PDB) turun selama dua kuartal berturut-turut hingga menutup tahun 2023. Merosotnya nilai tukar yen dan menyusutnya populasi menjadi penyebab utama resesi ekonomi di Jepang.
Mengutip Business Insider, Jepang secara resmi kehilangan gelar sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia terdampak ekonominya yang menyusut 0,4% selama tiga bulan terakhir di 2023.
Kontraksi tersebut terjadi setelah kemerosotan 3,3% pada Kuartal III 2023 menjauh dari prediksi para ekonom yang memproyeksikan meningkat 1,4%. Anjloknya nilai tukar yen merupakan salah satu masalah yang mengganggu Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Menurut laporan Dow Jones, mata uang ini telah jatuh 30% terhadap dolar AS sejak awal tahun 2022.
Tak hanya Jepang, Inggris juga mengalami resesi. Krisis biaya hidup dan belanja yang lemah menjadi penyebab utama. Data resmi menunjukkan ekonominya menyusut 0,3% antara bulan Oktober dan Desember kontraksi secara kuartalan kedua berturut-turut. Hal ini secara resmi membuat Inggris masuk ke jurang resesi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan resesi di Jepang akan berdampak bagi Indonesia dari sisi kinerja ekspor lantaran salah satu mitra dagang utama.
Sejumlah barang-barang ekspor yang terdampak seperti batu bara itu tercatat bernilai USD8,8 miliar, kemudian disusul oleh komponen elektronik yang angkanya cukup besar USD1,5 miliar dan kemudian nikel USD1,2 miliar, perhiasan USD1,2 miliar dan barang-barang kayu dan turunannya USD1 miliar, karet yang digunakan untuk otomotif USD1 miliar, perikanan ekspor ke Jepang itu USD509 juta. "Barang-barang yang akan terdampak karena nilainya sangat besar," ungkapnya.
Di sisi lain, industri Jepang akan mengalihkan lebih banyak relokasi pabrik-pabrik ke Indonesia dengan menambah capex atau belanja modal untuk perluasan pabrik elektronik atau otomotif. Dari sisi makro, pemerintah perlu melakukan monitoring atau uji ketahanan terhadap berbagai indikator makro ekonomi dan stabilitas di sektor keuangan. Selain itu, perlu memberikan insentif yang lebih besar lagi kepada para pelaku usaha yang bekerja sama dengan investasi Jepang terutama di sektor padat karya.
"Ini bisa menjadi momentum untuk relokasi industri dari Jepang ke Indonesia terutama di sektor elektronik mungkin di pengembangan mobil hybrid dan mobil listrik, industri baterai dan perangkat elektronik serta sektor IT," jelas Bhima.
Mengutip Business Insider, Jepang secara resmi kehilangan gelar sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia terdampak ekonominya yang menyusut 0,4% selama tiga bulan terakhir di 2023.
Kontraksi tersebut terjadi setelah kemerosotan 3,3% pada Kuartal III 2023 menjauh dari prediksi para ekonom yang memproyeksikan meningkat 1,4%. Anjloknya nilai tukar yen merupakan salah satu masalah yang mengganggu Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Menurut laporan Dow Jones, mata uang ini telah jatuh 30% terhadap dolar AS sejak awal tahun 2022.
Tak hanya Jepang, Inggris juga mengalami resesi. Krisis biaya hidup dan belanja yang lemah menjadi penyebab utama. Data resmi menunjukkan ekonominya menyusut 0,3% antara bulan Oktober dan Desember kontraksi secara kuartalan kedua berturut-turut. Hal ini secara resmi membuat Inggris masuk ke jurang resesi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan resesi di Jepang akan berdampak bagi Indonesia dari sisi kinerja ekspor lantaran salah satu mitra dagang utama.
Sejumlah barang-barang ekspor yang terdampak seperti batu bara itu tercatat bernilai USD8,8 miliar, kemudian disusul oleh komponen elektronik yang angkanya cukup besar USD1,5 miliar dan kemudian nikel USD1,2 miliar, perhiasan USD1,2 miliar dan barang-barang kayu dan turunannya USD1 miliar, karet yang digunakan untuk otomotif USD1 miliar, perikanan ekspor ke Jepang itu USD509 juta. "Barang-barang yang akan terdampak karena nilainya sangat besar," ungkapnya.
Di sisi lain, industri Jepang akan mengalihkan lebih banyak relokasi pabrik-pabrik ke Indonesia dengan menambah capex atau belanja modal untuk perluasan pabrik elektronik atau otomotif. Dari sisi makro, pemerintah perlu melakukan monitoring atau uji ketahanan terhadap berbagai indikator makro ekonomi dan stabilitas di sektor keuangan. Selain itu, perlu memberikan insentif yang lebih besar lagi kepada para pelaku usaha yang bekerja sama dengan investasi Jepang terutama di sektor padat karya.
"Ini bisa menjadi momentum untuk relokasi industri dari Jepang ke Indonesia terutama di sektor elektronik mungkin di pengembangan mobil hybrid dan mobil listrik, industri baterai dan perangkat elektronik serta sektor IT," jelas Bhima.
(nng)